Joshua sangat menikmati makanannya saat itu. Sebelum-sebelumnya ia tidak pernah pergi ke pasar malam ataupun tempat ramai lainnya, yang sangat tidak pas sekali, bila di datangi sendirian.
Dahulu, saat kecil orang tuanya hanya pernah mengajaknya Joshua pergi ke taman hiburan mewah. Saat itu, mereka menaiki wahana perahu air lalu membeli sebuah gula kapas. Namun, sejak ibunya memutuskan untuk bekerja.
Mereka tidak ada lagi yang berliburan keluarga atau sekedar tamasya. Tetapi nasib baik berpihak padanya hari ini.
Joshua bahkan tahu ada festival pun, gegara ia tidak sengaja menginjak poster yang membuat senyumnya merekah sempurna ketika bertepatan dengan nama seseorang yang muncul di kepalanya.
Jelas, ia sudah punya target untuk mengajak seseorang kemari. Beginilah buktinya, ia menikmati momen festival ini dengan nyaman dan menyenangkan. Bersama Zefa si cantik jelita yang kebanyakan diam serta gugup.
Setelah Joshua menghabiskan gula kapasnya. Ia kemudian memperhatikan Zefa yang menatap salah satu wahana. Joshua bahkan harus berpikir keras, hanya agar Zefa menikmati setiap momen bersamanya saat ini.
Begitupun dengan Zefa yang memusatkan atensinya kembali kepada Joshua. Pria itu melamun, hanya karena memikirkan cara agar ia bisa naik wahana tersebut bersama dengan Zefa, tanpa harus menawari wanita yang bisa saja menolaknya karena gengsi itu.
Sedangkan wanita yang Joshua pikirkan, malah terpaku diam ketika menangkap sisa gula kapas yang berada di sudut mulut Joshua. Entah setan apa yang berada bersama keduanya.
Zefa malah spontan menarik sapu tangan dari dalam tas selempang lila nya, kemudian membersihkan sudut sembir Joshua, yang spontan terlonjak kaget.
Maniknya membulat dengan sempurna. Ketika dunia terasa melambat bagi seseorang bernama Joshua, ia spontan menoleh ke arah Zefa dengan ulasan senyum manisnya ketika mengusap bibir lembut.
Pikiran keduanya benar-benar melayang tak menentu. Termasuk Zefa yang berfokus pada leher kekar Joshua yang mengingatkannya kepada idol favoritnya.
Zefa bahkan sponta menelan ludahnya ketika ia terpenjara di monolit cokelat Joshua yang menatapnya intens.
"Joshua!" teriak seseorang. Keduanya pun spontan menoleh pada sumber suara yang melambai dari kejauhan.
Fokus keduanya menjadi buyar, mereka berdeham serempak sebab rasanya sangat canggung. Mereka bahkan saling mengedarkan pandangan untuk mengenyahkan momen yang baru saja tertangkap tanpa sengaja.
Joshua bahkan berdecak, ketika seseorang yang telah mengganggunya itu cengengesan sembari menggandeng seorang wanita cantik. "Wah gila! Ketemu kamu di sini. Sama Zefa pula. Astaga, tidak di sangka-sangka," ucap Ari.
"Kami cuma kebetulan lewat lalu mangkir," balas Joshua. Keduanya pun beradu tos dengan gembira, meski Zefa malah menaikan satu alisnya tidak mengerti.
Apa yang di maksud dengan kebetulan?
Jelas-jelas, Joshua yang memaksa dirinya untuk ikut kemari. Jika Joshua gengsi atau semacamnya. Hanya karena bersama dengan dirinya. Tentu saja, hal tersebut tidak bisa di terima oleh Zefa.
"Dia siapa?" tanya Joshua kepada Ari.
"Hoiya lupa belum dikenalin, dia namanya Aura, aku nemu di jalanan," jawab Ari.
"Hah? Nemu?" tanya Zefa dan Joshua serempak. Mereka saling bertukar pandangan sejemang. Sebab Aura langsung memperkenalkan diri.
"Halo salam kenal," sapa Aura. Ia tersenyum manis ketika menjulurkan lengan kepada Joshua dan Zefa.
Padahal wanita ini tengah keheranan dengan kata 'Nemu' Joshua dan temannya memang aneh-aneh. Termasuk saat Joshua menyikut lengan Zefa, sebab ia belum menyambut lengan Aura.
Zefa merasa... Ada yang aneh dengan wanita tersebut.
Untung saja, Joshua yang mencoba untuk memahami Zefa itu, dengan cekatan menyambar lengan Aura dan memperkenalkan dirinya dengan Zefa.
"Eh gimana kalau kita main sama-sama, mumpung ketemu, dan sekalian perkenalkan," ajak Aura bersemangat. Ia menggandeng erat tangan Ari. Tatkala Zefa memperhatikan hal tersebut.
"Kamu mau main by?" tanya Ari kepada Aura. Aura tersenyum dan hanya mengganggukkan kepalanya dengan mesranya.
Melihat pemandangan di depan Zefa yang cukup membuat suasana menjadi lebih canggung antara dirinya dengan Joshua. Ia merasa aneh di sini. Pemandangan macam apa yang membakar jiwa seperti ini?
Zefa tidak pernah berpacaran dan belum berpengalaman dalam soal usap mengusap, seperti yang Ari lakukan pada rambut Aura. Apalagi, Zefa melihat ada sebuah ketidaknyamanan terselip di antara keduanya.
"Ayo main," ajak Ari pun, pada akhirnya.
"Main apa?" tanya Joshua. Zefa masih belum ingin membuka mulutnya. Dia sedari tadi ingin naik komedi komedi putar, namun terserah Joshua saja kemana-mana nya.
Walaupun pergerakan tubuh memang terkadang tidak bisa berbohong. Atensi Zefa terus saja memandang ke arah wahana yang membuat Aura pun mengikuti atensi Zefa.
Menyeringai samar sebab Zefa terlihat manis sekali dalam diamnya. "By ayo main itu," ajak Aura.
Ia menunjuk komedi PU ar yang membuat Zefa membelalak. Binaran matanya terpancar dengan jelas sehingga ia sponyan meremat jaket Joshua dan menggemingnya sewot. "Iya! Ayo main itu Joshua!" ucapnya bersemangat.
Masa bodoh dengan gengsi. Zefa selalu menjadi berani jika sudah ada yang mendahuluinya. Apalagi, semburat senyum samar yang Joshua pancarkan pun, membuat ia mengerakkan torso agar Zefa jalan terlebih dahulu.
Melihat betapa gembiranya Zefa. Joshua juga ikut bersemangat saat menatap kuda yang berjajar di komedi putar. Zefa bahkan terlalu antusias akan hal ini, ia menaiki kuda berwarna kuning dan ia tidak tahu kalau Joshua tidak ikut bersamanya.
Joshua hanya berdiri di luar area komedi putar, serta iseng dengan merogoh saku jeans hitam tersebut. Mengeluarkan ponsel dan memencet icon kamera untuk mengabadikan senyum yang terlukis di wajah Zefa.
Zefa lantas mengedarkan pandangan kepada Joshua yang ia dapati, tengah melipat lengannya di depan dada. Rasa malu pun mulai menyeruak kembali ketika Joshua terus memandangi dirinya.
Selang beberapa menit kemudian. Permainan pun akhirnya selesai. Mereka berempat kembali berkumpul dan mulai membahas tentang wahana apa lagi yang selanjutnya harus di naiki.
Di saat itu, Zefa kembali menjadi bongkahan es batu dan hanya memperhatikan apa yang Joshua, Ari dan Aura perbincangkan. Zefa merasa hanya dirinya, yang merasa kerdil di sini.
Berjalan bersama dengan para senior, merupakan sesuatu yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya.
"Apa kalian yakin di sana akan baik-baik saja?" tanya Joshua kepada Ari dan Aura.
"Iya. Dari apa yang kudengar, jika sepasang kekasih atau pasangan ke sana hubungan mereka bakalan awet," papar Aura.
'Mana ada cerita yang seperti itu, kak Aura sangat naif sekali' batin Zefa. Ia yang tidak kut berkecimpung dalam obrolan itu, hanya bisa bergumam dalam hati.
Menumpahkan semua kekesalan karena Zefa tidak punya teman untuk mengobrol. Joshua bahkan tidak cocok sekali dalam menganyomi dan memimpin sebuah kelompok, sebab dia hanya asik sendirian saja.
Joshua pun hanya menganguk-angguk singkat. Setengah percaya dan tidak, bercampur aduk menjadi satu. "Kita harus ke sana Zefa," ucap Joshua gamblang.
Sontak saja, hal tersebut, membuat Zefa pun menunjuk dirinya sendiri. Apa yang merasuki Joshua hingga mempercayai apa yang Aura katakan tanpa memikirkannya terlebih dahulu?
Bahkan, Zefa yang terperangah, tidak di beri kesempatan untuk berprotes, selain harus ikut dengan mereka. Lagi-lagi tidak menyangka jika dirinya akan melakukan hal koyol bersama dengan senior terkenal akan dinginnya.
Apalagi, acara nemasang gembok di tembok cinta ini telah berhasil membuat Zefa tertegun. Banyak yang sudah memasang benda tersebut dengan menghamburkan banyak uang. Ia juga awalnya berencana untuk tidak ikut memasang.
Namun, Joshua yang beberapa manit lalu pamit untuk pergi dan kembali dengan membawa sepasang gembok yang berbentuk hati. Benar-benar membuat Zefa pusing.
"Pasang gih," ucap Joshua. Ia menyodorkan gembok merah mudah tersebut kepada Zefa.
"Tidak, kakak saja, tidak ada nama yang mau aku kunci di sini," sahut Zefa.
"Apa yang kau bicarakan, tentu saja tulis namaku. Cepat."
To Be Continued...