Chereads / Penjara Masalalu / Chapter 16 - Kehilangan

Chapter 16 - Kehilangan

Tiba di rumah sakit, petugas rumah sakit segera membawa Rahmi ke ruang darurat. Sedangkan Ardan dan Arini menunggu di luar. Melihat Arini yang sedang meremas-remas jari tangannya, ia tahu bahwa gadis itu tengah khawatir. Ardan pun respon membawa gadis itu ke dalam pelukannya.

"Arini, kamu tidak perlu khawatir. Ibu kamu pasti baik-baik saja," kata Ardan menenangkan seraya mengusap lembut rambut Arini.

Arini tidak menjawab, dia hanya merasakan pelukkan hangat Ardan yang menenangkan hatinya. Untuk keadaan seperti ini, Arini membutuhkan seseorang sebagai sandarannya untuk sekedar berbagi rasa. Ia berharap, Tuhan akan memberi kesempatan hidup untuk ibunya. Cukup ayah dan kakaknya yang meninggalkannya.

Beberapa saat, dokter keluar dan memberitahukan hasil pemeriksaan. Arini langsung melepaskan diri dari tubuh Ardan, ia segera bertanya pada dokter. "Dokter, bagaimana kondisi ibu saya? Apa ibu saya baik-baik saja?" tanya Arini tak sabar.

Dokter itu tidak menjawab, dia hanya terdiam dengan wajah yang sudah bisa ditebak. Arini yang mengerti raut wajah dokter tersebut langsung terduduk di kursi, menutup wajahnya dengan kedua tangan. Arini tidak bisa lagi membendung rasa sedihnya, ia pun terdiam kaku dengan sejuta rasa sakit. Dunianya terasa hancur seketika, yang satu-satunya ia punya kini telah tiada. Sedangkan Ardan yang melihat kondisi Arini merasa tidak tega, ia pun kembali menanyakan pada dokter seperti apa kondisi ibu Arini sebenarnya.

"Bagaimana  Dokter kondisinya?" tanya Ardan memastikan.

"Pasien sudah tidak bisa diselamatkan lagi. Beliau terkena serangan jantung, dan terlambat dibawa ke sini," jelas Dokter bertubuh gemuk itu.

Ardan segera memeluk Arini kembali, ia tahu bagaimana kondisi seseorang yang kehilangan orangtua. Seperti saat dulu, ia juga mengalami hal yang sama. Sayangnya saat itu dia tidak memiliki seseorang yang memeluk dirinya saat kesedihan menerpa relung hatinya.

"Mbak Arini!" panggil seorang anak kecil, tak lain tak bukan adalah Rizky, keponakan Arini. Anak laki-laki itu ke rumah sakit bersama Danu dan Ratna-istrinya. Rizky pun segera menghampiri Arini, yang duduk dengan tangan yang menutupi wajahnya.

"Mbak, ibuk gak apa-apa 'kan?" tanya bocah itu polos.

Ardan pun melepas pelukannya, membiarkan Arini melihat Rizky. Pak Danu dan istrinya pun mendekati Arini dan Ardan. Mereka tidak tahu apa yang terjadi, tapi mereka sudah bisa menebak bahwa ada hal yang menyedihkan.

"Ki, kamu kok ke sini? Sama siapa tadi ke sini?" tanya Arini berusaha tegar.

"Sama Pak Danu, Mbak. Tadi Pak Danu ke rumah untuk ngajak Rizky nyusul Mbak," jelasnya. "Ibuk nggak apa-apa 'kan Mbak?" tanya Rizky lagi.

Arini terdiam mendapat pertanyaan itu, ia tidak bisa menutupi kenyataan bahwa nenek yang sudah dianggap ibu oleh Rizky meninggalkannya untuk selamanya.

"Ki, ibu sudah tinggalkan kita selamanya," ucap Arini, ia pun memeluk bocah berumur 10 tahun itu sambil menahan air mata yang sudah mendesak ingin keluar. Rizky yang mendengar itu pun menangis tersedu. Pemandangan menyedihkan itu membuat orang yang berada di sana ikut menangis. Rasanya tidak tega melihat gadis dan bocah sebatang kara itu ditinggal oleh orang yang satu-satunya mereka punya.

Dokter yang tadi berada di sana, menyuruh Arini dan yang lain untuk melihat Rahmi, yang sudah terbujur kaku. Mereka semua pun masuk, tapi tidak Arini. Dia memilih tetap di luar, bukan karena dia anak durhaka tidak ingin melihat sang ibu untuk terakhir kali, tapi dia tidak sanggup untuk melihat wajah ibunya, rasa bersalahnya membuat dia tidak berani. Untuk kesekian kali, orang yang ia sayang dan ia cintai pergi meninggalkan dirinya. Air mata pun mungkin sudah lelah untuk keluar, cobaan apalagi yang ia terima? Dunia ini terasa sangat kejam bagi Arini.

Arini pun pergi meninggalkan mereka yang masih berada di dalam ruangan tanpa berniat memberitahukan kepada mereka.

Ardan pun keluar bersama yang lain diikuti jenazah Rahmi. Mata Ardan tengah mencoba mencari keberadaan Arini, tapi sosok gadis itu tidak ada di kursi yang ia duduki tadi.

"Paman, tolong urus pemakaman bu Rahmi dulu ya! Saya mau cari Arini dulu,", ucap Ardan kepada Danu.

"Iya, Tuan. Memangnya ke mana Arini?" tanya Pak Danu.

"Entahlah, mungkin sedang di toilet," jawab Ardan seraya menyapu ke segala arah guna mencari sosok gadis mungil itu.

"Coba Tuan tanya ke resepsionis! Siapa tau diantara mereka ada yang tau?" saran Pak Danu.

"Benar juga, saya titip Rizky ya Tante," ucap Ardan pada Ratna yang dibalas dengan anggukan.

Ardan pun pergi ke toilet khusus wanita, namun setelah menunggu beberapa menit ternyata gadis itu tidak berada di sana. Lalu ia pun berlari menuju resepsionis untuk menanyakan keberadaan Arini yang hilang entah kemana.

"Permisi, ada yang melihat perempuan menggunakan kaos berwarna biru dan celana pendek selutut lewat?" tanya Ardan ke salah satu suster yang bertugas di sana.

"Sepertinya tidak, Tuan. Coba Tuan tanya ke bagian keamanan, mungkin mereka tahu," jawab suster tersebut.

"Oke, terimakasih."

Ardan segera pergi menuju bagian keamanan yang berada di luar rumah sakit. Sampai di sana ia langsung menanyakan Arini. Satpam itu bilang bahwa Arini keluar dari area rumah sakit ini dengan berjalan kaki, sambil tertunduk seperti orang linglung. Ardan langsung saja menuju parkiran untuk mengambil mobil mencari Arini.

Mata tajam Ardan tidak lepas dari setiap sudut jalanan, ia berharap Arini masih tidak jauh berjalan dari daerah rumah sakit. Pemuda itu sangat khawatir dengan kondisi Arini yang sekarang, gadis itu bisa saja nekad melakukan sesuatu yang membuat dirinya kehilangan nyawa. Saat otak Ardan sibuk dengan pikiran negatifnya, netranya tiba-tiba menangkap sesuatu. Ya, dia melihat gadis yang ia cari tengah berjalan kaki dengan penampilan acak-acakannya. Gadis itu berjalan tanpa tujuan. Ardan pun menginjak gas mobilnya dengan kencang untuk menyusul Arini yang hendak menyeberang di lampu merah. Saat lampu merah sudah berubah menjadi hijau, tiba-tiba saja gadis itu menyeberang di jalanan yang sudah ramai oleh pengendara tanpa menghiraukan situasi. Dengan cepat, Ardan memarkirkan mobilnya sembarang, membuat mobil di belakangnya membunyikan klakson dengan mendadak, tapi Ardan tidak menghiraukannya. Ia segera berlari mengejar Arini yang hampir saja menabrakan dirinya ke sebuah mobil yang melaju dengan cepat.

Tiiinn ... 

Secepat mungkin Ardan menarik tangan Arini dan membawa gadis itu ke pelukannya. Ardan tidak menghiraukan mobil dan motor yang tengah sibuk mengklakson sambil mengomel. Ardan menggendong gadis malang itu menuju mobil miliknya, Arini hanya diam membatu dengan tatapan kosongnya.

"Arini? Arini?" panggil Ardan seraya menggoyangkan tubuh gadis itu perlahan. Arini tidak merespon panggilan pemuda itu. Dia tetap diam.

Pemuda itu segera berbalik arah, ia ingin kembali ke rumah sakit guna memeriksakan kondisi Arini.