Chereads / Penjara Masalalu / Chapter 9 - Salah faham

Chapter 9 - Salah faham

"Apa yang kalian lakukan?" tanya seseorang yang mendadak muncul di depan rumah Arini.

Arini dan Ardan seketika terkejut dengan kemunculan wanita yang tiba-tiba muncul. Saat itu memang keadaan pintu rumah Arini terbuka, letak rumah Arini yang berada di depan gang membuat orang yang melewati rumah Arini dapat melihat dengan jelas keadaan di dalam.

Wanita yang yang mendadak muncul itu menghampiri Arini, dan satu tamparan mendarat di pipinya.

Plak ... 

"Dasar anak gak tau malu!" cela wanita itu.

Ardan yang melihat itu langsung menjauhkan Arini dari wanita itu. "Arini, kamu gak apa-apa?"

Arini bergeming, bukan karena ia tidak mau menjawab tapi ia kebingungan dengan yang dilakukan wanita itu padanya.

Secepat itu juga tetangga berkumpul di depan rumah Arini. Mereka sibuk bertanya satu sama lain apa yang terjadi.

"Ada apa ini kok ribut-ribut?" tanya pria  berbaju kuning yang pertama kali datang.

"Lihatlah, anak Mbak Rahmi yang katanya pendiam, dia melakukan hal yang tidak senonoh di kampung ini," tuduh wanita itu, ia sengaja memanas-manasi tetangga Arini agar percaya terhadapnya.

Para tetangga pun kebingungan dengan maksud perkataan wanita itu.

"Hei Mbak, jangan asal nuduh aja!" sahut tetangga Arini.

"Aku tidak menuduh, ini buktinya!" Wanita mengambil ponselnya dan memperlihatkannya pada para tetangga Arini dan pak RT yang ada di situ.

Tetangga yang melihat foto di ponsel wanita itu perlahan mulai terhasut,  karena wanita itu mengambil foto dengan waktu yang bersamaan saat Ardan hendak mencium Arini.

"Saya dan Kak Ardan tidak melakukan apa-apa, saat itu saya tidak sengaja tersandung dan jatuh di pangkuan Kak Ardan." Arini berusaha menjelaskan.

"Halah... mana mungkin gak melakukan apa-apa sedangkan kalian hanya berdua di rumah," tuduh salah satu tetangga Arini.

Semua orang pun sibuk menyudutkan Arini, mereka mempercayai apa yang dikatakan wanita itu karena dia mempunyai bukti.

"Tidak sangka gadis sepolos kamu sampai melakukan hal yang merusak dirimu sendiri."

"Apa dia tidak kasihan dengan ibunya yang masih di rumah sakit?"

Gunjingan demi gunjingan keluar dari mulut mereka satu persatu. Membuat ciut hati gadis yang tidak tau apa-apa itu, untuk membela dirinya sendiri pun itu mustahil tidak akan ada yang percaya, bukti pun mereka punya.

"Kalau begitu nikahkan saja mereka berdua dari pada membuat sial kampung kita,"

"Demi Tuhan saya tidak melakukan hal seperti itu, saya tahu apa yang tidak boleh di lakukan di kampung ini," ucap Arini sekali lagi. Namun itu hanya sia-sia mereka semua sudah terlanjur percaya dengan kata-kata wanita itu.

Ardan yang sedari tadi hanya diam di samping Arini pun keluar dengan raut wajah yang dingin, menatap satu persatu wajah warga yang memfitnah dirinya dan Arini. Wajah bersahabat yang sering dia perlihatkan kepada orang-orang berubah 180%.

"Menikah ya? Ide yang bagus, saya setuju, memang dari awal saya ingin menikahi gadis ini," ucap Ardan dengan nada dingin sambil melirik Arini.

Arini yang mendengar sontak terkejut. "Menikah? Aku tidak mau menikah untuk saat ini. Apalagi dengan orang yang baru aku kenal," batinnya dalam hati.

Para tetangga Arini yang mendengar itu hanya terdiam, mereka tahu siapa pemuda yang ada di hadapan mereka. Ardan Daviez, pewaris tunggal keluarga Daviez, anak dari Jooniean Daviez yang sudah meninggal dunia. Pemilik hampir seluruh perkebunan dan pabrik-pabrik di kampung mereka.

Arini yang berdiri seraya merangkul Rizky baru muncul pun tercengang mendengar ucapan yang dikatakan Ardan. Dia tidak ingin menikah untuk saat ini, dia masih ingin bekerja untuk ibu dan adiknya. Apa jadinya kalau dia menikah dengan umurnya yang masih belum cukup.

"Aku gak mau nikah, umurku masih sangat muda untuk menikah." Arini secara mentah-mentah menolak.

"Ini semua karena laki-laki ini, kalau saja dia tidak ingin menciumku, mungkin gak akan kaya gini." Arini mengoceh dalam hati.

"Tapi mau bagaimana lagi, mereka tidak percaya kalau kita tidak melakukan apa-apa. Kita juga tidak punya bukti 'kan?" jelas Ardan.

"Arini, pernikahan ini hanya sementara saja, kau tidak perlu takut," sambung Ardan.

Pikiran Arini melayang kemana-mana, tidak bisa dia bayangkan kecerobohannya akan menjadi malapetaka bagi diri dan keluarganya. Mengapa selalu ada cobaan di hidupnya? Mengapa dewi keberuntungan tidak pernah berpihak kepada kehidupannya? Kesalahan apa yang pernah ia perbuat? Selama ini dia hanya diam dengan perasaannya, mencoba melupakan masa sulitnya. Namun tetap saja tidak ada keberuntungan.

Dengan wajah tertunduk, Arini hampir menangis tapi dia menahannya. Dia harus terlihat tetap kuat, walaupun di dalam hatinya sudah tidak mampu. Aahh... sudahlah dia sudah muak, hanya pasrah sekarang yang dia lakukan. Lagi pula pernikahan ini hanya sementara.

"Kenapa aku sangat ceroboh? Bodoh ... bodoh!" Arini merutuki dirinya sendiri.

Kepala RT yang ada di sana pun memanggil penghulu untuk menikahkan Arini dan Ardan secara siri. Kerumunan warga yang ada di situ berkumpul menyaksikan, diantara kerumunan warga itu ada seorang wanita yang tersenyum licik. Ia begitu sangat puas dengan situasi yang sudah ia rencanakan itu.

"Berhasil, sesuai dengan rencanaku," ucapnya, setelah itu ia pergi meninggalkan rumah Arini yang dipenuhi oleh warga yang melihat.

Di lain sisi, Arini tengah duduk di samping Ardan bersama seorang penghulu dan juga Danu. Ardan sengaja menghubungi Danu agar menjadi wali bagi Arini karena Arini yang tidak memiliki ayah.

Wajah Arini terlihat datar seperti biasanya, ia sekuat hati menahan amarah maupun sedihnya. "Aku tidak tahu apa yang akan terjadi lagi setelah ini," gumamnya dalam hati.

"Kedua mempelai sudah siap?" tanya penghulu itu. Arini dan Ardan kompak mengangguk.

Tanpa memakai gaun ataupun riasan wajah, Arini mau tidak mau mengikuti acara pernikahan mendadak ini. Ardan yang berada di samping Arini sedari tadi hanya melirik, ada raut wajah bersalah darinya. Tapi untuk meminta maaf sekarang sepertinya bukan waktu yang tepat, mengingat keadaan rumah Arini yang banyak orang.