Chereads / BUMI UNTUK TASYA (Sequel Sekala Senja) / Chapter 19 - sembilan belas

Chapter 19 - sembilan belas

Jakarta.

Rose mengemut pipi Sunny gemas, ya dia berada di salah satu cafe yang ada di bilangan sudirman, awalnya sih pengen ngobrolin tentang rencana lamaran Rose dan Riki cuma laki-laki gembil itu terjebak dengan roda kempesnya di tol antah berantah.

"Baba ya Allah"

"Udah biarin kali Sen, toh anak lo gak punya kelainan kayak lo juga" ucap Rose sambil meminum jus jeruknya.

"Iya cuma lo gak liat itu di cekokin kopi"

"Astaga iya Sen, Laki lo bikin hypertensi ya"

"Tau bete banget gue"

Bintang kalau disatuin sama Elang itu udah susah banget misahinnya, kadang apapun yang Senja bilang hanya masuk kuping kanan trus keluar kuping kiri, yang lebih parahnya ya dianggurin aja gitu.

Terus ni ya dari kecil udah dikenalin latte, kan ribet ya anak bayi kalau udah minum kopi suka detak jantungnya gak beraturan, jadi cranky kalau malam.

"Lo rencana nikahnya kapan sih Rose?"

"Akhir taun, sekalian ntar katanya dia mau liburan ke London, ketemu Bumi"

"Oh"

"Eh Sen, lo gak penasaran kabar Bumi sama Tasya?"

"Tasy... Awwwhh"

"Senja"

Teriak histeris Rose cukup membuat Elang terkejut, pasalnya Senja terlihat kesakitan entah karena apapun itu, yang jelas ada hubungannya dengan satu nama yang baru saja Rose katakan, Tasya.

"Kenapa Mi?, Bini gue kenapa Rose lo apain sih?"

"Heh, kok nyalahin gue, ya mana gue tau bini lo kenapa ya"

Tapi ada yang aneh untuknya, kenapa satu nama itu menjadi alasan yang membuatnya merasakan sakit, memang ada apa dengan nama itu.

"Ba"

"Hmm? Mau balik aja?" Ucap Elang panik.

"Heh, gue ajak kesini tu ya buat bantuin gue ya El, ini lo malah ajak bini lo pulang gimana sih" omel Rose kesal.

"Ya lo gak liat bini gue sampe sakit kepala kayak gini, o gue tau itu pasti karena dia tertekan punya temen kayak lo kan, emang lo banyak minta banget sih, bisa ka..

"Stop" teriak Senja kesal.

Dua manusia itu bahkan tak bisa membaca situasi jika Senja butuh yang namanya ketenangan sedikit saja, malah sibuk adu argument yang gak penting sama sekali.

"Kalian bisa diem gak sih, tambah pusing gue yang ada"

Ya sepertinya ya cuma Senja yang bisa buat dua manusia yang bak kucing dan anjing itu diam seketika.

"Tasya siapa?"

Tak hanya Senja, Elang dan Rose pun cukup di buat kebingungan dengan pertanyaan Senja, kenapa tiba-tiba dia menanyakan siapa Tasya?, Senja lupa apa bagaimana?.

"Maksud lo apaan dah Sen?" Rose mengerutkan keningnya.

"Ya gue nanya Tanya Tasya itu siapa?" Tanya Senja lagi.

"No way Senja, oke lo lupa ingatan, tapi Bumi lo gak lupa, Tasya malah lo lupa" Rose menatap Senja dan Elang secara bergantian.

"Gue pusing aja kalau denger nama dia, soalnya nama terakhir yang gue denger itu ya Tasya"

"Maksud lo Sen?"

🔺🔻🔺

London.

"The patient's condition is unstable, so please press the emergency button if anything happens"

"Oke, thank you dokter"

Tangannya bergetar, bahkan Bumi tak bisa berdiri dengan baik saat ini, kala tadi dia melihat Tasya terkulai lemas di genggaman kerasnya pada lengan yang penuh luka bakar itu.

Ya bodohnya dia lupa dengan itu semua, mengedepankan emosinya tanpa memikirkan dampak buruk yang terjadi dengan Tasya.

Beruntung, dia tak terkena masalah dari bekas remasan itu, alibi yang kuat darinya cukup membuat dokter paruh baya itu percaya.

"Apa yang salah sama gue, kenapa sebenci ini gue sama lo Sya, kenapa gue gak bisa hentiin diri gue buat nyiksa lo, kenapa?"

Bumi meremas rambutnya kuat, dia bahkan tak paham sedikitpun tentang keadaan ini, rasa kesalnya di luar pun selalu Bumi lampiaskan kepada Tasya, kadang di waktu yang tak tepat dia menjadikan Tasya bak budak yang bisa dia perlakukan seenaknya.

Gawainya kembali berdering, ada nama Elang di sana, ini adalah kali pertama laki-laki itu menghubunginya setelah apa yang pernah dia katakan sebelum dia memutuskan untuk balik ke London dan membawa Tasya bersamanya.

"Hal...

"Bilang gue kalau lo udah hancurin TKP buat ngilangin barang bukti" ujar Elang di seberang panggilan.

Bumi terdiam, dari mana Elang tau tentang semua hal gila itu.

"Kenapa diem lo?, kalau lo nyelamatin Tasya dan lo lupa cewe sialan itu udah nyakitin istri gue, lo egois banget Mi"

Elang tak membiarkan Bumi menjawab apapun perkataannya, lelaki itu mematikan panggilannya dan meninggalkan Bumi dengan segala hal yang membuat hatinya terbakar amarah.

Bumi dalam bahaya?, atau Tasya yang dalam bahaya?, ini juga karena ulahnya dia tidak bisa untuk lepas tangan begitu saja, karena jika Tasya masuk penjara, Mama dan Papa nya akan mengecam dirinya dan wanita itu pastinya nanti.

"Sial"

Dia menelphone semua orang suruhannya dengan marah, kenapa hal seperti itu bisa bocor bahkan kepada Elang sekalipun, ini adalah hal yang harusnya mereka sembunyikan rapat-rapat.

"Tolol"

Bumi berteriak marah, ini bisa saja membuat situasinya menjadi runyam, bahkan Tasya juga belum membaik kondisinya, ditambah lagi Elang tau semua hal yang sudah dia sembunyikan rapat-rapat.

"Lo urus semuanya, gue gak mau tau, gue akan siapin dana berapun, asal Tasya gak ketangkep sama polisi lo ngerti?"

Lalu apa arti ini semua?, jika hanya kebencian yang ada dalam dirinya, kenapa Bumi harus repot dengan semua ini, seharusnya dia membiarkan Elang menjebloskan wanita gila itu ke dalam penjara, tapi apa yang dia lakukan sekarang, malah membiarkan Tasya bebas dan malah membantunya untuk melarikan diri.

"Mi"

"Apa lagi sih sialan"

Tasya yang baru bangunpun dibuat kebingungan, sumpah kali ini dia tak lagi bisa menahan air matanya, apakah semua hal tentangnya hanyalah sebuah pembangkit emosi untuk Bumi.

"Diam"

Dia berteriak, meninggalkan Tasya sendirian dalam ruangannya, sumpah demi apapun Bumi tak mau lagi semua amarahnya menghancurkan keadaan dirinya dan Tasya, rasanya sudah cukup untuk hari ini, Dia bahkan sudah sangat keterlaluan.

"Loh Mi, lo ngapain di sini?"

"Gung? Lo ngapain?"

"Biasa, asam lambung biasa gak bisa ngekos"

"Makanya punya istri dong lo biar ada yang ngurus, kayak gue kan enak ada yang ngurus ada yang masakin"

Agung tersenyum miring, Bumi sepolos itu, kebohongan ini begitu dia bungkus dapat dengan drama, bahkan dia tidak tau, orang yang membawa Tasya ke rumah sakit adalah dirinya.

"Lo kira gue bego?"

"Maksud lo Gung?"

"Ah gak, trus lo ngapain di sini Mi?, Tasya mana? Perasaan tiap ketemu sama lo gue gak pernah ketemu Tasya dah, ajakin kali dia keluar, jangan lo siksa mulu"

Bumi terdiam, mencerna arti dari perkataan Agung kepadanya.