Pintu ditutup Bella dengan keras dan membuat pak Hendi terperanjat dan ditertawai semua orang.
"Astagfirullah, si Bella cantik-cantik galak amat," ucap pak Hendi sambil mengelus-elus dadanya.
Di sudut bangku, Fira khawatir dengan Asih. Dia tahu kalau pukulan Bara pastinya sakit makanya Asih sampai pingsan.
Fira pun menohokkan wajahnya pada Hasan yang duduk di barisan yang lain tapi juga paling belakang.
Memberikan isyarat, apakah Fira ikut menengok Asih ke UKS atau tetap diam di kelas mengikuti pelajaran.
Hasan menggelengkan kepalanya, berarti dia melarang Fira untuk ke sana. Mungkin karena sudah banyak orang yang keluar kelas, jadinya Fira juga tidak perlu melibatkan dirinya.
Fira pun membalas Hasan dengan anggukan dan kembali fokus ke depan.
"Jadi, tidak ada yang ingin menjawab?" tanya pak Hendi pada semua murid.
Mereka semua tidak berani menatap guru yang selalu tampil kocak itu dan memilih diam dan memalingkan wajah ke arah yang mereka bisa gapai.
"Baiklah kalau begitu bapak akan menyusul mereka dan melaporkan keributan yang sudah terjadi," ancam pak Hendi.
***
Bara kemudian menidurkan Asih ke tempat tidur, setelah teman-temannya membukakan pintu UKS.
Bara khawatir pada Asih, tidak hanya takut kalau ayahnya nanti akan marah pada Bara. Tapi, melihat Asih yang sedang pingsan … dia sangat kasihan.
Ini semua penyebabnya adalah Bara. Kalau saja dia bisa mengontrol pukulannya mungkin Bara tidak akan melayangkan pukulan pada Asih yang tiba-tiba menghadangnya.
"Bar, yakin kita mau panggil Bu Enung?" tanya Hilman terlihat bingung.
Tobi yang berdiri di sampingnya pun, ikut cemas. Kalau sudah berkaitan dengan Bu Enung penjaga UKS, pastinya Bara akan mendapat hukuman dan itu minimal hukuman skorsing.
Dia nantinya akan malu dan orang tuanya pun pasti malu juga karena harus datang ke sekolah.
Hilman dan Tobi selaku teman dan anak buah yang baik pastinya ikut merasakan kecemasan dan kegundahan Bara sekarang.
"Lah, kalau enggak manggil Bu Enung … terus ngapain gue bawa si Asih ke UKS? Hah?" Bara membentak keduanya.
Hilman dan Tobi pun terkekeh, karena yang diucapkan Bara barusan benar adanya. Mereka tidak mungkin hanya memberi perban atau meneteskan alcohol ke bekas tonjokkan di wajah Asih.
Tapi ini soal kesadaran Asih juga, bagaimana kalau dia tidak kunjung sadarkan diri? Pastinya bukan hanya merepotkan, Bara bisa dijerat polisi karena dianggap sudah membunuh sepupunya sendiri dan melukai Alfred.
Bara masih memelototi keduanya. "Kalian nunggu apalagi? Hah?" tanya Bara, kedua temannya itu kebingungan, "cepet panggil Bu Enung, tunggu apalagi?" bentak Bara lagi.
Hilman dan Tobi pun gelagapan, mereka salah tingkah karena takut kembali kena semprot Bara.
"Ba-ba-baik King," jawab keduanya serempak.
Bara mendengus kesal. "Dasar, temen-temen bodoh!"
Saat Hilman dan Tobi akan keluar, mereka berpapasan dengan Bella di ambang pintu.
Tapi keduanya tidak menghiraukan Bella dan bergegas pergi menyusul Bu Enung untuk memeriksa Asih.
Bella pun masuk dan mendekati Bara. Bara masih memandangi Asih, seraya berdoa dalam hati agar Asih kembali sadar.
Dia merasa sangat bersalah, baru kali ini juga Bara menonjok seorang perempuan. Meski tanpa sengaja, tetap saja dia merasa bersalah.
Bara yang sadar ada orang masuk, dan berdiri di sampingnya pun menoleh.
"Bella?" Bara terkejut.
Dia melihat ke belakang dan ke pintu keluar, Bara kira Alfred juga membuntuti pacar baru balikkannya ini. Tapi nyatanya hanya Bella seorang yang datang.
"Ngapain lo ke sini?" tanya Bara ketus.
Bella terlihat tidak enak hati, dia memalingkan wajahnya menatap Asih dan tidak berani memandang Bara.
"Lihat Asihlah, emangnya enggak boleh?" Bella masih menatap Asih dengan iba, perkataannya barusan membuat Bara kesal karena Bellalah alasannya yang membuat Asih jadi terkena pukulan Bara.
"Ini semua gara-gara lo, ya Bell! Kalau lo enggak ikut campur si Asih pasti enggak bakal terkena pukulan gue demi nyelametin lo!" bentak Bara cukup keras dan menggema seisi ruangan sambil menunjuk-nunjuk Bella.
Mata Bella berbinar-binar, kedua mata mereka saling bertemu dan mata Bella harus menerima tuduhan Bara yang menyala-nyala.
Memang benar, kalau saja Bella tidak berusaha melindungi Alfred pastinya Asih tidak akan melindungi Bella juga.
"Ini salah lo Bar, bukan gue. Gue hanya ngelindungi yang harus gue lindungi," jawab Bella samapi seperskian detik setelah ucapannya barusan Bella sendiri kaget.
'Apa yang barusan gue ngomongin?' Hati Bella menyalahkan.
Bara kemudian tersenyum sinis, akhirnya Bella memberikan jawaban hatinya selama ini, pikir Bara.
"Tuhkan, lo selama ini mihak si Alfred kan?" Mata Bara melotot sebagai bentuk penyudutan pada Bella. "Terus lo kemarin-kemarin apaan minta balikkan ke gue, hah? Lagian si Alfred emang pantas dihukum seperti itu sama pukulan gue, biar mampus sekalian!" bara emosi.
Bella hanya menggeleng-gelenggkan kepalanya dan air matanya pun turun begitu saja, dada Bella sungguh sakit.
Segelintir ingatan di kepalanya pun diputar kembali tanpa sengaja. Masa-masa bersama Bara kembali terngiang dalam bayangnya.
Dulu Bara tidak pernah membentak-bentak Bella dan jika melihat Bella menangis pun Bara tidak kuasa dan akan menyeka air mata Bella dan kemudian memeluk perempuan ini.
Tapi sekarang? Jangankan peduli, menatap Bella pun penuh dengan kebencian yang tersirat di matanya yang merah dan dahinya mengerut.
Bella tak kuasa, dia pun berlari keluar sambil menangis bersamaan dengan datangnya pak Hendi dan bu Enung serta Hilman dan juga Tobi.
"Kenapa si Bella?' tanya Tobi berbisik pada Hilman.
"Siapa lagi? Pasti kena bentak si Baralah, lo kayak enggak tahu aja," jawab Hilman.
Tobi pun mengangguk-ngangguk, benar juga pikirnya. Kalau bukan karena si Bara yang selalu bentak-bentak Bella, siapa lagi? Di ruangan juga hanya ada Bara dan Asih yang masih pingsan.
Bara menyamping ketika yang lain datang dan Bu Enung langsung memeriksa kondisi Asih tanpa bertanya apa pun pada Bara karena Hilman dan Tobi sudah menjelaskannya, dia hanya menatap Bara sinis.
"Bara!" bentak pak Hendi, "kamu keterlaluan ya .. sampai kepeleset ninju si Asih, sepupu kamu sendiri. Kalau belum mahir jangan so soan jadi Atlet tinju. Kamu bapak skorsing selama seminggu sama si Alfred. Ngerti? Awas kalau kamu ulangi lagi perbuatanmu, bisa saja kamu dikeluarkan dari sekolah ini. Statusmu yang seorang anak kaya itu enggak bakal ngejamin peruntungan di sekolah, paham?" cerocos pak Hendi dengan raut wajahnya yang memelototi Bara sambil menampilkan ekspresi kemarahan yang membuat Hilman dan Tobi menertawainya diam-diam.
Mereka tahu kalau ucapan dan tindakan pak Hendi hanya sesaat, nanti juga dia lupa dan menganggap semua ini seolah-olah tidak pernah terjadi di sekolah. Keduanya yakin.
Bara hanya mengangguk dan menunduk, dia juga sadar kalau Bara salah karena meninju Asih. Tidak ada niatan Bara untuk melukai seorang perempuan, dia hanya ingin melampiaskan amarahnya saja pada Alfred yang sudah membuat kelas mereka kalah telak.
Bukannya solid di lapangan, tapi Alfred terus saja memancing Bara dan melempar bola seenaknya tanpa mau berbagi dengan teman yang lain.
Bagaimana mereka mau menang sedangkan timnya saja enggak solid, kan? Selain itu juga Alfred menuding emosi Bara tadi juga bukan karena basket saja, melainkan dia emosi karena Bella balikkan lagi dengannya.
Pastinya Bara tidak terima dikata-katai seperti itu, dia tidak merasa begitu meskipun jujur dia benci melihat mereka balikkan karena itu mengingatkan Bara kembali dengan perselingkuhan Bella dan Alfred dulu.
"Asih, Asih, kamu udah sadar, Nak?" tanya bu Enung.