Setelah puas mengamati para pekerja di area produksi mutiara, Avery mengarahkan kudanya untuk menjauhi area pesisir pantai. Suhu dingin semakin terasa di kulit dan membuat hembusan napas seperti beruap.
"Apakah kau kedinginan, Alice?" Tanya Avery.
"Tidak terlalu kedinginan. Mantelmu cukup tebal bagiku, pangeran." Kata Alice sambil tersenyum.
"Baiklah, katakan padaku jika kau kedinginan."
"Iya. Kita akan ke mana lagi?"
Avery terkekeh. "Sebenarnya aku ingin kembali ke istana saja. Tapi, apa kau masih ingin berada di luar?"
"Aku ingin lebih lama berada di luar." Kata Alice. Gadis itu sengaja berkata seperti iti sebagai permintaannya pada Avery. Alice mulai bisa bersikap lebih santai pada Avery. Alice ingin melihat, apakah Avery akan mengabulkan permintaannya sebagai seorang sahabat?
"Kau ingin pergi ke mana lagi? Ah, kau sudah tidak takut lagi akan dimarahi ibumu nanti?"
"Bukankah kau akan memberitahu Ratu Berenice bahwa aku pergi bersamamu? Tadi kau berbicara begitu, pangeran. Jangan membohongi ya."
Avery tersenyum. "Tidak. Aku tidak akan membohongimu. Baiklah, kau ingin kita ke mana?"
"Apa aku tidak merepotkanmu Pangeran?"
"Tidak.. anggap saja ini sebagai rasa terima kasihku padamu karena kau sangat baik padaku." Kata Avery. Lelaki itu kemudian mengarahkan kudanya kembali mengitari danau hijau.
Kedua tangan Alice tetap diam saja berpegangan pada bagian tengah tali. Andaikan bisa, Alice pasti sudah berani menggenggam tangan Avery dengan erat. Tapi Alice tidak bisa, ia harus merahasiakan rasa sukanya pada Avery.
"Salju akan turun nanti malam. Karena ini masih pagi, maukah kau menemaniku pergi ke desa kerajaan berlian?"
Alice sedikit menoleh. "Untuk apa ke sana pangeran?"
"Untuk melihat sesuatu. Ada yang telah lama sekali tidak pernah kulihat. Tidak pernah kukunjungi. Dan aku rindu melihat hal itu."
Alice mengernyitkan dahinya. Hal apa yang bisa membuat Avery menjadi sangat rindu? Apakah Avery akan mengajaknya bertemu dengan puteri Ariadne? Oh tidak!! Alice menggelengkan kepalanya dengan cepat.
"Pangeran, apa kau akan membawaku ke Kerajaan Berlian? Kau merindukan puteri Ariadne? Ah, lebih baik pulangkan saja aku ke istana. Aku tidak mau mengganggu waktu kalian berdua." Kata Alice dengan terburu-buru.
Avery terkekeh geli. "Tidak. Aku tidak pergi ke kerajaan Berlian. Aku hanya ingin pergi ke desa berlian. Tujuanku bukan menemui Ariadne apalagi merindukannya. Alice, kau tahu aku tidak menyukai Ariadne."
"Lalu untuk apa ke sana?"
"Untuk menemui hal yang kurindukan. Kau akan segera tahu nanti."
Setelah sampai di perbatasan antara desa mutiara dan desa berlian, Avery memberikan syal pada Alice. Syal rajut berwarna merah yang sempat Avery bawa dan ia masukkan pada tas kulit yang tergantung di perut kudanya.
"Pakailah syal ini Alice. Tutupi setengah wajahmu. Anginnya agak kencang."
"Tapi, bagaimana denganmu?"
"Setengah wajahku sudah tertutupi oleh kepalamu. Penduduk desa tidak akan ada yang menyadari bahwa aku lewat di desa ini. Lagi pula cuacanya dingin. Hanya beberapa orang yang keluar rumah."
Alice mengangguk saja. Menerima syal dari Avery dan langsung memakai syal itu di lehernya. Alice tersenyum senang. Tubuhnya kini terasa lebih hangat lagi.
Kuda putih yang Avery naiki sudah masuk ke area desa berlian. Dan tujuan Avery masih sekitar lima ratus meter lagi. Kerajaan Berlian tampak jelas dari situ.
"Aku penasaran, sebenarnya kau membawaku melihat apa pangeran?"
Avery tersenyum. "Sudahlah, sebentar lagi kau akan mengerti."
"Kau tidak akan mampir menemui puteri Ariadne kan?"
"Tidak Alice, tenang saja. Tapi lain kali aku akan mengajakmu bertemu dengan Ariadne. Kurasa ia akan sangat suka jika kukenalkan padamu."
Alice hanya tersenyum tipis ketika mendengar Averu berbicara seperti itu. Padahal Alice sangat tidak ingin bertemu apalagi berkenalan dengan Ariadne. Alice hanya takut saja tersaingi dengan wanita bangsawan seperti Ariadne. Ah, Ariadne bukan hanya seorang wanita bangsawan. Ariadne adalah seorang puteri kerajaan. Jika Alice bertemu dengan Ariadne, sudah jelas bahwa Alice kalah dari Ariadne.
Kuda putih milik Avery kini berhenti di depan sebuah toko kue yang tutup. Sedangkan Alice celingukan melihat area sekitar. Gadis itu mencari sesuatu hal yang membuat Avery rindu. Hal apa itu? Bagi Alice, di sekitar sini tidak ada apapun yang menarik perhatiannya.
"Apakah sudah sampai tujuan? Hal apa yang membuatmu rindu, Pangeran?" Tanya Alice.
Avery tersenyum. "Lihatlah ke rumah sebrang. Rumah yang halamannya luas dan banyak bunga-bunga, juga ada seekor kuda berwarna cokelat muda."
Alice mengikuti perintah Avery. Gadis itu menoleh ke kanan melihat sebuah rumah sederhana yang terlihat nyaman. Halaman rumah itu lumayan luas dan ada seekor kuda jantan berwarna cokelat muda.
Seorang gadis terlihat sedang sibuk di halaman rumah itu. Sedang menatap pot tanaman dengan menambahkan pupuk di setiap pot. Alice masih tidak bisa memahami hal apa yang dimaksud Avery. Tapi sebelum Alice bertanya lagi, Avery lebih dulu berkata.
"Nama gadis itu Diona. Dia sangat cantik bukan? Dialah hal yang kurindukan untuk kulihat. Sudah lama aku tidak ke sini." Kata Avery. Lelaki itu sangat senang melihat Diona dari jauh.
Alice terdiam. Sepertinya jawaban dari perasaannya sudah terjawab. Avery ternyata menyukai gadis lain. Seorang gadis biasa dan gadis itu bukan gadis bangsawan. Apakah ini yang dimaksud dengan patah hati?
"Diona pernah berkuda bersamaku. Karena beberapa bulan lalu aku sangat sering ke sini. Lebih tepatnya aku sangat suka berkuda di lapangan hijau dekat dengan lahan apel. Diona juga suka berkuda di sana. Aku bertemu dengannya di sana. Dia tidak tahu kalau aku seorang pangeran. Entah apakah dia benar-benar tidak tahu atau pura-pura tidak tahu. Yang pasti aku menyukainya." Kata Avery dengan tersenyum senang.
Pandangan Avery sama sekali tidak beralih dari Diona. Alice yang melihat Avery menatap Diona tanpa jeda merasakan hatinya kecewa. Cinta Alice pada Avery jelas saja tidak bisa terbalas.
"Bagaimana menurutmu Alice? Apakah Diona cantik? Mengapa kau diam saja? Aku ingin mendengarkan pendapatmu."
Alice berkedip dua kali. Ia mencoba mengendalikan perasaan dan dirinya terlebih dahulu. "Ah, maafkan aku. Aku hanya tidak percaya saja bahwa kau menyukai seorang gadis lain."
"Ya. Aku menyimpan hal ini sendirian. Aku berencana mendekati Diona minggu depan."
"Lalu bagaimana dengan puteri Ariadne?"
"Ariadne mengetahui perasaanku yang sebenarnya. Aku sudah jujur pada Ariadne. Tentang pernikahan yang direncanakan Ayahku tidak akan terjadi jika Ariadne dan aku tidak mau melakukan pernikahan itu."
Alice memandang ke arah Diona lagi. "Lalu apakah Raja Eden tidak marah ketika mengetahui Pangeran mencintai gadis lain?"
"Ayahku marah. Kemarin aku sudah memberitahunya. Dan tentu saja ayahku tetap ingin aku menikah dengan Ariadne meskipun tidak ada cinta diantara aku dan Ariadne."
Mendengar itu genggaman tangan Alice pada tali kuda mengerat. Ia cemburu.
"Aku akan nekat menikahi Diona meskipun aku harus dikeluarkan dari kerajaan." Kata Avery dengan percaya diri. Sedangkan Alice hanya bisa diam ditempatnya.
***