"Reina." Theo datang terburu-buru.
Menyadari tingkahnya, Theo pun menyapa Edwin, "Siang Ayah."
"Duduklah Theo."
"Iya Ayah." Theo duduk bersama dengan Reina juga Adya.
Edwin memperhatikan Theo yang tampak terengah, "Sepertinya kamu terburu-buru."
"Iya, aku panik begitu Reina tidak ada," jawab Theo.
"Namanya juga pengantin baru, pasti lengket terus." Adya dan Edwin tertawa.
"Sayang, jika kamu mau pergi, kamu harus meminta izin kepadaku." Theo mengelus kepala Reina.
Reina menatap Theo sekilas, "Maaf, lain kali aku akan meminta izin."
Theo sungguh bermuka dua, di saat ada keluarga Theo akan bersikap manis, tetapi saat mereka hanya berdua, Theo akan bersikap kasar kepadanya.
"Ekhem! bagaimana dengan kabar calon cucu kita?" tanya Edwin sambil tersenyum.
"Masih dalam proses Ayah." Jawab Theo sedangkan Reina hanya diam tanpa minat untuk menjawab.
"Ayah sudah tidak sabar, bukan begitu Adya?"
"Tentu saja."
"Doa kan saja yang terbaik Ayah, Mommy." Ucap Theo menatap Edwin dan Adya bergantian.
"Tentu, kami akan berdoa untuk kebaikan kalian."
Theo, Reina, Adya dan Edwin banyak berbincang. Sampai Theo, Reina dan Adya pamit untuk pulang, Edwin mengantar mereka sampai depan mansion.
.
.
.
Theo masuk ke dalam kamarnya bersama Reina, Theo merebahkan tubuhnya di atas ranjang lalu meletakkan satu tangannya di atas jidat sembari memejamkan matanya.
"Kak Theo, jika ingin tidur, bersihkan diri terlebih dahulu."
"Gak usah so peduli." Ucap Theo masih dengan posisi nyamannya.
Sedetik kemudian, Theo bangun, Theo menatap Reina yang sedang duduk di sofa.
"Apa kamu mengadu?"
"Tidak."
"Baguslah, kalau sampai kamu berani mengadu, lihat saja apa hukuman yang pantas kamu dapat." Ancam Theo.
Reina menatap Theo, lalu berkata, "Sebenarnya, kenapa kamu menikahi ku? jika kamu tidak suka, sebaiknya jangan."
"Tidak usah banyak bicara, diam!" Theo kembali berbaring sambil menutup matanya.
"Reina," panggil Theo.
"Lareina." Tidak ada respon.
Karena panggilannya tidak di respon, Theo kembali bangun, saat dilihat, Reina masih setia dengan posisinya.
"Apa kamu tuli?" Theo menatap Reina tajam.
"Apa sekarang kamu juga bisu?" Theo tidak suka Reina mendiaminya.
"Apa?" sewot Reina.
Dengan penuh emosi, Theo mendekati Reina, lalu memegang dagu Reina dengan kasar.
"BERANI KAMU MENDIAMI KU?!"
"Kamu yang menyuruhku untuk diam, aku sudah mematuhi perintah kamu, lalu mau apa lagi?"
"TURUTI SEMUANYA." Bentak Taehyung.
"Apa bisa, kamu gak usah kasar seperti ini." Reina menghempas tangan Theo di dagunya.
"Sekarang kamu sudah berani memerintah huh?"
"Aku gak tau, sebenarnya pikiran kamu gimana, aku udah turuti perintah kamu, tapi kamu malah marah-marah." Reina tidak boleh lemah, dia harus bisa melawan.
"Sini kamu." Theo menarik paksa Reina menuju kamar mandi, begitu Reina sudah masuk, Theo menyalakan shower lalu membasahi tubuh Reina dengan air dingin.
"Kak Theo." Reina berteriak.
"Nikmati hukuman mu."
"Kak Theo berhenti." Melihat Reina sudah basah kuyup, Theo pun berhenti.
"Apa yang kamu lakukan?" Reina mengusap wajahnya yang basah.
"DIAM!"
Glek!
Theo mengutuk pikiran bodohnya, awalnya Theo ingin memberikan hukuman kepada Reina. Namun sekarang, justru dirinya sendiri yang malah terjebak dengan tindakannya.
Tubuh Reina membuat Theo tidak fokus, bagaimana tidak, pakaian yang Reina pakai menerawang begitu terkena air.
"Shit!" Theo melempar shower, lalu pergi keluar dengan menutup pintu kamar mandi kencang.
Reina terdiam, menikah dengan Theo adalah mimpi buruk dari yang terburuk. Bagaimana bisa takdir malah mempertemukan mereka, jika bisa mengadu dan meminta, Reina tidak ingin bertemu dengan Theo.
Beberapa saat kemudian, Reina keluar dari kamar mandi lengkap dengan pakaiannya. Theo melirik Reina sekilas, lalu kembali fokus dengan laptopnya. Reina memperhatikan Theo dalam diam, Theo memakai kacamata kerjanya, itu membuat Theo terlihat seperti seorang dosen killer semasa kuliahnya dulu, dan tanpa sadar Reina tersenyum.
"Gak usah senyum." Reina buru-buru mengubah ekspresinya.
"Apa ada yang lucu?" Theo menatap Reina lekat.
"Gak," jawab Reina.
"Hukuman kamu bertambah, kamu harus tidur di sofa."
"Iya." Tanpa banyak bicara lagi Reina langsung memposisikan diri untuk tidur, karena jujur saja Reina mengantuk juga lapar.
Theo menatap Reina tidak percaya, dengan mudahnya Reina tertidur. Theo menggeleng lalu kembali fokus ke laptopnya.
Waktu berlalu, karena rasa lapar yang sudah tidak bisa di tahan dan di tambah perut Reina sedari tadi berbunyi, akhirnya Reina terbangun.
"Lapar," keluh Reina.
Reina menatap Theo yang tertidur dengan kacamata dan laptop yang masih menyala.
"Dasar monster, gara-gara kamu aku kelaparan."
Reina mendekati Theo, perlahan Reina menutup laptop dan melepaskan kacamata yang Theo pakai lalu menyimpannya di atas meja nakas.
"Monster sepertimu ternyata bisa tertidur juga." Reina menatap Theo tajam, jika saja Theo bangun, mana berani Reina menatap Theo tajam seperti ini.
Reina menyelimuti tubuh Theo, begitu dirasa Theo sudah nyaman, Reina memutuskan untuk pergi ke bawah untuk mencari makanan, urusan perutnya tidak boleh di tunda.
"Tuan monster yang baik hati, bolehkan aku izin meminta makananmu, perutku bisa sakit jika aku menunda makan, boleh yah?"
"Hohoho tentu saja boleh." Jawab Reina menirukan suara monster, Reina tertawa terbahak-bahak dengan tingkahnya.
Ingat ada Theo, Reina langsung berhenti dia takut Theo bangun lalu marah-marah.
Tanpa menunda waktu, Reina langsung pergi mencari makan, dan tanpa Reina tau, Theo sebenarnya belum tidur dan jelas semua perkataan juga tingkah Reina di ketahui oleh Theo.
"Dasar kelinci lambat, beraninya menantang monster sepertiku, dia tidak takut di terkam hidup-hidup rupanya." Theo tersenyum miring.
Karena posisinya yang sudah nyaman, Theo pun tertidur.
Reina mencari makanan apa yang bisa dia makan, dan solusi paling cepat adalah mie instan. Reina pun memasak mie instan, dengan toping irisan daging dan tentu saja telur, jangan lewatkan juga sayur atau kimchi sebagai pelengkap yang lain.
Reina begitu senang sambil memakan mie instan buatannya, akhirnya dia bisa makan enak juga. Setelah selesai menikmati mie instan, Reina membersihkan kembali alat-alat yang telah dia pakai dan mengembalikannya ke tempat semula.
Kini Reina kembali ke kamarnya, setelah perutnya sudah terisi, rasa kantuknya mulai datang. Reina menatap Theo yang sudah lebih dulu tertidur, dalam diam Reina berucap dalam hati, Reina pikir Theo adalah pria yang hangat, iya itu memang benar, tapi itu hanya berlaku untuk keluarganya saja.
Reina duduk di sofa, lalu Reina membaringkan tubuhnya. Reina teringat dengan ayah juga adiknya, Reina belum terbiasa jauh dari keluarganya, dan kini mau tak mau Reina harus membiasakan diri. Statusnya kini telah berubah, Reina mempunyai suami, dan dengan begitu maka Reina akan lebih fokus kepada suami dan keluarganya kelak.
Perlahan Reina menutup matanya, dan Reina pun tertidur ke alam mimpi.