Chereads / 100 Persen Itu Sempurna / Chapter 24 - 24. Semangkuk Rawon

Chapter 24 - 24. Semangkuk Rawon

Rama menyeruput kuah rawon untuk terakhir kalinya sebelum isi semangkok rawon panas yang beberapa menit lalu siap mereka santap itu habis sudah isinya. Nata melirik Rama aneh. Bagaimana tidak, si jangkung itu bolos sekolah! Setelahnya Nata menemukannya dengan keadaan babak belur dengan tingkat emosional yang tinggi. Bukan Rama namanya, kalau tak aneh, tiba-tiba saja ia memanggil Nata dan meminta dirinya untuk mengobati luka yang entah datangnya dari mana.

Seakan pintu hatinya diketuk bahkan didobrak dengan keras nan kasar, ia mengajak makan Nata. Rawon adalah menu yang dipilih oleh Rama, katanya sih ... ini adalah menu andalan kalau ia lewat jalan sini, enaknya luar biasa tiada tanding. Dahsyat aroma dan menggoda lidahnya untuk segera mengecap. Sebagai embel-embel, Rama mengatakan bahwa ia yang akan membayar semuanya nanti. Namun, sial benar Nata sore ini sebab pada akhirnya Nata juga yang harus mengeluarkan kocek untuk biaya perut Rama sore ini -- Dompet gue ilang. Ntar gue gantiin deh. Gue utang sama lo -- kiranya itu yang didengar Nata di sela makannya remaja itu.

--Setan benar memang Rama!

"Udah kenyang?"

Rama mengangguk pasti. "Ga ada yang seenak Rawon di sini 'kan?"

Nata membuang muka, menyembunyikan ekspresi wajah anehnya sekarang. Jika saja ia tak sedang iba, Nata pasti sudah memaki habis-habisan Rama.

"Enak lah jelas. Aku yang bayar." Nata menggerutu ringan. Jelas tergambar di wajahnya, bahwa ia baru saja ditipu oleh harapannya sendiri. Sepanjang perjalanan menuju kedai rawon, Rama hanya terdiam, begitu juga Nata. Memangnya Nata mau berbicara dengan siapa lagi kalau Rama cuma bisu gitu? Angin? Lalu dalam harapan Nata, Rama adalah remaja dingin yang aslinya hangat dan romantis, yang akan membelikannya rawon panas dan teh manis lalu menunggunya makan sampai habis.

Namun, apa? Itu hanya ada dalam drama Korea. Faktanya adalah sekali berandal ya berandal!

"Kalau udah selesai, kamu bisa balik sendiri 'kan?" Nata mengemasi tasnya. Menyingkirkan mangkok kosong dan satu gelas kosong di sudut meja.

"Aku pulang dulu," lanjutnya singkat.

"Nata," panggil suara Rama lirih. Namun, cukup untuk membuat Nata berbalik. Tunggu, Rama memanggil namanya? Gila! Memang benar kalau remaja satu itu sedang dikendalikan setan gila.

"Kamu manggil aku? Kenapa?"

"Motor gue rusak."

Nata terdiam sejenak. "Terus?"

"Gue pulangnya jalan kaki."

"Hubungannya sama aku?" Gadis itu mengerjap ringan. Masih dengan ekspresi wajah bodohnya. Ia tak mengerti, mengapa Rama begitu. Akan lebih nyaman, jika ia benar-benar pergi begitu saja. Meninggalkan Nata seperti biasanya. Jangan jadi aneh, hanya sebab semangkuk rawon panas --itulah kiranya yang Nata harapkan senja ini. Perpisahan tanpa kata adalah alternatif terbaik untuk mengakhiri kisah mereka.

"Lo kan j-juga jalan kaki." Rama terbata-bata. Ia gugup benar benar gugup, dan Nata pun menyadari itu.

"Jadi?" Nata menyipit. Bibir merah mudanya mengatup rapat. Menunggu jawaban remaja yang masih terdiam menatapnya sayu dengan wajah lebam dan memar.

"Jadi?" Nata mengulang pertanyaannya itu. Namun, tetap saja Rama hanya diam membisu.

Keduanya terdiam sejenak. Sebelum akhirnya Nata berbalik badan dan kembali berjalan menjauh. Sedangkan Rama masih duduk di tempatnya.

"Hei! Gak mau bareng?" teriak Nata tiba-tiba. Rama mendongak. Ia baru saja melihat wajah Nata yang tersenyum kuda sembari melambai ringan. Akan tetapi, Nata baru saja melakukan hal yang membuat Rama membeku di tempatnya. Ia tak pernah melihat bibir merah muda nan cantik itu melengkung dengan sempurna bersama dengan mata kucingnya yang menyipit bak bulan sabit di langit malam. Rambut ikalnya tersapu angin. Kulit pucatnya tersisir bayu.

Ia kembali melambai. Mengisyaratkan seseorang untuk segera datang padanya.

Rama masih menatapnya. Ia ingin tersenyum, tetapi raganya berkata lain. Semua ia sembunyikan dalam hatinya. Langkah diambil dengan keputusan yang berat. Semakin ia melangkah, bukan hanya raganya saja yang mendekat, tetapi hatinya perlahan-lahan menemukan harapan dan tujuan yang baru. Wajar bukan, jika seseorang terpesona pada pandangan yang pertama? Katakan seperti langkah ini mewakili kata hati. Keputusannya adalah memulai kisah yang baru dengan perasaan yang baru. Siapa yang menduga, ini adalah awal Rama memberi hatinya untuk Nata. Gadis itu unik, itulah yang Rama sukai. Anehnya ... jantungnya seakan-akan berdegap-degap hingga membuat telinganya mati total. Tak mau mendengarkan lagi apa yang dilarang oleh hatinya.

Rama mengabaikan itu. Luka lama yang kian menjerit kesakitan kala ia menembus dingin pertahannya sendiri.

••• SuperSexyCasanova Vol 02 •••

Mereka --Rama dan Nata-- berjalan beriringan satu sama lain. Seperempat jam berlalu tanpa suara yang menjadi pemecah keheningan di antara keduanya. Hingga Nata juga yang harus memulai berbicara. "Kok motor kamu bisa rusak?"

"Tadi jatuh." Rama menjawab lirih dengan nada sedikit ragu. Ya! Rama sedang berbohong. Seharusnya Nata menyadari hal itu.

"Kok bisa?"

"Tadi ...." Rama terhenti. Ia tak bisa menjawab kali ini. Biasanya ia akan menjawab dengan kata-kata kasar dan umpatan juga sumpah serapah, Rama membenci seseorang mengorek masuk ke dalam kehidupan pribadinya. Namun, kali ini entah mengapa hatinya ingin meluluh pada Nata. Gadis yang sedari tadi hanya memfokuskan tatapannya jauh ke depan. Bagi orang yang mengenal Rama, kasus motor rusak atau wajah babak belur seperti ini adalah lagu lama yang tak perlu ditanyakan ini itu lagi. Jelas hanya satu jawabannya, Rama adalah berandal yang tak mencintai hidupnya. Bukannya ingin mati, Rama lebih tepat ingin terbang bebas dan merasakan dunia tanpa batas.

"Balapan liar lagi?" Kali ini Nata menoleh sedikit mendongak. Kesimpulan yang sering ia dengar. Rama suka dengan adegan brutal seperti itu.

Rama hanya mengangguk sembari mengerang ringan.

"Untuk apa balapan liar? Kamu butuh uang karena itu?" tanyanya lagi. Ia menoleh ke arah wajah Rama yang terkesan tak acuh, seperti biasanya. Inilah ekspresi wajib remaja jangkung itu.

"Untuk meluapkan amarah dan kekesalan? Kekecewaan? Atau bahkan kesedihan?"

Rama tersenyum miring. Suaranya berat kembali mendominasi. "Tau dari mana lo tentang itu?"

Nata menghela napasnya panjang. Tentu saja, ia bodoh pasal dunia luar. Nata lebih suka hidup dalam sangkar yang indah. Asalkan tak mati tercekik, sebab ia takut pada kerasnya dunia. Semesta terkadang menyebalkan dengan mendatangkan lelucon yang tak lucu sama sekali. Membuat luka, tetapi lupa memberi tahu bagaimana cara menyembuhkannya. Kepribadiannya jauh berbeda dengan Rama. Remaja itu suka bebas. Tantangan adalah bagian dari tujuannya hidup. Mungkin jika Tuhan memberikan sayap untuk dirinya, maka Rama akan benar-benar mengudara di atas cakrawala. Menikmati indahnya dunia dengan cara yang berbeda.

Lucunya, semesta mempertemukan mereka berdua sekarang. Dua remaja yang punya luka dengan cara penyembuhan yang berbeda. Mungkinkah kisah ini akan terus berlanjut? Ataukah, ia akan berhenti sampai di sini? Selepas senja berlalu, bisa saja semesta mengambil semuanya.

... Bersambung ....