Semua penghuni kerajaan berlian berkumpul di aula kerajaan. Pengecualian untuk para pelayan dan pengawal. Yang berkumpul tentu saja para menteri, penasehat, Elie, dan Darian.
Ariadne sudah duduk tegap di singgasananya. Gadis itu duduk tegap dengan melihat sebuah surat peringatan yang ia taruh di tengah meja kerjanya.
Sebuah surat peringatan dari Kejaraan Utara sudah diterima Ariadne lima belas menit yang lalu. Kerajaan Utara akan mengancam penyerahan tambang berlian sebanyak setengah wilayah. Jika tidak ada penyerahan sebagian wilayah, maka Kerajaan Utara akan menyerang Kerajaan Berlian tanpa peringatan.
Kondisi desa berlian juga ikut rusuh. Para perampok dari kerajaan utara merenggut harta benda warga desa berlian tanpa ampun. Banyak warga desa berlian yang sudah kehilangan harta benda mereka. Dengan berat hati, Ariadne terpaksa mengeluarkan banyak dana untuk membantu para warga yang dirampok.
Keluarga Charlotte baik-baik saja. Mereka mengungsi di tempat rahasia Charlotte dan Ariadne. Tentu saja di balik air terjun. Charlotte tidak memiliki ayah, dan harta benda keluarganya tidak banyak. Sehingga Charlotte tidak ada pilihan lain selain mengajak ibu dan adiknya untuk mengungsi di tempat ini.
"Puteri, bagaimana percakapanmu kemarin dengan Raja Eden? Dia menginginkan hal apa?" Tanya Elie dengan panik.
Darian berdiri tegap di samping kiri singgasana Ariadne.
"Kerajaan Mutiara berniat membantuku, Elie. Tetapi aku harus menikah dengan pangeran Avery." Kata Ariadne dengan perasaannya yang berat. Wajah gadis itu tampak sedikit kacau dan sedih. Sudah beberapa hari ini Ariadne tidak bisa tidur dan kamarnya selalu banyak pengawal yang menjaganya.
Keadaan kerajaan berlian dilingkupi dengan perasaan panik dan sedih. Beginilah jika kondisi kerajaan yang tidak memiliki raja dan ratu. Suatu saat jika menghadapi masalah dengan kerajaan lain akan sulit menghadapi dan mengatasinya.
Sudah beberapa hari terakhir ini Ariadne menangis diam-diam. Bahkan gadis itu jarang makan. Berat badan Ariadne menjadi berkurang karena terlalu memikirkan masalah yang ada.
Semua orang terdiam di dalam aula kerajaan. Terlebih lagi Darian. Lelaki itu terkejut mendengar apa yang Ariadne katakan. Perasaan Darian masih belum siap menyaksikan Ariadne menikah dengan orang lain. Namun keadaan sedang rusuh dan Darian sadar bahwa dirinya tidak biss membantu apa-apa selain menjaga Ariadne tetap aman.
"Aku tidak ingin kondisi kerajaan dan warga desaku separah ini. Maafkan aku, aku tidak tahu bahwa bekerjasama dengan Kerajaan Utara bisa menimbulkan permasalahan seperti ini. Mereka bertindak semau mereka tanpa sepengetahuanku." Kata Ariadne denagn sedih.
Elie mengelus pundak kanan Ariadne dengan pelan. "Dulu kerajaan kita juga pernah menghadapi masalah ini, puteri. Situasi seperti ini bisa disebut sebagai percobaan penjajahan. Kerajaan Utara sedang mencoba menjajah kerajaan kita. Dulu raja winston mengadakan peperangan besar dan kerajaan ini menang. Dan sekarang, hal itu terjadi lagi dan kau harus menghadapi hal seperti ini."
Rasanya Ariadne ingin menghilang saja dari muka bumi. Ia lelah menghadapi dan mengurus semua hal kerajaan sendirian. Pundaknya terasa sangat berat dan Ariadne tidak kuat menghadapi situasi ini. Ekonomi kerajaan juga semakin berkurang karena harus menolong para warga desa yang terkena rampok dari kerajaan utara.
"Puteri.. maafkan aku berbicara seperti ini. Aku hanya ingin mengatakan pendapatku sebagai seorang penasehat. Kau sudah sangat lama mengenal pangeran Avery. Kurasa kau juga sempat menjalin hubungan kekasih dengannya. Apakah sebaiknya kau mau menerima tawaran Raja Eden? Kondisi akan semakin parah, puteri. Prajurit Kerajaan Utara jumlahnya sangat banyak." Ujar Marlyn dengan sopan.
Mendengar hal itu, Ariadne terdiam. Pikirannya terasa sangat kacau. Gadis itu ingin menangis saat itu juga namun tidak bisa. Ariadne tidak bisa menangis di hadapan semua orang yang ia pimpin. Ariadne harus terpaksa tegar dan kuat.
"Darian.. apa yang harus kulakukan?" Tanya Ariadne dengan suaranya yang serak. Gadis itu menundukkan kepalanya yang ditopang dengan telapak tangannya.
Darian menoleh ke kiri. Wajah lelaki itu tampak sedih dan tidak bisa memberikan jawaban. Semua masalah yang muncul saat ini tidak bisa Darian libatkan dengan perasaannya. Semua jawaban dan keputusan ada di tangan Ariadne.
"Maafkan aku, puteri. Kali ini aku tidak bisa memberikanmu sebuah jawaban yang tepat. Semua keputusan ada padamu. Sebagai pengawalmu, aku mengikuti semua keputusanmu." Kata Darian dengan yakin.
Semua menteri juga terdiam. Beberapa pelayan yang ada di sekitar meja aula kerajaan juga terdiam. Semua orang tampak murung dan tidak tahu harus berbuat apa.
Sedangkan Meghan sang kepala pelayan dapur juga terlihat sedih. Meghan juga takut jika Kerajaan Berlian benar-benar dijajah oleh Kerajaan Utara.
"Diskusi ini selesai. Aku butuh waktu untuk istirahat dan memikirkan jawabanku besok. Jika Raja Eden dan Ratu Berenice ke sini, tolong beritahu aku." Kata Ariadne. Gadis itu berdiri dan berjalan pelan untuk keluar dari aula kerajaan.
Kedua langkah kecil Ariadne diikuti Darian dari belakang. Darian akan selalu menjaga Ariadne ke manapun langkah kaki Ariadne pergi.
"Puteri, apakah kau ingin minum sesuatu yang hangat?"
Ariadne menggelengkan kepalanya. "Tidak perlu, Darian. Biarkan aku tidur beberapa jam. Perketat penjagaan dan jangan ada yang keluar dari istana. Kirim lima puluh pengawal untuk warga desa. Jangan biarkan warga desaku terluka jika terjadi perampokan lagi malam ini."
Mendengar perkataan itu Darian mengangguk patuh. Lelaki itu langsung memberitahu salah satu pengawal yang berdiri di depan pintu kamar Ariadne. Menyuruh pengawal itu untuk melaksanakan perintah Ariadne dengan segera.
Sementara Darian ikut masuk ke dalam kamar Ariadne. Seperti biasa lelaki itu akan berdiri semalaman di samping ranjang Ariadne. Menjaga Ariadne yang terlelap dalam tidur.
***
Keesokan paginya. Ariadne menunggu dengan cemas kedatangan Raja Eden dan Ratu Berenice yang sudah berjanji akan datang lagi ke sini. Gadis itu bahkan belum sarapan dan Ariadne tidak akan mau makan sampai raja dan ratu kerajaan mutiara datang ke sini.
Hingga waktu sudah hampir makan siang, datanglah Raja Eden dan Ratu Berenice. Wajah Ariadne sangat senang mengetahui mereka berdua benar-benar datang untuk memberikan keputusan selanjutnya.
Ternyata Pangeran Avery juga ikut datang dan masuk ke dalam istana Ariadne. Mereka berempat duduk menempati meja khusus pertemuan di samping aula kerajaan.
Hidangan makanan dan minuman sudah disiapkan para pelayan di atas meja tamu. Ratu Berenice duduk di samping kanan Ariadne dengan tersenyum lembut.
"Puteri Ariadne.. aku membawakan kabar baik untukmu. Putraku menyetujui untuk menikah denganmu. Jadi, apakah kau juga akan menyetujui keputusan ini?" Ratu Berenice bertanya dengan nada yang lembut.
Detak jantung Ariadne berdegup cepat. Namun Ariadne sudah mengambil keputusan tadi malam. Ia harus segera memutuskan keputusannya demi menyelamatkan banyak nyawa warganya.
Ariadne menatap Avery sebentar. Gadis itu sedikit ragu. Pasalnya, Avery sudah lama tidak mengunjunginya lagi selama dua bulan penuh. Apakah Avery sebenarnya tidak ingin menikahinya?
"Iya. Aku bersedia menikah dengan Avery dan mempersatukan kerajaanku dengan Kerajaan Mutiara." Kata Ariadne dengan yakin dan tegas. Meskipun sebenarnya di dalam hatinya sangat berat untuk mengatakan hal ini.
*****