Aku pun tertawa lepas. Benar-benar tertawa yang kelihatan alami, padahal aku sedang menahan rasa maluku yang begitu canggung.
Ditatap seperti itu oleh Alex, sepertinya berhasil membuat pipiku memerah.
Sialnya, Alex memang tampan. Wajahnya tanpa cacat cela dan tubuhnya sangat wangi.
Aku menyukai pria yang benar-benar wangi. Karena mereka menggodaku. Mengundangku merasakan birahi.
"Kenapa kau tertawa?" tanyanya lali bersandar di kursinya.
Kugelengkan kepalaku seraya menghentikan tawaku. "Konyol saja," jawabku.
"Apanya yang konyol?"
"Kau."
"Kenapa aku?"
"Sudahlah, ayo kita makan saja. Kau banyak tanya, tahu!" ujarku karena aku memang sudah lapar.
Alex mengangguk dan kami makan dengan hening seperti biasanya. Pikiranku mulai liar. Sambil mengunyah makanan, sesekali aku melirik ke ranjang Alex dengan sprei polos berwarna abu-abu gelap.
Lalu aku sadar, bahwa seluruh ruangannya berwarna keabu-abuan dengan putih.
