Karena tidak ada kesibukan apapun, Reina membuka smartphonenya, ternyata ada pesan dari Deon yang belum Reina balas.
[Na ketemu yuk!]
[Ada apa?]
[Chan sama Rose juga ada di sini, mereka pengen ketemu kamu]
[Kalian lagi dimana?]
[Di cafe, kalau kamu mau ke sini biar aku jemput]
[Gak usah, sebentar lagi aku ke sana]
[Oke kita tunggu]
Setelah bertukar kabar, Reina pun pergi untuk bertemu dengan teman-teman lamanya.
Begitu tiba di cafe, Chan dan Rose langsung menyambut kedatangan Reina.
"Makin cantik aja kamu Na." Puji Rose teman paling dekat dengan Reina.
"Makasih."
"Sibuk apa sekarang?" tanya Chan.
"Sibuk di rumah aja," jawab Reina.
Mereka berempat asik berbincang karena sudah lama mereka tidak bertemu dan tentu temannya tidak tau jika Reina sudah menikah, Reina juga tidak memberitahu teman-temannya.
"Guys sorry, gue harus cepat balik ke agensi."
"Gue juga." Pamit Chan dan Rose.
"Yah." Reina tersenyum sendu.
Rose dan Reina saling berpelukan, "Lain kali kita ketemu lagi."
"Harus, kalau gitu kami pamit, bye Deon, bye Na." Chan dan Rose pergi meninggalkan Reina dan Deon.
"Aku juga pulang deh kalau gitu," ucap Reina.
"Buru-buru banget, di sini aja dulu, kita jarang bisa ketemu kaya gini."
"Iya sih."
Akhirnya Reina memilih untuk menetap karena di mansion juga tidak ada siapa-siapa, Safira sedang pergi begitupun dengan mertuanya Adya.
Setelah dari cafe, Deon mengajak Reina untuk pergi ke restauran terdekat, karena jarak restauran sangat dekat, Reina dan Deon memilih untuk jalan kaki menuju restauran tersebut. Sambil jalan kaki, mereka mengobrol bersama, Reina dan Deon tidak sadar bahwa sedari tadi ada yang mengikuti gerak gerik mereka berdua.
Reina dan Deon tiba di restauran, meraka berdua memesan beberapa makanan.
Selesai makan, Reina dan Deon memutuskan untuk pulang karena tidak terasa malam mulai datang.
"Mau aku antar pulang?" tawar Deon.
"Gak usah," jawab Reina.
"Kenapa?"
"Aku bisa pulang sendiri."
"Kamu mending pulang sama aku Na."
"Taksinya udah ada." Reina menghentikan taksi yang lewat.
Deon membuka pintu taksi, Reina pun masuk ke dalam.
"Hati-hati di jalan."
"Iya, kamu juga." Begitu Deon menutup pintu, taksi pun pergi.
Beberapa saat kemudian, taksi tiba di depan mansion keluarga Nicholas, Reina turun dan tak lupa membayar ongkos taksi.
Reina berjalan masuk ke dalam halaman mansion, saat Reina sudah sampai dan ingin membuka pintu mansion, suara Farel mengalihkan tujuan Reina.
"Nyonya Nicholas." Sapa Farel dan Farel membungkukkan badannya.
"Farel."
"Maaf Nyonya Nicholas jika saya menggangu waktu anda."
"Tidak apa Farel, ada apa?" tanya Reina.
"Tuan Nicholas menyuruh saya untuk menjemput anda Nyonya," jawab Farel.
"Memangnya dia dimana?"
"Tuan di kantor, mari Nyonya Nicholas."
"Emm baiklah." Reina yang awalnya akan masuk ke dalam mansion, terpaksa ikut dengan Farel. Jika Reina menolak, bisa di pastikan Theo akan marah.
Farel membuka pintu belakang, begitu Reina sudah masuk, Farel menutup kembali pintunya.
Di sepanjang perjalanan, Reina hanya diam sambil menatap ke arah luar.
Saat mobil sudah berada di kantor TBN CORP, Farel segera membuka pintu untuk Reina.
"Nyonya Nicholas." Farel mempersilahkan Reina untuk jalan lebih dulu.
Mereka naik lift untuk sampai ke lantai atas dimana ruangan Theo berada, begitu tiba di lantai atas, Farel berhenti, tentu saja Reina menoleh ke arah Farel.
"Nyonya Nicholas, Tuan menyuruh Nyonya untuk segera masuk, saya hanya bisa mengantarkan Nyonya sampai di sini." Jelas Farel.
"Loh kenapa?" tanya Reina.
"Itu perintah dari Tuan, saya permisi Nyonya." Farel pergi begitu sudah berpamitan kepada Reina.
Reina akhirnya masuk ke dalam ruangan suaminya. Reina masuk ke dalam, namun tidak ada Theo di sini, Reina menatap sekeliling.
"Kak Theo." Panggil Reina.
"Kak Theo dimana?"
Ada suara di sebelah pintu sebelah kiri, yang Reina tau jika itu adalah kamar pribadi jika Theo ingin istirahat.
"Kak Theo." Panggil Reina lagi.
Reina berjalan menuju pintu, kemudian Reina membuka pintu kamar dengan pelan. Namun saat di buka kamarnya begitu gelap gulita, tanpa menunggu lama Reina segera masuk, begitu masuk ke dalam.
Klek!
Pintu kamar tertutup, tentu saja itu membuat Reina terkejut.
Klik!
Lampu menyala, Reina dengan jelas melihat Theo berdiri di belakang pintu.
"Kak Theo."
Theo menatap Reina tajam sambil membawa sebotol wine yang sudah terbuka.
"Sayang." Theo mendekati Reina lalu memeluknya, Reina hanya diam membiarkan Theo memeluk tubuhnya.
"Kak Theo, kamu mabuk?"
"Aku tidak mabuk, hanya setengah botol tidak akan ada efeknya." Theo melepas pelukannya.
"Darimana kamu?" tanya Theo.
"Dari mansion," jawab Reina.
"Kamu mulai berani berbohong." Theo mendesak Reina, Reina mundur perlahan dan Theo semakin mendesak Reina, sampai-sampai Reina jatuh terduduk di atas ranjang yang ada di dalam kamar.
"Ka-kak Theo."
"Jawab, dari mana kamu?"
"Aku dari mansion, namun sebelum itu, aku bertemu dengan teman lama." Jelas Reina.
"Berdua?"
"Tidak, kami awalnya berempat."
"Dan akhirnya kalian berdua."
"Iya." Reina menjawab dengan jujur.
"Ada hubungan apa kalian berdua?" tanya Theo.
"Kami hanya teman," jawab Reina.
"Yakin?"
"Dia memang temanku."
Theo tersenyum miring, "Teman rasa pacar huh?"
"Tidak, Kak Theo kenapa sih?" Reina bingung dengan sikap Theo.
"Kamu yang kenapa." Nada suara Theo mulai berubah.
"Kak Theo, aku sudah katakan, dia hanya temanku."
"Kamu harus aku hukum, karena kamu sudah membuatku marah."
Dengan kasar Theo mencengkram dagu Reina, awalnya Reina diam, namun saat Theo memaksanya untuk minum wine langsung dari botolnya, Reina berontak, tangan Reina memukul lengan Theo.
"Diam!" Theo menuangkan isi wine ke dalam mulut Reina, Reina yang tidak siap dan tidak bisa minum seperti itu langsung tersedak, tenggorokan Reina langsung sakit.
"Uhuk!" Reina batuk-batuk, beberapa cairan wine tumpah mengenai pakaiannya juga pakaian Theo.
Reina menghempas tangan Theo dari dagunya, setelah terlepas, Reina mengelap mulut juga dagunya yang basah karena wine, baju kaos dan celana jeans yang Reina pakai juga ikut basah.
"Buka bajumu." Perintah Theo.
"Gak," tolak Reina.
Karena Reina menolak, Theo lantas membuka paksa kaos juga celana Reina. Reina berontak, Theo butuh tenaga ekstra saat melepaskan pakaian Reina.
"Kak Theo lepas." Reina memukul bahu juga dada Theo, namun Theo tetap melepas paksa pakaiannya, saat sudah terlepas, kini tubuh Reina hanya tertutupi bra dan panty dengan warna senada.
Theo melipat lengan kemejanya ke atas, penampilan Theo hanya memakai kemeja putih polos dan celana kerjanya.
Karena wine nya masih tersisa, dengan sekali teguk Theo menghabiskannya, kemudian meletakkan botol itu di atas meja nakas. Melihat Theo lengah, Reina pun berencana untuk melarikan diri, karena Reina tau apa yang akan terjadi selanjutnya, namun keberuntungan tidak berpihak kepadanya, Theo memeluk Reina dari belakang.
"Mau kemana?"
"Kak Theo lepas."
"Kenapa, kamu ingin bertemu dengan dia lagi?"
"Dia siapa?"
"Deon," ucap Theo.