Chapter 17 - tujuh belas

Ada sosok laki-laki datang dengan sempoyongan, antara ngantuk atau mabuk, entahlah.

Tasya tak berani menanyakan apapun, bukan takut di pukuli lagi bukan, hanya saja rasanya sudah tak lagi bertenaga, dia dehidrasi parah.

Mungkin gerakan Bumi ini adalah hasil dari halusinasi yang Tasya alami.

"Sya"

Ah itu bukan Bumi, bukan. Lelaki itu tak akan memanggilnya semanis itu, dia biasa dengan sapaan sampah atau cewe murahan.

"Sya hey lo kenapa?"

"Sya ini gue Agung"

Tasya mendengarnya, apa? Siapa katanya? Kenapa bukan Bumi?.

"Sya ini gue Agung, lo kenapa?"

Halusinasi akut, pikirnya. Tapi tidak dengan sibakan selimut ini, lelaki itu terpekik melihat semuanya, niat awalnya yang ingin ke rumah Bumi, untuk menagih janjinya, hingga bertemu seorang penjaga unit yang katanya curiga dengan unit ini karena mengeluarkan uap air berlebihan yang terditeksi oleh radar kebakaran, memang tidak separah itu hanya saja masih menimbulkan kecurigaan, karena Agung memang sahabat Bumi, dia berinisiatif untuk masuk ke dalam melalui kunci serap yang penjaga unit berikan, namun apa yang dia lihat saat ini sontak membuatnya terkejut bukan main.

"Astaga, lo kenapa?"

Dengan hati-hati Agung mengagkat Tasya, dia membalut tubuh wanita itu dengan selimut yang membuat Tasya terpekik kesakitan, tapi tak ada pilihan lain dia harus membawanya ke rumah sakit.

"Mau kemana Bang"

"Ke rumah sakit, gak usah ngeyel lagi dan liat ini lo luka bakar, kok bisa berpikiran cuma di rumah kayak gini, gila apa lo"

"Jangan, gue gak mau"

"Mau selamatin Bumi? Huh? Gue bakal jeblosin dia ke penjara kalau lo gak mau gue obatin"

Mendengar itu semua Tasya bungkam, dia menahan dirinya di rumah itu bertujuan agar Bumi tak kena masalah, namun jika dia juga menolak pertolongan Agung, Bumi juga akan tetap dalam bahaya.

"Kalau gue mau di obatin, tolong selamatin Bumi ya Bang"

"Ah ntr aja deh di bahas, lagian lo udah parah gini masih selamatin laki-laki sialan itu, ternyata tebakan gue bener kan, asal ngomong doang eh ternyata malah iya"

Tasya menyadari kesalahannya, seharusnya dia bungkam saja tadi, kalau begini kejadiannya kan akan susah.

"Sejak kapan Sya?"

"Haus"

"Sya"

"Haus"

Agung berdecak, dia tau persis jika Tasya mencoba untuk mengalihkan pembicaraan, namun dia tidak ada pilihan Tasya jelas sekali sedang dehidrasi parah.

Dia meletakan Tasya di mobilnya dengan pelan, meletakan kepala gadis itu di pahanya, lalu meminta penjaga unit untuk menyetir ke rumah sakit, ya dia harus berbohong tentang kondisi Tasya kepada lelaki tua itu, agar tak menimbulkan kecurigaan lainnya.

🔺🔻🔺

"The patient burns seriously should be treated more appropriately, and the patient should be hospitalized"

Ucap laki-laki bermata Biru itu, ya yang bisa Agung lakukan hanya mengangguk setuju, tapi walaupun begitu setidaknya dia cukup lega karena kondisi Tasya saat ini sudah lebih baik, dia sudah mendapatkan cairan infus dan pengobatan yang sewajarnya di dapatkan oleh pasien luka bakar.

Agung menatap nanar istri sahabatnya itu, apa yang sebenarnya Bumi lakukan kepada Tasya, hingga dia mendapatkan luka seserius ini, dan kenapa Tasya malah memilih untuk menyembunyikan ini semua di bandingkan harus melaporkan segala tindak kejahatan yang suaminya lakukan, apa ini karena cinta?, Tapi konyol sekali kalau iya.

"Gue tau lo belum gila Sya, tapi kenapa lo sembunyikan semua ini dari semua orang, lo bisa bilang kita, toh lo temen kita juga, gue juga udah anggap lo sahabat gue karena lo istri Bumi"

Namun permintaan Tasya tak mungkin dia tolak, karena memang jika dia menyerang Bumi juga, Tasya akan semakin menderita, yang bisa dia lakukan sekarang adalah menyelamatkan Tasya kala kegilaan Bumi muncul ke permukaan.

Apa yang harus dia lakukan mulai dari sekarang?, apa ini alasan Bumi menikahi Tasya, untuk membalaskan sakit hati Senja terhadapnya?, ya Agung tau yang melenyapkan bukti di TKP itu adalah orang suruhan Bumi, karena bagian dari mereka adalah anak buah dari Ayah Agung sendiri, jadi sedikit banyaknya dia tau proyek besar yang mereka lakukan, bahkan Bumi membayar mereka dengan jumlah uang yang tidak sedikit.

"Kenapa lo selamatin dia dari pidana kalau lo nyiksa dia kayak gini Mi, lo jahat banget asli, gue gak nyangka lo kayak gini Mi"

Ucapnya tidak percaya, karena demi apapun Bumi yang dia kenal adalah pribadi yang baik, walaupun egois terhadap semua orang, tapi tidak dengan Bumi yang tanpa kemanusiaan ini.

Mata gadis itu mengerjap, Agung menghampirinya dengan wajah penuh tanda tanya.

"Kenapa?"

Hanya itu yang keluar dari mulut wanita itu, Agung kembali berdecih tidak percaya, bisa-bisanya gadis di depannya ini menanyakan hal tidak penting seperti itu, menurutnya apa yang harus dia jelaskan?, kenapa dia memilih kata kenapa untuk menjawab sebuah pertanyaan lainnya.

"Apa yang dia lakuin ke lo Sya?"

"Bang...

"Lo cerita aja, gue gak akan lapor polisi"

"Dia guyur gue pakek sower panas, karena gue bilang lo masuk ke rumah dan ketemu gue"

Agung tercekat, jadi semua ini karena dirinya, karena dia Tasya sampai menderita seperti ini.

"Jadi gue mohon jangan libatin diri lo lagi ya, gue gak mau lo terlibat dengan emosi Bumi, dan makasi lo udah bawa gue kesini, tapi tolong sampein ke Bumi yang bawa gue kesini bukan lo tapi petugas...

"Ya, dia udah tau yang anter lo kesini karena petugas yang curiga dengan asap air panas yang berlebihan dari unit kalian, bentar lagi dia dateng dan lo bisa tenang, gue gak akan pulang sampe gue rasa semuanya udah aman, lo ngerti?"

"Bang please"

"Gue gak di sini, di luar, mulai hari ini gue bakal jagain lo, gue gak bakal membuat posisi lo sulit, hanya jika nanti Bumi nyakitin lo, ada gue yang bisa ngobatin lo, lo paham kan maksud gue?"

Tasya mengangguk, dan ya laki-laki itu keluar dengan senyuman, setidaknya dia bisa memantau Tasya walaupun dari jauh, karena jika dia lengah sedikit saja Bumi akan melakukan hal gila lainnya.

Dan benar saja, dari ujung lorong itu, Agung melihat Bumi yang berlari dengan panik, entah dia takut Tasya kenapa-napa atau takut kejahatannya terbongkar.

Bumi memasuki ruangan yang sudah suster instruksikan, ya dia melihat Tasya terlelap dengan infus dan alat bantu oksigen yang terpasang menitupi hidung dan mulutnya.

Dia tercekat kala memperhatikan kondisi Tasya yang penuh dengan perban, kenapa dia tak berfikir untuk membawa Tasya ke rumah sakit juga untuk mengobatinya, luka bakar ini akan membekas, dia harus mencari klinik kecantikan untuk Tasya, setidaknya menghilangkan sedikit bekas luka ini agar orang tua mereka tidak curiga.

"Sialan, ngerepotin gue aja lo"