Chereads / My Pregnant / Chapter 3 - Awan Hitam

Chapter 3 - Awan Hitam

Malam terasa sunyi walau diluar kamar hingar bingar sepanjang waktu tak henti. 

Citra si wanita polos tak mengerti apa yang sedang terjadi pada dirinya waktu itu, tubuh lemah tak berdaya hanya pasrah dengan siapa dia berjalan. 

Matanya sudah tak cukup kuat untuk melihat keadaan sekitar, tubuhnya kacau tak tertata seperti sebelumnya.

Di sepanjang lorong kamar, Juita memapah Citra yang sangat sempoyongan, dengan kata-kata mengigau kesana kemari Citra tak sadarkan diri. 

Juita tak merasakan lagi rasa lelah menggopoh Citra dengan tangan menenteng dua tas sekaligus. Tas miliknya, dan satunya lagi tas milik Citra.

Tak ingin meninggalkan jejak, ia bermain cantik mengendap menjauhi kerumunan kawan-kawan, dan melipir ke area penginapan malam.

Setelah obatnya bereaksi begitu cepat, tubuh Citra semakin melayang-layang. Sesekali ia hendak ingin muntah di lorong kamar dengan pintu berjejer bertuliskan nomor urut di depannya.

Saat sampai di kamar 033 langkah keduanya terhenti, Juita semakin semangat untuk merobek masa depan Citra yang sudah membuat hatinya terbakar mati. 

Tubuh Citra yang terasa sangat berat membuat Juita terpaksa membuka paksa pintu kamar itu dengan cara menendangnya memakai kaki. 

Ia mengayunkan kakinya kuat dengan memanfaatkan high heels yang ia kenakan cukup menambah tenaga.

'Brak!' Pintu kamar terbuka paksa. Kamar berukuran cukuplah besar dengan fasilitas mewah spesial ia pesan.

Wajah Juita semakin merona saat melihat Daniel sudah terlebih dahulu tergeletak lemas meniduri ranjang empuk dengan aksen biku-biku glowing di bibir ranjangnya.

'Macan sudah di kandang. apalah daya aku beri saja dia makanan empuk. Hahahaha,' bisik hati Juita di tengah keberadaan temannya yang sedang mabuk.

Jelas ia senang, karena ide jahatnya tak sia-sia.

Perlahan, tanpa ingin membangunkan Citra, Juita menggeletakkan tubuh Citra tepat di samping Daniel. Mengangkat satu persatu kakinya ke atas ranjang stelah tubuh Citra lebih dahulu menempel di bantalan ranjang itu.

Tak lupa ia menggantung tas milik Citra setelah mengaktifkan mode silent di handphone milik Citra.

Juita berharap malam panjang dinikmati oleh keduanya tanpa ada gangguan dari para kawanan teman-teman lainnya. Juita sangat puas dengan mengebas- ngebas satu bundle uang berwarna merah sebagai obat dari lelahnya malam itu. 

"Selamat menikmati Daniel, semoga Citra akan ikut puas merasakan syurga duniamu, sampai jumpa lagi kawan, Bye ...!" Juita pergi dangan perlahan setelah menggoyahkan tubuh Daniel. 

Sengaja ia membangunkan Macan tidur agar segera menyergap mangsanya.

Macan di sini bukan berarti kucing besar penyuka daging mentah, melainkan Lelaki bernafsu tinggi yang siap meniduri pasangan di sampingnya.

Daniel pun merasa terpanggil. setelah tubuhnya di goyahkan oleh Juita, ia bagai di bangunkan dari alam mimpi dan masuk alam surga.

Saat Daniel mulai terbangun, dengan mata buram dan bau minuman menyengat di tubuhnya, dia setengah sadar melihat wanita yang ia damba ada di sampingnya. 

Dia merasakan bagai melihat bidadari yang selalu ia damba. 

Daniel menatap wajah cantik Citra. Saat Citra memejamkan matanya, terlihat kelembutan yang ingin segera ia belai.

Ada kedamaian yang tersirat jelas dari wajah Citra yang seolah melambai-lambai memanggil Daniel.

Daniel yang hanya setengah sadar waktu itu tak bisa menahan lagi gejolak hasratnya sebagai laki-laki. 

Daniel mendekati bibir Citra yang merah muda dan cukup menggiurkannya. 

Awan hitam diluar kamar mulai menampakkan kegelapannya, hingga hujan deras mengguyur sang bumi melelapkan para insan yang sedang berbaring hangat dalam balutan selimut yang serba putih bersih. 

Daniel dan Citra melakukan hal yang tak sepantasnya mereka lakukan sebelum janur kuning menobatkan keabsahan sebuah pernikahan. 

Citra yang hanya pasrah malam itu dan ikut merasakan kenikmatan dari setiap sentuhan seseorang yang jelas bukan pasangan hidupnya. 

Jangankan untuk membuat dirinya tersadar, mata yang terpejampun sulit untuk ia buka, Citra tak berdaya dililit oleh pelukan Daniel yang penuh dengan kelembutan. 

Malam panjang diranjang panas menorehkan sebuah luka membekas pada masa depan Citra yang sudah ia rencanakan dengan sang ayah. 

Pagi sekali, Daniel bangun. Udara dingin yang sangat menusuk akibat sisa-sisa hujan semalam membuat dirinya terus melilitkan tubuhnya dengan selimut berpadu padan serba putih. 

Saat dia mulai mengumpulkan kekuatan untuk bangun, Daniel tersadar telah melakukan hal yang terlarang. 

Daniel pun terkejut dengan tubuh bertelanjang dada. 

Tak ingin dia menanggung akibatnya, ia segera keluar dari kehangatan itu dan membawa perlengkapan bajunya menuju kamar mandi untuk segera ia kenakan. 

Lepas dia berpakaian lengkap, Daniel barulah bisa meyakinkan dirinya bahwa itu bukan hanya mimpi.

Malam itu adalah kenyataan indah saat dia bisa melewatkan malam bersama orang yang sangat ia kagumi. Namun kenyataan pahit karena malam pertama ia tidur satu ranjang dengan wanita.

Ketika waktu tak bisa terhenti, Daniel tak bosan menatap Citra yang tidur dengan sangat lelap, namun saat Citra menggeliat Dani segera terkejut dan tak tahu apa yang akan ia lakukan selanjutnya. 

Daniel menutup mulut menggunakan  kedua tangannya agar tidak mengeluarkan suara. 

Untung sekali mata Citra belum bisa terbangun pagi itu, hanya saja sesuatu mengagetkan Daniel yang membuat tatapannya membelalak dan melebar. 

"Darah itu? Jadi dia ...?" Bisik hatinya mengungkapkan bahwa Citra adalah wanita baik-baik dan gadis yang masih suci itu telah ia nodai setelah dia melihat bercak merah darah segar dan sedikit melebar di atas ranjang yang telah mereka tiduri semalam. 

Karena Daniel belum siap untuk semuanya, Ia segera menarik jas berwarna coklat susu dan segera keluar dari kamar itu dengan hati yang gusar. 

Penuh rasa bersalah, dan merasa diri paling hina. 

Sepanjang perjalananya, ia seperti dihantui perasaan bersalah.

"Bercak darah itu? menandakan wanita yang tidur bersamaku masih suci, bagaimana ini?" Bisiknya pada dirinya sendiri.

Ia meremas kepala pelontosnya, kebingungan.

Langkahnya semakin di percepat hingga ia sampai ke hotel pertama kali ia datang.

Daniel mengemas semua pakaiannya, dengan penuh kegusaran ia menelpon sekertarisnya agar menunda semua pekerjaan yang ia agendakan.

Daniel gerak cepat mengemas semua barang-barangnya, dengan pikiran yang sangat kacau.

Lepas semua selesai ia bereskan, Ia kembali menyesali perbuatannya.

Kakinya mulai berat melangkah, dan dalam waktu yang sama kakinya terasa sangat lemah.

Ia menunduk dan bersujud di atas lantai hotelnya berteriak sekencangnya melepas kepenatan yang ada.

"Arrrrggghhhhh!"

Brak!

Ia melempari semua barangnya ke lantai.

Daniel merasa sedang berada di posisi terendah saat itu.

Air mata seorang lelaki keluar, memperlihatkan kelemahannya.

***

Bersambung