Zhao Yang mulai memantau di sekitar tingkah nakal dari beberapa wanita. Dalam hati ia mulai gelisah dengan raut berkerutnya. "Aduh, kenapa mereka begitu nakal dengan meraba-raba tubuhku," gerutunya dalam hati.
Zhao Yang hendak meronta-ronta, menghindar dari perbuatan para wanita berpakaian hanfu. Penampilan cantik bak layaknya wanita kayangan. Namun, tampak kerisauan yang ada pada raut dirinya menjadi membara.
"Tuan, kenapa diam saja? Ayo ceritakan tentangmu!" goda dari salah wanita duduk di samping dirinya sambil meraba pipi Zhao Yang.
Zhao Yang membalas perlahan dengan memaksakan senyumannya. Tidak dapat menghindari dari ucapan wanita nakal itu. Malam ini menjadi taruhannya di atas naungan para wanita.
"O, hahaha, baiklah!" sahut Zhao Yang memaksa tawa.
Dua wanita berhasil meraba pipi miliknya, tetapi Zhao Yang hendak menghindar.
"Oho! Jangan pegang bagian itu!" cegah Zhao Yang memelotot pada dadanya.
Dua bola matanya mendelik lebar ke arah dua wanita penggoda tersebut. Namun, salah satu wanita yang berdiri merasa curiga dengan kelakuan Zhao Yang. Salah satu wanita memainkan musik Liuqin atau disebut dengan Harpa.
Wanita itu memainkan musik dengan penuh pesona indahnya. Lantunan musik merdu merasuki jiwa Zhao Yang untuk menikmati suasana tenangnya. Petikannya sangat menawan dan merasuk ke dalam hati.
Namun tidak baginya, Zhao Yang akhirnya menutupi mata untuk sesaat.
Jing Mi membukakan pintu lalu membungkukkan tubuhnya ke hadapan Zhao Yang.
"Tuan!" sapa Jing Mi.
Zhao Yang membuka perlahan dua bola matanya ke tepat Jing Mi. Dengan gesit, Jing Mi mendekati dirinya dengan sebuah bisikan. Sontak, mata Zhao Yang membelalak tegang, mendelik lebar. Ia pun segera menegakkan tubuhnya di antara para wanita yang masih menikmati duduk bersama dengan dirinya.
"Tuan, ada yang bisa saya bantu?" tawar dari salah satu wanita berdiri mendekat sambil membungkukkan tubuhnya.
Zhao Yang membalas tatapan merunduk dari wanita itu, "Aku harus pergi, besok aku akan kembali untuk terakhir kalinya," pamitnya.
"Wah, dia tampan sekali!" gumam dari dua wanita penggoda.
"Aku ingin sekali tidur dengannya," sambung dari salah satu wanita itu.
Zhao Yang kini bergegas meninggalkan ruangan bersama Jing Mi—si pengawal setianya. Di ujung lorong, matanya mulai melirik ke ujung ruangan. Tatapan matanya begitu tajam, tetapi dia pun segera bergegas pergi tanpa harus menetap lebih lama lagi.
***
Matahari bersinar meninggalkan kehangatan di ujung penglihatan. Embun pagi basah membiarkan dedaunan bernapas dengan leganya. Rembulan tampak meredup, lalu mengalah pada sinar matahari yang menembus langit beserta dunia.
Semilir angin berderu-deru lembut, kicauan burung menjadi teman menyapa pagi. Zhi Yang berdiri dengan senyuman lebarnya menatap bukit tinggi. Hanfu yang melambai-lambai panjang masih terlihat indah menawan.
Tubuhnya seakan-akan terbawa oleh angin yang melambai. Sontak, kedua bola matanya terkinjat ketika dirinya mengingat sesuatu.
"Oho! Aku melupakan sesuatu," gumamnya mulai terlihat gusar.
Dia berlari menuju kepulangan yang tak jauh dari bukit tertinggi. Zhi Yang melaju langkah bersama dengan raut menegang sekaligus kegusarannya. Di antara lambaian tangan berayun-ayun, mungkin saja ia memiliki satu janji.
Tepat di depan kamar, dengan gesit ia pun melangkah memasuki ruangan. Di antara penglihatan dalam ruangan sederhana mulai mencari barang yang sudah ia siapkan.
"Aku yang berjanji, tetapi aku hampir melupakannya," gerutunya.
Zhi Yang membawakan bingkisan kecil berlapis kain sutra berwarna biru terang. Langkahnya mengguyur jalanan yang dipenuhi oleh orang yang sedang sibuk dengan aktivitas sehariannya.
"Wu Yang!!" seru Shan Mi hampir putus asa.
Namun, pelarian Zhi Yang lebih melayang cepat mendahului seruan Shan Mi. Lantas, ke mana Zhi Yang akan pergi?
Dengan bingkisan kecil yang dibawakannya, Zhi Yang tetap menggotongnya sampai ke tempat tujuan. Senyumannya agak melebar, tetapi berhenti sesaat dengan raut meredup tanpa sebab.
Zhi Yang memutar wajahnya, "Tunggu! Kenapa aku terlalu bersemangat dengan ini?!" keluhnya sambil mengacungkan bingkisan kecil ke depan matanya.
Zhi Yang menggigit bibir perlahan sambil menggeleng keheranan. Sambil mendengus tegas, "Hm! Baiklah, tidak usah terlalu senang!" putusnya melanjutkan langkah.
Di tengah pedesaan mulai menyelinap dirinya dengan keadaan pasar yang bersorak ramai. Zhi Yang menemukan jalan menuju ujung tujuan kepergian. Matanya mulai melihat dinding pagar yang melengkung pada penglihatan.
Sebuah pintu keluar masuk ke dalam pedesaan—tempat ia bermukim. Dengan menarik napas panjang, Zhi Yang mengangkat kaki untuk lebih cepat tiba di luar pedesaan.
Kini, tubuhnya melewati pintu bulat hingga memperlihatkan sungai yang mengalir hingga jembatan penyeberangan. Beberapa pohon bunga merah muda terlihat berjejeran indah di sekeliling tepi sungai.
Dirinya mulai mencari-cari orang yang ingin ia temui. Raut kebingungannya kini menghantui perjalanan dalam pencarian.
"Aduh, ke mana ya pria itu?"
"Aku harus memutar tidak karuan," gerutunya mengesalkan.
Kepalanya memutar ke segala arah, tetapi dalam penglihatan matanya dipenuhi dengan harapan untuk bertemu.
Zhi Yang tak lagi menyesal setelah bertemu dengan seorang lelaki. Namun, pikirannya mengarah pada satu tujuan seseorang. Akan tetapi, yang diharapkan itu tidaklah muncul.
Kini, ia memutuskan untuk berhenti pada pohon bunga merah muda lalu memandanginya dengan penuh pesona.
"Kau menyukainya?" tanya Zhao Yang.
"Hm, aku menyukai warnanya," ungkap Zhi Yang.
Sebuah ingatan lepas begitu saja di ujung pikirannya. Zhi Yang terpelangah ketika ia mengingat suasana sepuluh tahun yang lalu bersama seorang teman lelaki. Namun, dia tidak pernah datang bahkan bertemu.
"Kau mencariku?" tegur dari seseorang.
Zhao Yang membungkukkan tubuhnya ke balik punggung Zhi Yang yang sedang serius dengan menatap bunga merah muda itu. Sontak, mata Zhi Yang mencelang lebar. Dirinya perlahan berbalik, sehingga wajahnya melihat dengan jelas raut wajah Zhao Yang yang tidak ia kenal itu.
Kini, kedua tatapan saling tersorot lurus.
Deg!
Deg!
Jantung Zhao Yang berdegup kencang, hingga menghasilkan suara yang tidak karuan. Sementara itu, Zhi Yang pun merasakan hal yang sama. Keduanya seketika mematung sesaat.
"Hah?!" sergah Zhi Yang segera berbalik arah karena malu.
"Ehem!" deham Zhao Yang menegakkan tubuhnya sambil meraba dadanya.
Detaknya masih tidak teratur dengan baik, begitu pun yang dirasakan oleh Zhi Yang padanya. Keduanya sama-sama menutup malu dengan membuang muka.
"Hei, kalian kenapa saling membuang muka?? Kurasa kalian sangat cocok!" seru dari seorang pria melewati jalanan.
Deg!
"Oho!" geram Zhao Yang mendengus karena kesalnya mendengar ucapan si pria yang lewat dengan ejekannya.
Perlahan, Zhi Yang membalikkan badan sambil menjulurkan bingkisan kepada pria yang ada di depan matanya. Perlahan demi perlahan, tatapan mulai naik untuk menatap mata pria tampan yang ada di hadapannya.
Wanita cantik itu memperlihatkan dirinya dengan berani.
Zhao Yang menurunkan pandangan ke arah bingkisan kepadanya, pandangan dirinya pada gadis cantik dengan tubuh yang tidak setinggi dirinya.
Kedua bola mata akhirnya saling menatap lurus.
"Ini adalah hadiah untuk sebagai pengganti budi atas penyelamatanku semalam," lirih Zhi Yang malu-malu.
Namun, Zhao Yang masih terdiam dengan detak jantung tak beraturan.
Setelah baca wajib taruh ke dalam rak!
Direview juga dong ceritanya biar seru-seruan gitu!
Jangan lupa ikuti IG :@rossy_stories.
Nantikan bab selanjutnya yang banyak kejutan. Terima kasih.