Chereads / Sekretaris Pipi / Chapter 11 - Ponselku hilang ?

Chapter 11 - Ponselku hilang ?

Di lorong yang sepi, hanya berteman dengan bunyi mesin elektrokardiogram (EKG), aku duduk termenung sendiri di kursi tunggu di depan ruang anggrek 1, dimana kamar inap ayahku. Aku terngiang dengan ucapan ayah yang memintaku untuk segera menikah.

Di satu sisi memang usiaku sudah memasuki 25 tahun. Dimana di usia tersebut bagi wanita adalah usia ideal untuk menikah. Tapi disisi lain, aku ingin mengejar cita-citaku sukses membanggakan ayah dan alamarhumah ibuku disana. Agar selama ini usaha mereka mendidik dan menyekolahkanku tidak sia-sia. 

Sepertinya ayahku sangat berharap aku cepat menikah. Aduh, sungguh bimbang, keputusan apa yang harus ku ambil !. Aku tidak mau mengecewakan ayah.

Jika aku memilih menikah, harus menikah dengan siapa, calon aja ku belum ada. Sedangkan jika aku mengejar cita-cita gak tau di usia berapa aku sukses bisa lebih cepat atau mungkin lama.

"Ya tuhan, bantu aku. Daripada aku suntuk begini, mendingan aku ke kantin membeli sarapan." Gumam vira menggaruk-garuk kepala.

Aku bangkit dari tempat duduku. sebelum ke kantin aku masuk ke kamar ayah untuk mengambil tas. "Ternyata ayah sedang tidur." Aku sudah perlahan-lahan masuk agar tidak mengganggu tidur ayah. Namun ketika aku hendak keluar tiba-tiba ayah terbangun. 

"Vira.." panggilnya

"Iya yah, ayah kok bangun ?." Jawabku dan berjalan mendekat ke tempat tidur ayah.

"Iya ayah dengar saat kamu mengambil tas tadi. Kamu mau kemana nak?"

" Ini yah, vira mau ke kantin belu sarapan. Ayah mau nitip apa ?" Tawarku.

"Ya, boleh ayah dibelikan air mineral saja. Ayah sangat haus." Pintanya

" Tentu boleh dong ayah sayang." Mengusap rambut ayah Hartawan.

"Oh ya, kamu gk masuk magang hari ini? Nanti kalau bolos, kena tegur bos dan dekan kampusmu lo." 

"Aku kemarin udah izin ke pak Frans dan ini nanti vira coba menghubungi wali studi dikampus untuk izin sementara buat jagain ayah."

"Yaampun nak, ayah sudah merasa sehat, kamu tinggal ke kantor aja tidak masalah." Terang ayahku memang sudah mulai ceria walaupun agak sedikit pucat.

"Tidak ayah, vira tidak tenang ninggalin ayah sendiri disini." Jawabku dengan wajah sedih khawatir akan kesehatan ayah.

kruuk…kruuk..kruuk

Terdengar suara perutku sudah sangat lapar. "Ayah, vira ke kantin dulu ya, sudah sangat lapar ini perut minta diisi hehe." Senyum Candaku berusaha mencairkan suasana yang sempat sedih.

"Haha, yasudah kamu sarapan saja dulu." 

Aku melangkah ke luar kamar untuk pergi ke kantin. Jarak antara ruang anggrek 1 kamar rawat ayahku dengan kantin rumah sakit lumayan jauh. Harus melewati beberapa lorong dan belokan. Karena ruang anggrek 1 berada di sebelah tengah bagian barat. Sedangkan kantin rumah sakit berada di belakang bagian timur yang hampir dekat dengan parkiran. 

Saat sampai dikantin, gerai penjual makanan belum semuanya buka. Hanya ada penjual nasi pecel saja. Akhirnya aku memesan nasi pecel beserta lauknya sebagai menu sarapanki pagi ini. Pembelinyapun cukup ramai, karena saat ini adalah jam sarapan pegawai dan orang-orang yang ada di rumah sakit. 

Aku harus sabar mengantri untuk mendapatkan sarapan nasi pecel. Sambil menunggu antrian aku coba mencari tempat duduk yang kosong. Teringat jika aku harus menghubungi wali studi kampus untuk minta izin absen magang. 

Saat aku ingin menghubungi pihak kampus, tiba-tiba ponselku hilang.

Aku coba mencarinya di dalam tas, mengobrak abrik seluruh isi tas serta meraba saku baju hingga celana tetapi tidak menemukannya juga.

"Aduh, dimana ini handphoneku. Apakah jatuh ?, apakah ketinggalan dikamar ayah ? Perasaan tadi saat aku duduk di depan kamar ayah, aku masih megang handphoneku..hmm." gumamku mencoba mengingat-ingat kembali.

Aku melihat antrian pembeli nasi pecel mulai lengah, ku berjalan mendekat ke penjual, untuk memesan satu bungkus nasi pecel beserta lauk.

"Bu, pesan nasi pecel sebungkus sama lauknya dikasih telur ceplok. Dibungkus aja ya bu." Pintaku.

Tadinya aku ingin makan ditempat. Sembari menenangkan fikiran tentang permintaan ayah semalam. Namun fikiranku tambah tidak tenang karena ponselku yang entah dimana aku lupa meletakkannya.

"Aduh, semoga gak ilang deh, semoga ada dikamar ayah, aku butuh banget untuk menghubungi pihak kampus." Berharap cemas.

Setelah beberapa menit, menunggu pesananku akhirnya ready juga. Aku langsung mengeluarkan beberapa lembar uang dari dompetku dan membayar nasi pecel pesananku beserta air mineral pesanan ayah.

Aku langsung berlari menuju ke kamar ayah yang lumayan jaraknya dari kantin rumah sakit. Sesampai di kamar ayah, "ada apa vira ? Kenapa kamu lari-larian gitu,?." Tanya ayahku

"Ayah, tau ponsel vira dimana ?." Tanyaku panik sambil membuka laci meja.

"Vira, nak, tenang dulu dong, ini ponsel kamu ada sama ayah. Tadi ketinggalan disebelah tidur ayah." Jawab ayahku melegakan kekhawatiranku

"Alhamdulillah ternyata gak ilang."

"Tadi ada telepon dari nak Frans, maaf ayah yang angkat. Ayah bilang aja kalau kamu sedang ke kantin untuk membeli sarapan. Coba kamu telepon balik aja, mugkin ada hal penting." Jelas ayahku sambil menyerahkan ponsel milikku.

"Iya deh, coba vira telepon pak Frans."

Tut…tut…tut

"Hallo assalamu'alaikum pak frans, ada apa ya tadi bapak telepon saya? Maaf tadi saya ke kantin, dan ponselnya ketinggalan." 

"Wa'alaikumsalam vir, hmm tidak apa saya hanya ingin bertanya keadaan om hartawan bagaimana, apakah sudah ada perkembangan ?" Jawab suara lelaki dari sebrang sana yang penuh perhatian seperti ayahnya sendiri.

"Oh, iya pak, eh mas, ayah sudah semakin membaik setelah minum obat dari dokter. Hanya saja tidak boleh kelelahan. Mungkin besok bisa pulanh kalau semua cek lab nya udah normal." Terangku 

"Oh syukurlah kalau begitu. Yasudah, kamu juga jaga kesehatan makan dan isturahat yang cukup. Kalau kamu sakit ayahmu siapa yang ngerawat." 

Aku sempat terdiam sejenak saat Frans memperhatikan kesehataknku. Namun dalam hati ini rasanya senang. Ucapan barusan yang aku dengar seperti bentuk perhatian yang selama ini aku tidak dapatkan dari lelaki lain kecuali ayahku. Ya, karena semenjak aku tersakiti oleh mantan pacarku semasa duduk di bangku SMA aku membatasi diri dari lelaki manapun sampai detik ini. 

"Hallo, hallo vira kok diam ? apakah kamu masih disitu?." Suara Frans mengagetkan lamunanku.

"Eh, mas iya maaf aku tadi mengambilkan obat ayah." Alasanku kepadanya.

"Iya mas, terimakasih banyak sudah diingatkan. Oh ya mas, sekali lagi saya izin tidak masuk magang ya." 

"Iya vir, kemarin kan kamu sudah izin ke saya. Yasudah ya, saya mau berangkat ke kantor. Oh ya, mama titip salam buat kamu dan om hartawan cepat sembuh katanya. Maaf belum sempat jenguk." 

"Iya mas, terimakasih, sampaikan salam kembali ke ibu sovia."

Frans mengakhiri teleponnya karena ia terburu-buru pergi ke kantor. Sedangkan aku harus menghubungi pihak kampus untuk izin absen tidak masuk magang untuk hari ini. Karena aku khawatir jika tidak izin akan mengurangi laporan penilaian magangku. Meskipun aku sudah izin pada yang punya perusahaan secara langsung.

"Halo, selamat pagi, dengan kesiswaan fakultas ekonomi. Ada yang bisa kami bantu?."

"Halo, Selamat pagi bu, ini saya vira mahasiswa fakultas ekonomi semester 7. Saya mau absen izin tidak masuk magang untuk hari ini dikarenakan ayah saya sedang masuk rumah sakit dan saya harus mengurusnya." Terangku 

"Ok baik, sebentar ya saya cek datanya dulu. Mohon ditunggu untuk beberapa menit." 

Setelah aku menunggu tidak ada 5 menit lamanya, "halo, apakah masih terhubung dengan kan vira ?." 

"Iya bu, masih bagaimana ? Apakah diizinkan ?."

"Atas nama vira, dengan NIM 52415021 fakultas ekonomi sekarang magang di PT Gemilang Sejahtera ya ?."

"Iya benar sekali bu." 

"Baik kak vira, pihak kampus mengizinkan absen untuk tidak masuk magang, paling lama hanya 3 hari saja jika tanpa surat izin dari kantor. Namun jika ada surat dari kantor, bisa lebih kak." Jelas pegawai Tata Usaha Fakultas ekonomi dikampusku.

" Baik bu terimakasih banyak atas pengertiannya.Wassalamu'alaikum."

Akhirnya urusan kampus sudah selesai. Aku harus fokus untuk mengurus ayah disini sampai pulangnya nanti ke rumah. 

Jam menunjukan pukul 09.00 dimana waktu sarapan dan minum obat untuk ayah. Seperti biasa, aku menyiapkan obat ayahku dan menyuapinya makan.

Aku harus sabar merawat ayah, meskipun terkadang ayah suka ngomel jika ada sesuatu hal yang tidak pas dengan kehendaknya. Namun aku tetap harus ekstra sabar karena beliau harta yang saat ini aku punya. Teringat dulu saatku masih kecil, beliau juga menyuapiku makan disaat aku belum bisa makan. Dengan sabar dan telatennya ayah menyuapi bocah kecilnya. Dan sekarang tiba saatnya aku yang merawat ayah.