Tentunya, moment dulu tidak akan pernah dilupakan oleh mereka. Waktu itu, di tepi kolam renang yang ada di rumah besar ini … para selir berenang dan menikmati hari mereka bersantai di hari minggu dan mengajak suami mereka—Jajaka Purwa untuk bergabung.
Monika yang tidak terima karena para istri sah tidak diajak pun marah dan mendatangi Gisella.
Monika menampar Gisella di depan selir-selir yang lain sampai dia terpental ke kolam dan saat itu juga berbarengan Jajaka Purwa datang.
Dia langsung membentak Monika dan mengusirnya hari itu juga, dan Monika disuruh meminta maaf pada Gisella di hadapan semua istri Jajaka Purwa.
Tapi, Gisella akan memaafkan Monika jika perempuan yang sudah menamparnya waktu itu mendapat hukuman lain yaitu mengkuteki semua para selir.
Bagaimana Monika tidak darah tinggi? Emosinya membludak tapi tidak bisa dia keluarkan dan hanya bisa dia tahan saja sedangkan Gisella begitu senang karena Jajaka Purwa lebih memihaknya waktu itu.
Itu adalah hari yang sangat terhina bagi Monika, nilai derajatnya yang tinggi seketika anjlok sampai terasa dijadikan keset oleh mereka.
Gisella pun melepas cengkramannya pada tangan Monika dengan kasar dan melambai pada Asih untuk mendekat ke arahnya.
"Asih, kemarilah!" Gisella tidak memperhatikan raut wajah Monika yang sekarang sangat merah padam karenanya.
Dengan ragu, Asih pun melangkah dan mendekati Gisella. Dirangkulnya Asih olehnya dan kemudian mereka pergi meninggalkan Monika yang tidak bisa berbuat apa pun.
Hanya wajahnya yang terlihat seperti udang rebuslah yang terlihat oleh sorotan mata Asih.
Tapi Monika tidak ingin kalah, dia mengikuti mereka berdua yang pergi menuju kamar Asih.
"Hei! Gisella, mau ke mana kamu?" teriak Monika dari belakang, "ini bukan kawasanmu," tambahnya lagi.
"Menyebalkan!" dengus Gisella.
Asih yang berada dalam rangkulannya pun mendongak ke wajahnya yang sama-sama cantik seperti Monika. Bedanya, wajah khas Indonesia sangat tampak di wajah Gisella.
Wajah yang sangat ayu seperti putri-putri kerajaan, begitu lugu dan sangat sulit dipercayai dia sama keras kepalanya dengan Monika.
Terlihat seperti penjahat tanpa perangai jahatnya, jahat yang halus.
"Gisella!" Monika sudah ikut berjalan di samping mereka dan mengoceh tak henti-henti, "Gisella, ka –"
Gisella kembali menghentikan langkahnya.
"Apa kamu berani melarangku menginjakkan kakiku ke sini ketika aku disuruh oleh suamiku sendiri untuk melayaninya di kamarnya? Iya, begitu?" tanya Gisella.
Dia seakan-akan punya kartu As yang langsung dia berikan pada Monika. Monika kalah telak, terlihat dari wajahnya yang syok mendengarnya.
Bagaimana bisa? jajaka Purwa tidak pernah ingin bermalam di kamarnya, dan lebih senang mengunjungi istri-istrinya.
'Apa? Apa aku tidak salah dengar? Bagaimana mungkin si Fir'aun Modern itu bisa menyuruh istri yang lainnya untuk bermalam? Padahal tadi aku sudah menjadi korbannya. Sebegitu serakahnya dia?' gumam Asih di hatinya.
Asih sungguh tidak menyangka, bahkan dia saja baru bisa bebas keluar kamar setelah melayani suaminya itu. Sungguh tidak rasional sekali.
'Hahaha, aku yakin kamu pasti sirik padaku Monika! Kamu juga mudah tersulut emosi dengan alasan palsuku. Suami kita memang mengundangku untuk datang ke kamarnya, tapi sayangnya dia tidak mengajakku untuk bermalam. Dia hanya ingin tahu info-info dari istrinya yang lain. Akulah istri yang dipercayainya untuk mengawasi kalian, bodoh!' Gisella berkata dalam hatinya.
'Apa? Aku tidak percaya ini, kehormatan dia lebih tinggi daripada aku? Aku ini Istri pertama sekaligus istri sahnya, dia?' gumam hati Monika.
Dia pun berhenti mengikuti Gisella dan Asih yang mulai kembali berjalan.
Setelah mereka hilang dari pandangan Monika dan berbelok, Monika setengah menjerit seperti orang gila yang sedang marah.
"Tidak! Mana mungkin bisa seperti ini? Dasar J*L*NG! Awas kau Gisella, kupastikan kamu tahu akibatnya nanti. Akan kubongkar topeng manismu itu, lihat!" ancam Monika di tengah orang yang diancamnya sudah tidak ada.
Dia pun langsung pergi sambil menghentakkan kakinya, sangat kesal sekali.
***
TOK! TOK! TOK!
Bara mengetuk pintu kamar Kirani.
"Siapa?" tanya Kirani dari dalam. Entah sedang apa ibunya malam-malam seperti ini, Bara tahu dia belum tidur karena ini malam minggu.
Biasanya, kalau tidak dikunjungi oleh suaminya … Kirani selalu menghabiskan mala mini sambil nonton film barat (Hollywood) dengan banyaknya cemilan kesukaannya.
"Ma, ini Bara. Bara ingin masuk," ucap Bara menjelaskan maksudnya.
Tidak terdengar jawaban dari Kirani, tapi tidak lama pintu terbuka dan yang membukakaknnya adalah si pemilik kamar itu sendiri.
"Ada apa Sayang? Apa lukamu sakit?" tanya Kirani khawatir sambil meraba-raba wajah Bara kembali.
Takutnya bekas pukulan itu meradang, dia takut jika wajah tampan anehnya akan benyok selamanya. Kalau begitu, tidak ada yang bisa dibanggakan Kirani dari Bara.
Kirani sudah terkenal dengan kedua anak tampannya yang membuat orang lain iri. Melahirkan anak-anak good looking merupakan penghargaan tersendiri bagi seorang ibu.
Seperti menciptakan bibit unggul yang siap bersaing nantinya.
"Tidak Ma, aku hanya ingin tanya," ucap Bara.
Mata Kirani penuh penyelidikkan padanya. Apa yang ingin ditanyakan Bara malam-malam?
"Apa?" tanya Kirani dan melebas tangannya yang tadi meraba-raba –memeriksa waja Bara.
"Kak Adrian ke mana Ma?" tanya Bara langsung ke inti tanpa bertele-tele.
"Bara, ayo masuk dulu ke kamar Mama!" ajak Kirani.
Bara pun tidak pnya alasan untuk menolaknya dan masuk ke kamar ibunya sendiri tanpa berpikir panjang, orang kamar ibunya sendiri kan?
Didudukkannya Bara di kasur Kirani –mereka berdua saling berhadapan satu sama lain.
"Kak Adrian main sama cewek, Ma?" tanya Bara lagi saking penasarannya dia.
Malam minggu enggak ada di rumah dan teman-teman Adrian tidak mengajaknya main, itu sangat membuat Bara curiga.
Jika iya Adrian pergi untuk apel dengan seorang perempuan, Bara tidak masalah, dia pasti sangat gembira. Namun, pastinya juga Bara sangat heran sekali.
Kirani pun tertawa. Menurutnya, wajar kalau Bara cerewet perihal kakak satu-satunya itu. Keduanya sudah seperti Upin dan Ipin yang sangat lengket.
Dari dulu Bara juga suka ingin memakai baju yang selalu sama dengan Adrian dan sering disangka kembar walaupun semua orang sudah dapat menebak, siapa kakaknya dan siapa adiknya.
Usia mereka terpaut cukup jauh, jarak lima tahun sangat bisa dibedakan mana kakak mana adik apalagi Adrian lebih tinggi dari Bara.
"Tahu tuh, katanya mau main sambil mesem-mesem. Kayaknya iya," balas Kirani, "kalau kamu sendiri gimana?"
Ditanyai seperti itu, Bara pun salah tingkah dan menggaruk kepala belakangnya yang terasa tegang, bukan gatal.
"Bara lagi berjuang Ma, doain ya. Hehe." Bara menyeringai pada ibunya, menampakkan ketidakpedean.
Kirani terkejut, setahu Kirani—Bara sudah punya pacar yaitu Bella. Dia belum tahu kalau mereka berdua sudah putus.
"Lah, merjuangin apa lagi? Si Bella?" tanya Kirani heran dan menatap Bara penuh pertanyaan.
Bara sudah tahu kalau reaksi ibunya akan seperti itu. Kirani sangat menyukai Bella karena Bella cantik dan periang, jadi kalau diajak ngobrol juga sangat nyambung apalagi diajak ngobrol tentang fashion dan info-info terkini lainnya.