Chereads / Bahagia yang Ringan / Chapter 7 - Keunikan Hati 3

Chapter 7 - Keunikan Hati 3

Sans jenuh. Dia menyandarkan punggung pada dinding luar ruang guru. Kegiatan rutinnya setelah penyelenggaraan ujian tengah semester atau ujian akhir semester usai. Bukan karena dirinya dikenai sanksi atau remidial hasil ujian tetapi karena pengawal setia yang ceroboh dalam memaknai mata pelajaran.

Ada dua makhluk yang membuat Sans berlapang dada untuk menunggu. Seorang gadis yang namanya selalu berputar dalam kehidupannya. Bahkan dia akan menandatangani kontrak tanpa bayar jika itu demi untuk penantian tak berujung. Seorang lagi pemuda pengawal tengil yang telah menjadi karibnya sejak belia.

Beberapa kali sudut mata tajamnya mengintip penunjuk digital dalam pergelangan tangannya. Beberapa kali pula dia menghela napas lelah.

Beberapa saat kemudian, pintu ruang guru bergeser. Nyaring decitan membuat Sans tertampar dari lamunan.

Sans menyambut sosok yang menyembul dari balik pintu. Sosok tinggi tegap yang melingkarkan ransel besar pada sebelah lengan dan menjinjing tumpukan kain bersih dalam telapak tangannya. Sosok pirang berantakan dengan mata merana. Penampakan sosok yang perilakunya sukses menghasut si pendiam Sans untuk berceramah panjang lebar.

Sans melipat kedua lengannya. "Bagaimana? Jangan sampai kamu mengulang ujian remidi dengan remidi!"

Prada menyeringai. "Jangan banyak omong. Lagipula kenapa kamu di sini?"

"Lupa dengan tugas mengawal tuan muda?" sindirnya kejam.

Prada mendelik emosi. "Dan ada yang amnesia juga kalau satu bulan terakhir selalu menendang pengawal tampan ini dari kemudi di tepi jalan. Catat, ya! Tepi jalan bukan di tempat pemberhentian bis."

Sans membalas tatapan marah Prada. "Anak buah sudah berani menyalahkan majikan?"

Prada melanjutkan kekesalannya. "Kamu pikir ada bis yang mau berhenti di sembarang tempat. Kenapa pengawal kece ini tidak di buang ke hutan sekalian?"

Sans memijit pelipisnya yang nyeri. "Terserah!" balasnya, "Ayo, pulang!"

Tumit Prada berayun satu kali mundur. "Pulang? Enak saja! Pulang sendiri sana bersama orang yang telah menanti di SPBU belakang sekolah!"

"Dia ada ekskul."

Prada memamerkan lipatan bahan putih dalam genggamannya. "Aku juga ada latihan! Sudah berapa lama kita bersama?Kau tak juga memahami kehidupanku. Kau terlalu. Sungguh terlalu!!!"

Kepalan tangan Sans terasa gatal ingin mendarat di ubun-ubun kepala pirang. Bibir tipis warna madu itu mulai lagi berdrama ria.

Deheman palsu menahan perseteruan kata dua pemuda beda warna mata itu. Pengajar bahasa asing telah bertolak pinggang di antara keduanya.

Sans menata perilakunya. Tubuhnya membungkuk ringan memberi salam.

Pengajar bahasa asing tersenyum tipis menanggapi. "Jangan membuat gaduh di sini!" pintanya

Prada menggaruk tengkuknya. "Maaf, Mister Irvance! Kami akan segera pergi!"

Mr Irvance menahan langkah Prada sebelum dia sempat melangkah bersama Sans.

Prada berpaling pada pengajar bahasa asing.

"Tolong diingat! Siapkan mental menerima kado dari saya jika ujian remidi ini nilainya belum memenuhi standar penilaian kami."

Prada mengagguk kaku sebelum meminta izin undur dari dari beliau dan menyeret Sans bersamanya.

Mereka menghela napas panjang sepanjang lorong lantai pertama.

Sans mengawali, "Sebenarnya, aku hanya ingin mendengar penjelasan tentang ceritamu di kelas tadi."

Prada mengangguk. "Aku tidak tahu dari mana gadis itu tahu. Ini harus dihentikan sebelum seluruh sekolaj mengetahui dan masalah semakin runyam."

"Sebenarnya siapa dia?"

Prada mengamati petak demi petak lantai marmer yang dia pijak. "Dia bukan gadis populer jadi kamu tidak akan mengenalnya. Dia hanya gadis biasa berkacamata dan selalu muncul tiba-tiba."

Sans mengernyit. "Maksudku namanya."

Percakapan mereka terjeda otak Prada yang sedang berputar. Sepertinya ada sebuah kata yang ingin dia panggil dalam ingatannya.

"Kau tahu namanya, kan?" desak Sans.

Prada mengangguk ragu. "Iya tapi ... dia bilang namanya Han...."

"Han? Hani?"

Prada menggeleng.

"Handoko?"

Sepasang mata biru membola. "Gadis! Dia gadis bukan bapak-bapak!"

Sans menyapu parasnya dengan telapak kanan.

Prada masih menggali memori otaknya. "Han ... Hannoman?"

Sans menahan langkahnya. "Pengawal gila! Katanya dia gadis bukan pula seorang pria. Sekarang malah nama primata."

Prada menggoyang kepalanya yang payah. "Aku lupa namanya tapi ingat di mana letak hidungnya. Aku akan mengurusnya!"

Sans meraba dahi Prada. Ternyata lebih hangat dari ketiak gorila. Mungkin otaknya mengalami hubungan pendek yang menyebabkan komponen di dalamnya berasap.

***