Senja kini berganti malam. Setiap insan kembali pulang ke peraduannya. Bulan pun tak ingin berdiam diri di dalam gelapnya malam, sinarnya kini menyinari bumi petang dengan indahnya. Menenangkan hati setiap insan, menularkan senyuman atau bahkan kesedihan kerana perihal yang telah dilaluinya.
Ardhan melipat sajadahnya, ketika Ibunya memanggil.
"Dhan, bantuin Bapak bereskan dagangan yah? Ibu pulang dulu soalnya udah kebelet," pinta Ibu Sakinah seraya terbirit ke kamar mandi.
"Baik, Bu!" jawab Ardhan dan segera ke tempat Bapaknya berjualan. Tidak butuh sepuluh menit untuk sampai ke tempat jualan Bapak Ardhan. Karena memang perempatan yang buat dagang lumayan dekat dengan jarak rumahnya. Ardhan segera membantu Bapaknya beberes dan segera pulang. Sesampainya di rumah, Bapak Ardhan membersihkan diri, sholat dan makan malam bersama keluarganya.
"Adik kamu mana, Dhan?" tanya Bapak Barata pada anaknya.
" Di kamar, Pak. Tadi abis main terus ke kamar," ucap Ardhan seraya memakan santapan malamnya.
"Panggilkan adikmu untuk makan, Dhan," titah Barata pada Ardhan.
"Baik, Pak!" Ardhan segera memanggil Ahsan untuk bergabung makan malam bersama.
Namun, yang dilihat Ardhan, Ahsan sudah tertidur dengan posisi masih memegang ponsel. Ardhan menghela napas dan merasa kasihan. Niat hati Ardhan mau membenarkan posisi Ahsan yang tidak karuan. Namun tiba-tiba Ardhan merasa aneh dengan ponsel Ahsan yang diraihnya. Saat dia membalik ponselnya, ternyata masih memperlihatkan game yang masih on di layar hapenya. Ardhan sadar ternyata adiknya pura-pura tidur.
Dengan segera Ardhan mengunci layar ponsel Ahsan lalu memasukkannya ke dalam saku celana.
" Oh, kasihan adikku pasti capek seharian ini sekolah dan main. Ya sudah bobok yang pules ya, Dek?" ucap Ardhan terdengar selembut mungkin yang sudah pasti hanya dibuat-buat. Tentu saja Ardhan hanya meneruskan akting adiknya yang pura-pura tidur itu.
Ardhan keluar dari kamar dengan perlahan dan menutup pintu dengan tidak bersuara. Dan benar saja tak lama kemudian Ahsan berteriak memanggil Ardhan karena sadar ponselnya tak lagi di kamarnya. Ardhan terkikik geli karena mengerjai adiknya. 'salah siapa kok mau bohongin kakak, sorry ya kakak bukan anak kecil yang bisa dibohongi' gumam Ardhan pada dirinya sendiri.
"Sudah dipanggil Dhan, adikmu?" tanya Barata saat Ardhan mendudukan bokongnya dikursi makan.
"Sudah, Pak. Bentar lagi juga kesini, Pak," jawab Ardhan dengan masih terkikik geli. Membayangkan wajah kesal adiknya, entah kenapa membuatnya sangat senang.
Tak lama Ahsan datang dan langsung duduk dengan wajah merengut. Ahsan melirik kakaknya dengan kesal. Dan Ardhan tetap cekikikan, tapi tak berani tertawa lantang karena sekarang mereka sedang berada di meja makan.
"Kamu kenapa, Dhan? Senyam senyum gak jelas gitu?" tanya Sakinah.
"Hahahaaha..." Akhirnya tawa Ardhan pecah juga. Dan semakin membuat kesal adiknya. Ahsan hanya melirik tidak senang.
"Ya Allah, Ibu. Coba deh liat muka Ahsan. Lucu banget kan? Hahahhaa," masih dengan tawa, Ardhan menjawab ibunya.
"Ibu.. Kak Ardhan ambil ponsel Ahsan, Bu," adu Ahsan pada ibunya.
"Ahsan.. Ardhan. Makan dulu. Bercandanya nanti lagi. Gak baik bercanda di depan makanan," tegur Barata kemudian.
"Iya, Pak," jawab Ardhan dan Ahsan bersamaan.
Selesai makan malam keluarga Barata menonton televisi sejenak. Sembari berbincang ringan antar orang tua dan anak-anak. Barata selalu mengajak kedua anaknya untuk menjalin kedekatan, kenyamanan diantara kedua anak-anaknya.
Sekedar berbincang tentang kehidupan sekolah, Guru yang terkadang menurut Ardhan aneh atau mungkin sekedar membicarakan keseruan sekolah Ahsan yang masih dini itu. Sesekali mereka tertawa tentang kekonyolan Ahsan yang menjawab salah pertanyaan dari gurunya. Atau saat Ahsan kebelet pup saat pembelajaran tengah dimulai. Apalagi cerita Ardhan tentang Ahsan yang pura-pura tidur saat main game tadi. Hingga akhirnya ponsel Ahsan kembali dengan selamat.
Sakinah dan Barata selalu senang bercengkrama dengan kedua anaknya. Mereka adalah pelipur lara penyembuh lelah saat seharian penat bekerja.
Malam kian larut. Semua orang kembali kekamarnya. Ardhan berbaring menatap langit-langit di kamarnya. Karena belum mengantuk, Ardhan meraih ponselnya diatas nakas. Lalu Men-scroll nama yang hari ini memenuhi pikirannya. Anaya.
Setelah berhenti pada nama yang dicarinya, Ardhan segera menekan aplikasi perpesanan berwarna hijau.
Me: Ting tong!
Ardhan berdebar menunggu balasan dari yang empunya. Rasanya seperti sedang menunggu hasil ujian akhir yang tak kunjung muncul pengumumannya. Apakah gadis nya sudah tidur? Ataukah dia tidak mau berbalas pesan dengannya? Pikiran Ardhan berkecamuk.
Seolah menyesal kenapa harus gegabah menghubunginya lebih dulu. Dan apa tadi? Gadisnya? Dia bukan siapa-siapa Ardhan? Kamu baru berkenalan juga tadi siang. Jangan berharap terlalu jauh. Mungkin saja dia sudah punya pacar. Atau mungkin dia gak mau jadi pacarmu. Ah... Apa-apaan si Ardhan ini. Kenapa mikirnya udah jauh banget. Halu gak si. Ngayal banget.
Ardhan tersenyum bodoh sambil menggeleng-geleng kepala, heran dengan pikiran yang baru saja muncul di otaknya.
Ardhan pasrah dan tidak mau terlalu berharap. Kembali dia letakkan ponselnya diatas nakas. Saat mulai memejamkan mata, tiba-tiba terdengar notifikasi dari ponselnya.
"Trrriiinggg..."
Secepat kilat Ardhan meraih ponselnya dan membukanya. Dan seketika berdiri sambil berjingkrak-jingkrak tak karuan. Seakan baru mendapatkan pesan hadiah. Ardhan bahagia karena pesannya dibalas oleh Anaya. Ardhan mengatur nafasnya yang sudah ngos-ngosan seperti habis lari marathon. Setelah dirasa cukup tenang perlahan dia membaca balasan dari Anaya.
"Maaf tidak menerima tamu malam-malam," balas Anaya dengan diakhiri emoticon ' rolling stone' alias melet.
Ardhan senyum-senyum tidak jelas. Segera Ardhan membalas pesan Anaya.
Me: Kalo gitu chatting aja ya :)
Anaya: Kenapa? Gak bisa tidur?
Me : Kok tahu? Kamu peramal ya?
Anaya: Lah kok ? kamu Dilan?
Me: Kok Dilan? gue Fahri. :D
Anaya: Oh kirain. Fahri, gimana kabar Aisyah?
Me: Aisyahnya hilang.
Anaya: Kok bisa?
Me: Iya dia pergi tapi udah balik lagi. Soalnya naik motornya lupa jadi jatuh. :D
Anaya: Hahaha.
Me: Jangan ketawa. Ketawamu cantik.
Anaya: Kamu mirip Dilan
Me: Kamu suka Dilan?
Anaya : Maybe yes, maybe no!
Me: Kalo aku yang jadi Dilannya? Suka?
Anaya: (berpikir keras)
Me : Hahahaha. Just Kidd
Anaya : I know :D
Me: Gak tidur?
Anaya : Kan diajak chatting
Me: Wkwkwk. Besok istirahat ngantin bareng ya.
Anaya: Oke. Jangan minta jajanin ya. :D
Me : Its oke. Gue bukan pemalak kok wkwkwk
Anaya : Just kidd :D
Cukup lama keduanya berbalas pesan. Hingga hampir tengah malam keduanya selesai. Itupun karena Anaya tak membalas pesan karena sepertinya gadis itu ketiduran. Ardhan tersenyum senang. Seolah Tuhan berpihak dengannya hingga mudah rasanya pendekatan dengan Anaya. Meski ngobrol hal-hal sepele nyatanya Anaya gadis yang bisa mengimbangi percakapan Ardhan. Nah, kan. Benar yang diperkirakan oleh Ardhan. Sepertinya Anaya gadis yang enak diajak berteman.
Entahlah. Ardhan juga belum terlalu dekat dengannya. Karena memang baru kenal dan belum genap sehari. Ardhan mulai memejamkam matanya. Dengan senyum menghiasi bibirnya, berharap malam ini akan menjadi mimpi indah dalam tidurnya. Berharap hari esok lebih baik dan lebih indah dari hari-hari sebelumnya.