Yang lainnya pun terkejut, tapi semuanya bersyukur sebab Asih sudah sadar.
Bara pun mendekati Asih, dia sangat senang Asih bisa kembali membuka matanya.
Mereka berdua kemudian saling berpandangan, ada raut wajah kecemasan di wajah Bara sambil tersenyum lebar pada Asih.
'Apa dia mengkhawatirkan aku? Masih punya hati si Bara?' gumam Asih dalam dada dan kemudian membuang wajahnya ke kedua guru yang sedang ada di sana.
"Untunglah kamu sudah sadar, gimana? Kamu masih puyeng atau gimana?" tanya pak Hendi heboh, yang lainnya tertawa melihat reaksi pak Hendi yang lebay.
Asih tersenyum, dia kemudian memegang pipi kirinya yang tadi terkena pukulan tangan Bara. Terasa bengkak dan menjalar sakit ke mata.
Pasti wajah Asih membengkak dan kelihatan aneh. Asih juga khawatir kalau Jajaka Purwa—suaminya marah besar pada Bara.
Bagaimana bisa anak tirinya sendiri meninju ibu tiri mudanya? Entah sang suami memihak Asih atau anaknya, Asih pun masih ragu.
Kalau menurut kelogisan pasti Jajaka Purwa akan marah pada Bara, tapi jika mengukur dari segi Asih adalah orang baru di sana … mungkin tidak akan jadi masalah juga kalau dirinya pun terkena pukulan. Siapa yang akan peduli?
Di tempat lain, tepatnya di toilet perempuan –Bella sedang menangis karena ucapan Bara tadi. Dia duduk di sudut toilet dan menutup wajahnya, merasakan keperihan atas hinaan-hinaan Bara dan emosinya yang selalu meluap pada Bella.
Di tengah ekonomi keluarga Bella yang tidak baik, ditambah Bara yang masih belum bisa memaafkannya, dan ditambah si Alfred yang memanfaatkan kesempitan itu.
Bella seakan tertekan sendirian, tidak ada yang bisa mengerti dirinya.
Mau berbagi cerita dengan temannya pun, Bella tidak bisa. bagaimana mungkin Bella memberitahu kekurangan dirinya sendiri?
Bella takut direndahkan oleh ketiga temannya, apalagi kalau rahasia Bella bocor, pastinya Bella sudah diperlakukan semena-mena oleh yang lain –yang lebih kaya darinya.
Bella tahu diri karena dulu dan bahkan sampai sekarang dia sangat sombong. Apalah jadinya jika semua orang tahu krisis perekonomian Bella nanti?
Semua orang yang bisa berkesempatan balas dendam pun pastinya bisa dengan seenaknya merendahkan Bella dan merundungnya nanti. Bella tidak mau itu terjadi.
"AAAaaaa!" jerit Bella mririp orang depresi.
Kalau Bella sudah tidak logis, mungkin dia akan mencoba mengakhiri hidupnya sendiri.
Sosok Bella yang telrihat ceria, centil dan cerewet ini … tidaklah mirip dengan apa yang ditampakkannya selama ini.
Bella kemudian berdiri, menatap dirinya sendiri di wastafel sambil masih terus menangis.
Tapi, kemudian dia seka air mata yang masih mengalir deras itu dan menatap dirinya penuh ambisi dan dendam.
Bella menyungging senyum sinis.
"Lihat aja lo Bara, gue sekarang enggak akan lagi berharap sama lo! Lo udah nyakitin gue terus, awas lo Bara! Gue akan hancurin lo! Jangan berharap lo bisa sama si Rani, inget itu! A*J*NG!"
***
Bara dan Asih sudah masuk mobil dan bersiap pulang, Asih sesekali masih memegang pipinya yang bengkak itu.
Hati Bara sedari tadi tidak karuan, bagaimana nanti sesudah dia pulang? Emosi ayahnya pastinya akan seperti semburan gunung merapi.
Baru saja dia kemarin membunuh istrinya beserta selingkuhan istrinya, dan masih dirundung rasa marah, anaknya Bara sudah membuat kekacauan apalagi dengan meninju ibu tirinya sendiri.
Bisa-bisa Jajaka Purwa habis-habisan memarahi Bara dan bukan hanya itu saja, dia mungkin bisa melakukan tindakan dan kesewenangan apa saja.
Sebuah kemustahilan kalau Bara sama sekali tidak dihukum. Mampus sudah si Bara ini, dia sendiri terus saja menyalahkan keteledorannya.
Hati Bara sungguh tidak bisa tenang, sangat cemas, menyetir mobil pun sengaja dia pelankan. Tidak seperti biasanya.
"Asih!" panggil Bara memulai pembicaraan.
Asih yang dari tadi acuh pun akhirnya menoleh, dia tahu kalau Bara sedang cemas tapi Asih juga tidak ingin memojokkannya.
Asih tahu kalau Bara tidak sengaja, Asih juga yang salah sudah nekat menghalangi pukulan Bara yang akan melayang pada Alfred dan Bella yang menghalanginya.
Asih kira dengan dia menghalangi Bara seperti itu maka Bara akan terpental? Tidak!
Bahkan Bara tidak punya kontrol hingga pukulannya pun tidak bisa dia cancel dan dengan refleksnya meninju Asih.
"Maafin gue," ucap Bara sambil memalingkan wajahnya ke jalanan.
Asih tercengang, masih sambil memegang pipinya dan menatap Bara yang sekarang sedang salah tingkah. Seolah meminta maaf itu adalah hal yang tidak wajar baginya.
Asih masih diam, rasanya dia tidak mood untuk menjawab permintaan maaf Bara. Tapi dalam hatinya, Asih memaafkan anak tirinya itu.
Tak kunjung mendapat jawaban dari Asih, Bara pun menoleh padanya dengan wajah emosi dan heran melihat Asih sangat cuek dan matanya lurus ke depan.
"Heh!" teriak Bara sampai mengegatkan Asih hingga dia terperanjat, "lo denger nggak sih gue tadi minta maaf? Hah? Jangan so kayak Tuan Putri deh lo, manja banget kena pukulan kecil gituh juga sampe enggak mau ngomong dari tadi." Bara masih melihat Asih dengan sesekali melihat jalanan.
'Dia tulus minta maaf enggak sih? Dasar egosi!' batin Asih mendengus.
"Heh, Asih! lo denger gue ngomong nggak sih?" Bara kembali memprotes.
Asih sekarang balik menatapnya, membuat Bara terkejut mendapat tatapan sinis seperti itu.
"Heh hah heh heh hah heh, namaku Asih! Panggil yang bener!" Asih membentak Bara.
Bara semakin terkejut karena itu, dia pun menelan salivanya, ternyata si Asih kalau marah mirip singa. Nyeremin! Bara pun bergidik, tapi tidak.
Dia tidak boleh kalah dari Asih, enak saja Asih berani bentak-bentak Bara. Asih tidak boleh dibiarkan ngelunjak.
Tapi, saat Bara ingin membalas ucapan Asih –tiba-tiba Asih menangis cengeng, cukup keras dan membuat telinga Bara risih mendengarnya.
"Hiks hiks, haaaa haaa," rengek Asih, "ini tuh sakit tahu! Lihat!" Asih menunjukkan pipinya yang sepertinya bertambah bengkak ke mata.
Bara pun tambah terkejut, Bara tahu itu rasanya memang pasti sakit.
Untung mata Asih terselamatkan karena kalau tidak dia bisa-bisa buta, jelaslah orang pukulan itu sengaja disiapkan untuk si Alfred di tengah emosi Bara memuncak.
Ehhh, si Asih nyelonong so jadi pahlawan … kan enggak etis banget!
"Salah sendiri, so jadi power rangers." Bara menyunggingkan tawa sinisnya.
Ingin sekali Asih memukulnya, tapi dia tidak ingin berurusan dengan Bara lebih lanjut. Asih pun hanya diam dan bersandar ke kaca mobil yang ditutup.
"Asih!" panggil Bara lagi.
"Hmmm?" balas Asih hanya menggeram malas.
Bara ragu untuk mengatakannya, tapi dia harus mengatakan itu agar Bara nantinya selamat.
"Lo mau gue beliin apa? Mau ice cream? Handphone baru? Cokelat sekardus? Atau apa pun itu gue turuti. Lo mau apa, Asih?" tanya Bara sambil mengerlingkan matanya.
Asih menatap Bara aneh, sudah Asih tebak apa maksud dari perkataan Bara tadi.
'Ni anak pasti ada maunya.' Asih bergumam kecil di batinnya.
"Lo mau kan? Free nih, ayo lo mau apa? Mau belanja online sepuasnya, juga boleh? Ayo list permintaan lo ke gue, pasti gue turutin."
Asih pun langsung membenarkan posisi duduknya, dan menatap Bara dengan mata yang membulat lebar.
"Serius?" tanya Asih sumbringah.
Bara pun tersenyum, dalam hatinya dia sangka Asih telah terjebak ke dalam perangkapnya. Jadi, hukuman Bara nanti pun akan lebih ringan.
"Serius! Seorang bara mana mungkin enggak nepati janji." Bara tersenyum menggoda Asih.
"Oke." Senyum Asih dan menatap sekilas ke depan sebelum dia kembali lagi menatap Bara. "Aku ingin pergi dari rumah itu, lepaskan aku dan keluargaku. Bisa?"