Reina terbangun lebih dulu, begitu bangun, tubuh Reina pegal karena Reina tidak terbiasa tidur di sofa. Dengan langkah pelan Reina pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri, selesai membersihkan diri, Reina pun turun ke bawah tanpa membangunkan Theo.
"Pagi Mommy." Sapa Reina melihat mertuanya sudah berada di meja makan.
"Pagi sayang, duduklah, ayo kita sarapan bersama, di mana Theo?"
"Dia masih tidur, aku tidak tega untuk membangunkannya."
"Benarkah?" Suara Theo jelas membuat Reina dan Adya menatap ke arahnya.
"Cepat duduk sayang."
Theo duduk di meja utama, di sebelah kanan ada Mommy nya Adya dan di sebelah kiri ada Reina.
"Kamu bergadang lagi sayang?" Adya tau kebiasaan anaknya ini.
"Iya Mommy, ada kerjaan yang harus segera di periksa."
"Jangan sering bergadang."
"Iya Mommy."
Adya beralih menatap ke Reina, "Reina sayang, apa kamu tau, Theo itu jarang tidur."
"Benarkah Mommy?"
"Iya, makannya itu, lain kali kamu harus marahin Theo jika dia bergadang."
"Iya Mommy."
"Semalam aku tidak bisa tidur, itu karena menantu Mommy."
"Ehh?" Reina menatap Theo bingung.
"Memangnya kenapa sayang?" tanya Adya.
"Tanyakan saja, bukan begitu sayang?" Theo dengan sengaja mengedipkan sebelah matanya ke arah Reina.
Reina yang melihat itu terkejut, "Ya ampun, apa itu artinya dia masih bangun saat aku bertingkah, mampus kamu Reina." Teriak Reina dalam hati.
"Mommy harap berita baik akan segera datang."
"Mommy menanti seorang cucu?" tanya Theo.
"Tentu saja."
"Tapi Mommy, untuk hal itu sepertinya tidak bisa."
"Kenapa?"
"Itu butuh banyak waktu." Adya mengerti maksud ucapan Theo.
Theo, Reina dan Adya fokus dengan sarapan pagi mereka, setelah selesai, mereka berkumpul di ruang tengah. Adya banyak berbincang dengan Reina, sedangkan Theo hanya menjadi pendengar.
Waktu berlalu, tiba-tiba pintu mansion terbuka, menampakkan seorang wanita muda yang di kawal oleh para maid juga penjaga mansion.
"Hello everyone, i'm coming," sapanya.
"Sayang." Adya bangkit lalu menyambut kedatangannya.
"Mommy." Mereka berdua saling berpelukan.
"Safira."
"Kakak." Safira beralih memeluk Theo.
Reina hanya diam, kini dia tau jika yang datang itu adalah Athalia Safira, adik dari Theo.
"Bagaimana kabarmu?"
"Aku baik." Safira beralih menatap ke Reina.
"Reina, ini Safira, adiknya Theo." Adya memperkenalkan Safira kepada Reina.
"Hai Kak Reina," sapa Safira.
"Hai Safira."
"Kak Reina cantik sekali." Safira mendekati Reina.
"Terima kasih, kamu juga sangat cantik."
"Kak Reina bisa saja." Safira tersenyum malu.
Reina menatap Safira ragu, apa Safira juga memiliki sifat yang sama seperti Theo.
"Kak Reina, apa ada yang aneh dengan penampilanku?" Safira jelas tau arti dari tatapan Reina.
"Tidak, hanya saja, kamu terlihat cantik saat dilihat secara langsung." Reina tersenyum.
"Kak Reina, bolehkah aku memelukmu?" pinta Safira
"Tentu Safira." Safira langsung memeluk Reina.
"Akhirnya aku punya Kakak perempuan juga." Ucap Safira begitu senang.
Safira melepaskan pelukannya, lalu memberikan sebuah bingkisan kepada Reina.
"Ini hadiah pernikahan untuk Kak Reina."
"Terima kasih."
"Maaf, aku tidak bisa hadir Kak Reina, ini semua gara-gara Kak Theo, Kak Theo memberitahuku sangat mendadak." Safira menatap kakaknya cemberut sambil marah-marah.
"Kakak lupa karena banyak pekerjaan Safira."
"Ya tapi, seharusnya Kak Theo tidak lupa," omel Safira
"Ya baiklah, Kakak minta maaf."
Reina menatap ke arah Theo, Theo sungguh berbeda jika dengan keluarganya.
"Kak Reina, ayo kita mengobrol bersama."
"Ayo Safira." Reina menatap Theo segan.
"Kak Theo pasti mengizinkan, bukan begitu Kak?" tanya Safira.
"Tidak," jawab Theo.
"Kak Theo, hanya sebentar saja, emm, please."
"Baiklah."
Theo mendekat lalu berbisik kepada Reina, "Jangan macam-macam." Peringatan Theo yang hanya bisa di dengar oleh Reina.
"Ish! tidak usah mesra-mesra di depanku Kak, ayo Kak Reina." Safira langsung mengajak Reina untuk mengobrol bersama di kamar pribadinya.
Begitu tiba di kamar, Safira langsung merebahkan tubuhnya.
"Lelahnya."
"Mau Kakak buatkan sesuatu Safira?"
"Tidak usah Kak Reina." Safira bangkit lalu duduk berhadapan dengan Reina.
"Kak Reina."
"Iya."
"Aku masih tidak percaya, jika Kak Theo akhirnya menikah dengan wanita, aku pikir Kak Theo penyuka sesama jenis," ucap Safira.
"Kenapa kamu bisa berpikir seperti itu?"
"Itu karena Kak Theo tidak pernah mau berurusan dengan wanita manapun. Dan aku senang, karena ternyata Kak Theo menikah dengan Kak Reina, sudah lama aku menginginkan Kakak perempuan, apa Kak Reina mau mempunyai adik cerewet sepertiku?" tanya Safira.
"Tentu, kamu kan adiknya Kakak," jawab Reina.
"Ahh terima kasih." Saking senangnya Safira sampai memeluk Reina dengan erat.
Safira banyak bercerita kepada Reina, Reina sangat bersyukur karena ternyata Safira begitu baik terhadapnya.
Theo dan Adya yang mendengar tawa Reina dan juga Safira jelas tau, jika mereka berdua mudah sekali akrab.
"Keinginan Safira akhirnya terpenuhi."
"Iya Mommy, setidaknya Reina ada gunanya." Theo berbisik di akhir kalimat.
"Apa?"
"Tidak apa Mommy, Mommy aku pergi duluan, aku harus memeriksa sesuatu."
"Iya sayang." Theo pun pergi menuju kamarnya.
.
.
.
Karena terlalu asik mengobrol, sampai membuat Reina dan Safira lupa waktu, waktu sudah berubah menjadi senja.
Sadar waktu, Reina pun segera pergi dari kamar Safira.
"Istirahat yang baik, kamu pasti lelah."
"Siap Kak Reina." Reina melangkah keluar.
"Kak Reina tunggu." Safira menghentikan langkah Reina.
"Kenapa Safira?"
"Apa boleh jika besok kita pergi hangout bersama?" tanya Safira.
"Kakak akan meminta izin terlebih dahulu."
"Baiklah, sampai jumpa Kak Reina."
"Iya Safira."
Setelah dari kamar Safira, Reina pun pergi menuju kamarnya. Begitu masuk ke dalam kamar, Theo menatap Reina tajam.
"Lama sekali, kamu tidak berbicara yang aneh-aneh kepada adikku bukan?"
"Tidak."
"Jawab yang benar." Reina menatap Theo yang masih setia menatapnya dengan tatapan tajam.
"Aku tidak membicarakan hal aneh dengan Safira, jadi kamu tidak perlu khawatir."
"Baguslah." Reina ingin berlalu, namun Theo langsung mencegahnya.
"Mau kemana kamu?"
"Keluar."
"Diam di sini." Theo menepuk sofa di sebelahnya.
Dengan terpaksa, Reina duduk di sofa yang di tempati Theo, namun Reina duduk jauh dari Theo.
"Jangan menjauhiku." Saat Reina ingin berpindah, Theo mencegahnya.
"Sudah, diam saja di situ, aku tidak ingin berdekatan denganmu." Theo kembali fokus dengan berkas yang ada di tangannya.
"Reina." Panggil Theo tanpa melihat ke arah Reina.
"Emm."
"Jawab yang benar."
"Iya ada apa." Dengan nada jutek Reina menjawab.
"Buatkan aku kopi tanpa gula." Tanpa menjawab Reina langsung pergi membuat kopi untuk Theo.
Reina kembali sambil membawa segelas kopi panas.
"Ini."
"Simpan di sana." Reina meletakkan kopinya di atas meja.
Theo menutup berkasnya, lalu meminum kopi buatan Reina.
"Apa ini?" Tanya Theo begitu meminum kopinya.
"Itu kopi," jawab Reina.
"Kamu sebut ini kopi? ini sangat pahit."
"Kopi memang pahit."
"Hanya membuat kopi saja kamu tidak becus." Theo meletakkan gelasnya dengan kencang.
Tak!