Glodak…Bruuuk !!
"Aduh…" terdengar suara benda jatuh dan kesakitan dari arah dapur.
Aku yang mendengar suara dari arah belakang panik, dan langsung lari menuju ke sumber suara tersebut. "Ayah !!!" . aku berlari ke belakang meninggalkan makananku dimeja makan yang belum sempat habis.
Braak…braaak…braak
Aku menggedor gedor pintu kamar mandi yang masih terkunci rapat.
"Ayah…ayah..!!"
"Ayah baik baik saja kan di dalam"
"Ayah, buka pintunya yah." Aku terus berusaha mendobrak pintu kamar mandi. Namun aku tidak kuat untuk mendobrak nya.
"Mas, mas Frans tolong mas!" Aku berteriak untuk minta tolong mas Frans.
"Ada apa vir ? Ada apa dengan om hartawan? " Tanya Frans yang ikut panik melihatku panik.
"Tolong dobrak pintu ini mas, ayah di dalam, tadi aku mendengar suara sepertinya ayah jatuh di kamar mandi ini."
"Akan ku coba untuk dobrak ya." Frans mulai mengambil posisi mendobrak.
Satu..dua..tiga Braak!!!
Dobrakan pertama Frans gagal membuka pintu kamar mandi yang terbuat dari kayu jati kokoh tersebut.
"Kita coba lagi ya. Satu..dua..tiga !"
Braaakk…
Dengan kekuatan yang dimiliki Frans ditambah badannya yang seperti atletis karena dia rajin berolahraga gym, Alhamdulillah dobrakan ke dua pun berhasil membuka pintu tersebut.
"Ayah !!!."
"Om hartawan !!!"
Aku dan Frans kaget melihat ayah yang terkapar tidak berdaya di kamar mandi. Tidak tinggal diam, Frans pun mengangkat ayahku yang sudah pingsan untuk dibawa ke kamarnya.
Aku lemas melihat ayahku seperti itu. Aku seketika bingung hanya bisa menangis dan berdoa. Aku tidak mau terjadi apapun dengan ayahku. Hanya beliau lah harta satu-satunya yang aku miliki.
"Ya Tuhan, semoga ayah baik baik saja." Doaku ditengah kecemasan untuk ayah.
Frans menidurkan ayah di ranjang. frans mencoba memeriksa ayah dengan kemampuan dan pengalamannya dulu sebagai palang merah remaja di universitas sewaktu dia menempuh pendidikan. Salah satu tugasnya menolong mahasiswa yang tidak sadarkan diri ketika upacara di kampusnya.
Sedangkan aku hanya bisa menangis dan mencoba membangunkan ayah dengan minyak angin di area indra penciumannya.
"Ayah, ayah bangung dong yah."
"Gimana mas ayah…hikz..hikz" Tanyaku sambil sesenggukan
"Pak Hartawan belum sadar juga, sebaiknya kita bawa ke rumah sakit. Lebih cepat lebih baik ! " Frans dengan sigap segera mengangkat pak Hartawan ke mobil dan kita segera berangkat ke rumah sakit terdekat.
Aku duduk di jok belakang menemani ayah yang masih belum sadarkan diri. "Ayah, ayah bertahan ya. Sebentar lagi kita sampai di rumah sakit."
"Mas, cepat mas ngebut." Dengan berderai air mata Aku meminta Frans untuk menabah kecepatan mobilnya.
"Iya vir, ini aku usahakan ngebut. Kamu sabar ya, berdoa terus untuk ayah."
Memang pada malam itu kebetulan jalanan lumayan macet. Frans terus membunyikan klakson mobilnya. Agar pengguna jalan memberikan jalan untuk mobil kami lewat.
Akhirnya kami sampi ke rumah sakit pelita kasih Jakarta. Frans langsung keluar mobil teriak meminta tolong kepada suster maunpun dokter yang berjaga malam di UGD. "Suster…dokter.. tolong ayah saya."
Tidak lama kemudian petugas kesehatan datang membawa brankar dorong. Frans mengangkat tubuh ayahku dari mobil untuk ditidurkan di brankar tersebut. Perawat rumah sakit berlari membawa ayah ke UGD aku dan Frans mengikutinya dari belakang mereka.
Ayahku dibawa masuk ke ruang UGD untuk ditangani dokter yang berjaga malam dihari itu.
"Suster biar saya ikut kedalam temani ayah ya ? Aku ingin ada selalu disamping ayah." Paksaku kepada perawat rumah sakit.
"Sebaiknya mbak nunggu diluar ya, biar ayahnya ditangani dokter dulu." Jawab suster sambil menutup pintu UGD.
" Vira..vira kamu tenang ya, doakan Pak Hartawan insyaallah beliau baik baik saja." Frans menarik badanku mencoba menenangkanku yang terus saja menangis.
"Tapi pak, saya takut ayah kenapa napa. Ibu sudah meninggalkan aku, aku tidak mau ayah juga ikut meninggalkanku. Hikss…hikss…hikss."
"Sebaiknya kamu duduk disini dulu, tenangkan dirimu, berdoa dan yakin pak Hartawan akan baik-baik saja. Saya belikan kamu minum ke kantin dulu ya." Frans menenangkanku dan menuntunku duduk di kursi tunggu sebelah ruangan UGD.
"Ayah adalah segalanya dihidupku, dia adalah nyawaku, cinta pertamaku, separuh diriku setelah ibu meninggalkan kami. Duhai Allah yang maha menyembuhkan, tolong selamatkan beliau."
Frans datang dari kantin membawa sebotol air mineral dan makanan ringan. "Ini minum dulu, agar kamu tenang. Dan ini makanan ringan, tadi kan kita makan dirumah tidak habis. Biar kamu tidak masuk angin."
tlilit…tlililit..
(telepon masuk dari ponsel Frans)
"Ya hallo mah, maaf mah Frans pulang terlamat, ini temani vira dirumah sakit. Tadi ayahnya jatuh di kamar mandi, sekarang aku dan vira bawa ke rumah sakit, agar mendapatan penanganan yang baik" jelas frans kepada ibu sovia.
Frans mematikan ponselnya, dia menyampaikan salam untuku dari ibu sovia, mamahnya Frans. Agar aku sabar dan tabah.
Setelah hampir 1jam dokter UGD memeriksa ayahku. Akhirnya dokter keluar dari ruangan juga.
" dok gimana keadaan ayah saya. Dia baik baik saja kan dok." Tanyaku panik.
"Mari ikut keruangan saya, akan saya jelaskan diruangan saja." Tanpa menejelaskan apapun, dokter perempuan yang menenganai ayah memintaku untuk ikut keruangan bersamanya.
Dokter itu menjelaskan secara lengkap yang terjadi dengan ayah. ternyata ayahku sesak nafas dan paru parunya sedikit bermasalah. Karena memang ayah seorang perokok aktif dari dulu mungki. Ini yang menyebabkan batuk dan harus dirawat inap selama beberapa hari sampai kondisinya stabil.
Mendengar penjelasan dokter rasanya aku bagai disambar petir. Aku merasa rapuh, lemas terus menangis. Aku hanya berpasarah serta meminta pihak rumah sakit agar memberi perawatan yang terbaik untum ayahku.
"Yasudah bapak, dan mbak mengurus administrasi terlebih dahulu sebelum pak Hartawan dipindahkan ke ruang inap. Nanti di Administrasi akan diberi informasi ruangan mana saja yang kosong, kalian bisa memilih untuk pak Hartawan." Pinta dokter didepanku sekarang.
"Terimakasih dok, kami permisi dulu. Aku dan Frans meninggalkan ruangan dokter umum tersebut.
Frans melihatku yang sangat sedih, dia memeluku untuk menguatkanku agar aku bersabar. Memang saat-saat seperti ini hanya kekuatan dari orang orang terdekat lah yang aku butukan. Sedangkan selama aku tinggal di kota ini, tidak ada sanak saudara, hanya teman dan sahabat kuliah yang aku punya.
Aku sadar jika Frans memeluku, namun aku juga sadar diri, aku hanya mahasiswa yang sedang magang di kantornya tidak lebih dan tidak pantas jika ada orang yang mengenal kami melihatnya. Tapi entah kenapa walau beberapa detik frans memeluku, aku merasa sedikit tenang bahwa aku tidak sendiri.
"Eh pak Frans maaf kami bukan muhrim." Aku mendorong Frans dari pelukanku.
"Eh maaf vir, bukan maksud apa apa tapi aku hanya ingin kamu tenang. Yasudah saya ke ruang administrasi dulu, untuk mengurus administrasi ayah kamu."
"Ehmm..tidak pak terimakasih, biar saya saja, bapak sudah banyak menolong saya." Akupun bergegas ke ruang administrasi agar ayah segera mendapat kamar inap dan segera di pindahkan.
"Hey vir, tunggu biar saya temani." Frans menarik tangan vira yang berjalan cepat ke ruang adiminstrasi. Frans rasa, vira membutuhkan teman di situsi seperti ini. Frans ingin membalas kebaikan Vira. mengingat Vira pernah menolong ibu Frans yang mengalami tabrak lari.
Masalah administrasi pun terselesaikan, akhirnya pak Hartawan dapat dipindahkan ke kamar inap, ruang Anggrek 1.
Aku dan Frans menjemput ayah yang masih diruang UGD, untuk dipimdahkan ke ruang anggrek 1.
"Ayah, gimana keadaan ayah ? Apa yang disrasa sakit ?" Tanya vira dengan wajah tegarnya.
"Dada ayah sesak nak." Jawab pak Hartawan dengan keadaan masih lemas.
"Yasudah, sekarang kita pindah ke kamar inap ya."
Petugas membantu kami untuk pemindahan kamar rawat ayah. Dan perawat memasang infus di tangan ayah.
"Mas frans apakah bisa saya minta tolong tunggu ayah sebentar, saya akan menebus obat ayah di apotek." Pintaku kepada Frans.
" Oke, ayah kamu biar saya yang tunggu disini".
Aku segera menuju ke apotek untuk menebus obat ayah. Sembari menunggu obatnya jadi, aku mencoba menghubungi jesica. Karena dia salah satu sahabatku.
Tuut…tuut..tuut menunggu telepon diangkat oleh jesica.
"Hallo Jes.."
" Eh lo kenapa vir kok nangis" jawab sahabatku dari sebrang sana.
"Ayah gue vir, masuk rumah sakit tadi jatuh di kamar mandi." Jelasku dengan nada sedih.
"Astaga Vira, kasian banget sih lo. Terus sekarang lo sama siapa di rumah sakit ?"
"Gue ditemani pak Frans disini."
"Hah pak Frans nemeni lo di rumah sakit." Jesica kaget
"Iya jes, kenapa kok lo kaget gitu ?"tanyaku curiga.
"Ah gapapa, yaudah gue kesana ya temenin lo. Eh btw dirumah sakit mana ayah lo dirawat ?"
"Di rumah sakit Pelita Kasih yang gak jauh dari rumahku itu. Kamar anggrek 1 ya jes."jelas Vira.
Vira sedikit bahagia, karena sahabatnya itu akan datang menemaninya dirumah sakit. Namun disisi lain Jesica datang ke rumah sakit tujuan lainnya karena di rumah sakit pelita kasih ada pak Frans yang sedang menemani Vira juga.
Setelah 30 menit menunggu antrian obat, akhirnya obat ayahku pun selesai juga.
" Antrian 10 atas nama bapak Hartawan" terdengar panggilan dari petugas apotek.
"Terimakasih ya mbak."
aku menermima obat yang sudah ku tebus dan kembali ke kamar anggrek 1.
*Bersambung*