Chereads / Mr. Mafia and His Lady / Chapter 3 - Harapan Ameera Untuk Sesuatu yang Bagus

Chapter 3 - Harapan Ameera Untuk Sesuatu yang Bagus

Tubuh ramping Ameera sudah terbalut gaun merah tanpa lengan yang memiliki model cukup terbuka di bagian dada. Sementara, riasan yang ia kenakan cenderung natural, tetapi masih terkesan cerah dan manis. Dengan dibantu Daisy, salah satu pelayan di rumah Catarina yang sekaligus menjadi sahabat terdekat bagi Ameera, Ameera berhasil menyulap dirinya menjadi wanita yang cantik dan sexy.

Jujur saja, Ameera tidak merasa nyaman dengan penampilan dirinya saat ini. Terlalu terbuka dan cenderung seperti seorang wanita nakal. Namun, titah yang diberikan oleh Catarina tak bisa ia abaikan begitu saja. Apalagi perintah dari ibunya tersebut merupakan perintah pertama yang berbeda dari biasanya. Ameera ingin tahu apa yang sedang direncanakan oleh Catarina. Siapa tahu ada sebuah harapan baik, misalnya saja ibu yang ia panggil dengan sebutan 'nyonya' itu menginginkan agenda sarapan bersamanya layaknya sepasang ibu dan anak pada umumnya.

"Kau sangat cantik, Ameera. Benar-benar cantik, mungkin kecantikanmu sukses menyaingi para bidadari di langit. Kau bisa menjadi artis terkenal, daripada hidup di sini, Ameera. Kenapa tidak mencoba ikut casting saja? Aku yakin orang-orang di beberapa agensi dan stasiun televisi akan sangat menyukaimu," ucap Daisy sembari menatap pantulan wajah cantik Ameera di cermin rias sederhana. Ameera memang sudah ia anggap sebagai sahabat paling dekat, di saat para pelayan lain rata-rata telah berusia paruh baya. Sementara ia dan Ameera masih terbilang cukup muda.

Ameera menghela napas, lalu tersenyum kecut. "Aku tidak memiliki bakat menjadi seorang artis atau pesohor terkenal, Daisy. Kau tahu, bukan, mengenai sifatku yang cukup pemalu? Aku tetap ingin berada di rumah ini sampai kapan pun," jawabnya setelah itu yang justru tidak setuju dengan saran dari Daisy.

"Kau konyol, Ameera, kau menyia-nyiakan kecantikanmu. Sungguh, aku tidak setuju pada pemikiran itu. Tapi, mau bagaimana lagi. Kau punya tujuan di sini, di rumah ini, bahkan sampai rela dijadikan budak oleh ibumu sendiri."

"Tak apa. Lagi pula, ada dirimu di sini, Daisy. Aku tetap merasa sangat senang, sekalipun nasibku masih sangat buruk. Aku hanya ... ingin tetap yakin suatu saat Ibu pasti akan bersedia untuk melihatku. Itu saja."

"Gadis yang naif! Hmm ... andaikan, wajahmu bisa ditukar dengan wajahku yang buruk rupa, mungkin aku sudah memutuskan kabur dari tempat ini dan melamar sebagai model di sebuah agensi besar! Aku bisa punya banyak uang, bergaul dengan artis-artis hebat, serta menjadi panutan banyak orang. Waaah! Memikirkannya saja aku sudah sangat bahagia, Ameera."

Ameera tertawa kecil. "Jangan seperti itu. Kau tetap cantik dengan dirimu sendiri, Daisy. Dan kau memiliki kepribadian yang menyenangkan. Kau baik, super baik! Aku yakin kau pasti bisa lebih hebat dari mereka semua."

Daisy tertawa girang. Rasanya menyenangkan jika seseorang memberikan pujian untuknya yang memiliki wajah tak terlalu menarik, tubuh agak gemuk, dan hidung pesek. Kenyataan itulah yang membuatnya begitu menyesalkan keputusan Ameera, si cantik jelita yang memutuskan untuk tetap bertahan sebagai pelayan sebuah klub malam dan dijadikan budak oleh ibunya, alih-alih mencoba bertandang ke kantor agensi terkenal untuk menjadi seorang model atau artis. Seandainya wajah cantik Ameera adalah miliknya, mungkin pilihannya akan berbeda.

Namun, meski tidak menyukai pemikiran yang terus dipegang oleh Ameera, Daisy tetap menyukai banyak hal lain dari sahabatnya itu. Termasuk dengan rasa simpati dan iba, setelah mendengar alur kehidupan yang dijalani oleh Ameera selama ini. Dibuang oleh sang ibu kemudian dijadikan sebagai pelayan klub malam. Ah, malang, Ameera cantik yang malang.

Seandainya Daisy memiliki kekuatan magis, mungkin ia akan menyelamatkan Ameera dan mengubah seluruh nasib buruk Ameera menjadi nasib yang lebih baik. Sayang, bahkan nasib Daisy sendiri benar-benar tidak bagus. Ia harus putus sekolah dan menjadi seorang pelayan di rumah Catarina—bandar alkohol sekaligus pemilik klub malam.

"Daisy, jujur saja aku sangat takut. Aku mengharapkan sesuatu yang bagus, tapi, di sisi lain firasatku mengatakan ada sesuatu yang tidak beres. Kenapa Ibu memberiku pakaian seperti ini? Ini terlalu terbuka, rasanya tidak etis saja." Gelisah, Ameera mulai mengungkapkan isi hatinya.

Daisy tersenyum. "Tenanglah, Ameera. Tidak akan ada sesuatu buruk yang terjadi. Yakin saja, toh, ini pertama kalinya Nyonya Besar membelikan pakaian bagus dan mahal untukmu. Kau hanya perlu datang sesuai perintahnya dan lantas menunggu adegan lanjutan dengan tenang." Daisy lantas menatap jam dinding sederhana yang terpasang di kamar milik sahabatnya itu. "Ayo, bangkit. Kau harus segera menuju ruang tamu, Ameera. Sudah nyaris jam tujuh. Tenang saja, kalau pekerjaanku sudah selesai, aku akan mengamatimu secara diam-diam dan kau bisa berlari ke arahku, jika menurutmu ada hal yang tidak beres."

"Hmm ... baiklah kalau begitu. Aku juga tidak ingin membuatmu terus-terusan berada di sini, yang berpotensi membuat kepala pelayan marah besar padamu."

"Ya, kau benar. Ini tidak bagus dan harga diriku terancam buruk di mata kepala pelayan itu. Oleh sebab itu, mari berangkat."

Ameera bangkit dari duduknya, lantas berjalan ke arah ranjang di mana sepasang highheels merah masih berada di dalam kotak besar pemberian ibunya. Ia mengenakan sepatu itu dengan bantuan dari Daisy.

Sempurna! Itulah kata yang pantas untuk menilai penampilan Ameera saat ini. Gaun merah, sepatu tinggi dengan model elegan, rambut tergelung di belakang dengan rumbai di kedua sisi wajah. Ditambah senyum yang manis dan wajah cantik. Membuat Daisy lagi-lagi harus menyesalkan keputusan Ameera untuk tetap bertahan daripada menjadi sosok selebritis.

Ameera berjalan berlenggak-lenggok menyusuri setiap lantai marmer rumah besar itu. Sekilas, ia benar-benar seperti model papan atas yang cantik. Tubuhnya indah, pesonanya menarik. Namun, ... sebuah debaran terus bergemuruh hebat di dalam dadanya tanpa mampu ia redam. Ameera gugup, penasaran, cemas, dan berharap besar untuk sesuatu yang bagus. Entah apa yang akan ia terima pasca sudah sampai di ruang tamu sesuai perintah dari Catarina.

Lalu, sebelum benar-benar sampai di tempat tujuan, Ameera melihat Catarina yang sudah duduk dengan elegan ditemani segelas kopi hangat di ruang tamu rumah itu. Sementara di hadapan Catarina, tampak seorang pria tampan, tetapi memiliki kesan yang berbahaya. Keberadaan pria itu sukses membuat Ameera terpaku dan tertegun diam, sampai langkahnya terhenti beberapa meter sebelum sampai di ruangan tersebut.

Ameera menelan saliva, ketika benaknya mulai teringat bahwa pria itu merupakan pelanggan yang belakangan ini mampir di klub malam milik Catarina sekaligus menjadi tempat di mana dirinya bekerja. Seorang pria penyendiri yang sering menatap tajam ke arahnya. Namun, tak sekalipun ia menghiraukan pria itu. Ameera hanya tidak ingin terlibat permasalahan, itu saja.

"Untuk apa dia ada di sini? Pagi-pagi seperti ini, tepat ketika Ibu memanggilku datang ke sini?" gumam Ameera bertanya-tanya. Ia semakin tercekat saat perlahan sang pria misterius menyadari keberadaannya. "Sama seperti sebelumnya, dia menatapku seperti itu. Ada apa ini sebenarnya?"

***