Chereads / Suami Butaku / Chapter 9 - Tidak Terbiasa

Chapter 9 - Tidak Terbiasa

Ken tersenyum samar. Cepat-cepat Karina menjauhkan diri.

"Tuan. Anda mencari kesempatan dalam kesempitan," ujar Karina pelan.

Ken sontak saja mengerutkan alisnya. "Mencari kesempatan katamu?" tanyanya memastikan.

Karina mengangguk kecil. "Tentu saja. Anda pasti sengaja kan?" tuduh Karina.

"Kamu ini bodoh atau bagaimana. Kamu tahu kan aku ini tidak bisa melihat. Aku hanya mengikuti instruksi saja," bela Ken. Padahal, dia memang sengaja tadi.

Indry yang melihat keduanya bertengkar hanya bisa geleng-geleng kepala tidak percaya.

"Ya sudah kalau begitu." Karina hanya bisa pasrah.

"Mungkin yang dikatakannya itu benar. Akunya saja yang terlalu berlebihan," batin Karina mempercayai kata Ken.

Tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Kini, pasangan pengantin itu telah berada di kamar mereka yang telah dihias sedemikian rupa. Kamar itu tak lain adalah kamar Ken dulunya.

Mereka akan tinggal di rumah orang tua Ken selama seminggu. Setelah itu baru pindah ke rumah baru mereka yaitu hadiah pernikahan dari Papa Surya.

"Astaga. Kenapa pakai tidak sampai segala sich?" ujar Karina dalam hati. Gadis itu terlihat begitu kesusahan menurunkan resleting gaun pengantinnya yang begitu berat itu.

Karina terlihat bimbang sekali. Ia bingung harus melakukan apa sekarang. Tidak mungkinkan jika dirinya harus tidur dengan terus memakai gaun pengantin?

Diliriknya sosok Ken yang terlihat tengah membuka pakaiannya.

"Argh," jerit Karina kaget. Ia langsung menutup wajahnya dengan tangannya.

Ken yang mendengarnya sedikit kebingungan. "Ada apa?" tanya Ken.

"Pakai kembali baju Anda Tuan."

Seketika Ken tersenyum penuh arti. Dirinya tahu apa yang dimaksud oleh gadis yang baru saja menjadi istrinya tersebut.

"Tidak mau. Aku ingin mandi. Ya kali, mandi harus pakai baju."

"Saya tahu. Tapi kan, Anda bisa mengganti dan mengenakan baju di kamar mandi." Masih menutup wajahnya.

Ken pun berjalan mendekati Karina yang ia yakini tengah duduk di pinggiran ranjang.

"Aku tidak mau! Terlalu ribet!" tolak Ken.

Ken kini sudah duduk di samping Karina. "Kenapa? Apa kamu malu? Atau kamu terpesona oleh tubuhku ini?" goda Ken.

"Ih! Anda kepedean Tuan. Saya hanya tidak terbiasa saja!" jelas Karina kesal.

"Oh ternyata begitu. Ya sudah, kamu harus membiasakan diri mulai sekarang. Lagipula, kita kan sudah resmi menjadi suami istri. Pasti kita akan melakukan hal lebih dari ini," kata Ken enteng.

Kedua alis Karina menyatu sempurna. "Maksudnya bagaimana Tuan. Kenapa saya harus membiasakannya? Dan lagi, kita akan melakukan hal lebih apa rupanya?" tanya Karina kebingungan.

Ken melongo tidak percaya mendengar respon Karina yang tak sesuai dugaannya. Ken kira, jika Karina akan malu seperti kebanyakan gadis pada umumnya.

Lah ini, malah mempertanyakan hal sepele seperti itu. Karina ini memang tidak tahu, pura-pura tidak tahu atau polos sich? Ken merasa sedikit frustasi.

"Sudahlah. Jangan banyak bertanya!" ujar Ken kesal.

"Dasar aneh. Aku kan hanya bertanya. Kenapa dia kesal seperti itu," lirih Karina pelan namun masih bisa didengar oleh Ken.

Ken hanya mendengus sebal. Karina benar-benar tidak asik. Atau mungkin, dirinya yang mudah emosian. Entahlah, Ken tak tahu pasti.

Saat ini, tubuhnya begitu lengket. Ia harus segera mandi.

Ken pun beranjak dari tempatnya. Namun, baru lagi ingin melangkah. Karina memanggilnya.

"Tuan, tolong bantu saya," mohon Karina.

"Membantu apa?!" sahut Ken kesal.

Karina terdiam sesaat. Diriya terlihat begitu ragu untuk mengatakannya.

"Cepat katakan! Jangan buang-buang waktuku."

Karina menarik nafas pelan. "Anu, itu. Bisakah Tuan membantu menurunkan resleting gaun saya ini?" kata Karina malu-malu.

"Tentu saja." Ken pun kembali ke duduk di samping Karina.

"Berbaliklah," titahnya. Karina mengangguk kecil dan berbalik seperti yang Ken perintahkan.

"Srett..."

Terdengar suara resleting yang sedikit kuat ditarik. Ken terlihat begitu gugup tatkala tak sengaja menyentuh kulit punggung Karina.

"Sudah." Langsung bangkit.

Karina tersenyum tulus. "Terima kasih Tuan."

Ken hanya menganggukkan kepalanya kecil. Pria itu langsung bergegas ke kamar mandi.

***

"Astaga. Kepalaku pusing banget," kata Indry sambil memijit kepalanya.

Ia benar-benar begitu kelelahan hari ini karena ikut andil di pesta pernikahan sahabatnya itu.

Belum lagi, sang Papa yang barusan meneleponnya untuk segera mencari pasangan karena Karina yang sudah menikah.

Hal inilah yang ia takutkan sedari dulu. Jika sang sahabat menikah. Otomatis sang Papa akan menyuruhnya untuk menikah juga.

Jujur saja hal itu menjadi beban untuk dirinya. Saat ini, Indry benar-benar belum ada keinginan untuk menikah sama sekali. Bukan karena apa. Ia hanya belum berani mengambil resiko.

Dia masih trauma dengan cinta pertamanya yang tak sampai. Sejak saat itu, dia tak lagi berani untuk jatuh cinta. Dirinya takut, jika masa lalu akan terulang kembali.

"Bagaimana ini ya? Aku yakin, Papa akan semakim gencar menjodohkanku." Indry menjatuhkan tubuhnya di atas kasur kesayangan.

Ia kini menatap langit-langit kamarnya. Terbayang wajah Papanya yang sudah tidak muda lagi itu.

"Maafin Indy Pa. Sepertinya, Indry baru akan menikah sepuluh tahun kedepan. Itu pun kalau iya."

Indry merasa begitu bersalah sekali. Tapi, ia begitu takut. Cinta hanya akan mendatangkan luka yang begitu mendalam untuk hatinya.

Karina saja yang sudah lama menjalin kasih dengan Adam. Malah harus menerima perselingkuhan yang dilakukan oleh sang kekasih. Indry takut jika hal itu akan terjadi juga kepadanya.

Kembali ke Karina.

Karina terlihat sudah terlelap. Gadis itu bahkan belum mandi sama sekali. Namun, ia sudah mengganti bajunya dengan baju tidur.

Ken yang baru saja keluar dari kamar mandi merasa keheranan dengan suara dengkuran halus yang di dengarnya.

"Siapa yang tertidur?" lirihnya.

Ken pun melangkahkan kakinya pelan. Suara dengkuran semakin terdengar dengan jelas. Sekarang ia tahu jika Karinalah yang tertidur.

"Astaga gadis ini jorok sekali. Bisa-bisanya ia tidur tanpa mandi dulu." Ken geleng-geleng kepala.

Ken pun langsung merebahkan dirinya di samping Karina yang sedang terlelap.

Ia pun langsung mematikan lampu. Dirinya begitu lelah harus terus berdiri seperti tadi. Belum lagi ia juga harus tersenyum atas paksaan Karina.

Padahal selama ini, dirinya begitu jarang sekali tersenyum. Jadi wajar saja, otot wajahnya begitu pegal karena hal tersebut.

Ken mulai memejamkan matanya. Tapi, tiba-tiba saja sebuah tangan melingkar sempurna di pinggangnya. Ken langsung menoleh ke sampingnya.

Ternyata Karina yang tengah memeluknya saat ini. Ken menahan nafasnya karena gugup.

Karina semakin mendekat saja. Gadis itu bahkan menenggelamkan wajahnya di dada bidang Ken. Ia juga semakin mengeratkan pelukannya.

Ken mengumpat dalam hati. Karina benar-benar sudah begitu kelewatan. Apa gadis ini tidak takut jika dia akan berbuat hal macam-macam? Dasar!

"Ken. Tolong tenangkanlah dirimu. Jangan sampai kamu kehilangan kendali," ucap Ken berusaha menenangkan dirinya.

Bagaimanapun, dirinya ini adalah pria normal. Karina benar-benar menguji imannya kali ini.

Entah dorongan dari mana. Ken, mulai meletakkan tangannya di paha Karina yang terekspos. Sebab gadis itu tengah mengenakan celana tidur yang begitu pendek.

"Sial! Otakku mulai tidak bisa berpikiran jernih saat ini! umpat Ken dalam hati.