Hari mulai petang, Pesta yang berangsur- angsur tak juga selesai. Para bidadari cantik itu melanjutkan party mereka ke sebuah starbuks di ujung kota.
Malam nampak ramai, lampu taman kota gemerlapan menggantikan cahaya bulan malam itu. Lalu lalang mobil pun memancarkan sinarnya seperti cika-cika yang beterbangan dengan obor di bokongnya.
Di gedung bertingkat, dengan ketinggian lantai 3, terisi penuh menggetarkan lantai beralas keramik hitam.
Alunan musik Classic Jazz bar dari sebuah piano memberikan suasana relax di sturbuck tersebut. Cukup menggetarkan hati seantero ruangan.
Seorang wanita sexi bergaun merah terang dengan rambut curly dan bola mata berwarna biru tajam nampak berjalan ke arah kerumunan.
Juita Valiendra adalah salah satu teman dari Citra, dan Kirana. Hanya saja perempuan berambut curly ini selalu bersikap berbanding terbalik dari teman-teman yang lainnya.
Juita sering cemburu dengan segala yang Citra punya, hingga ketika mereka sedang berada di starbucks yang sama, Juita melihat keberadaan kelompok Kirana yang berjumlah hanya enam orang gadis cantik.
"Hai, boleh gabung?" Tanya Juita pada kelompok tersebut dan termasuk Citra di dalamnya.
Tak ada balasan atas pertanyaan Juita yang membuatnya sedikit gahar.
Semua membungkam malahan saling beradu pandang satu dengan yang lainnya.
"Kenapa? Gak boleh?" lanjut Juita sedikit menaikan nada bicaranya.
"Owh, tentu boleh, mari gabung bersama kita!" sahut Citra dengan senyum manisnya.
Di pojok lain, Daniel mengikuti kerumunan wanita itu sampai ke starbuck, dan memesan minuman yang cukup memabukkannya.
Daniel yang sempat berganti pakaian, lekas pergi menguntit mereka semua. Ia menghabiskan waktunya hanya dengan menatap dan terus mengamati Citra dari kejauhan. Pandangannya tak sampai hilang walau sedetikpun.
"Eh iya Cit! selesai study nanti, apa rencanamu kali ini? Kalau gue sih akan mengejar cita-cita gue jadi seorang modelling, apalagi minggu lalu gue udah dapetin sebuah tawaran dari perusahaan yang lumayan terkenal, Kamu?" Jelas Juita pada Citra dengan sombongnya.
Citra hanya tersenyum dengan sangat manis, sambil menenggak secangkir apocado late dengan tenangnya.
Ia menggelengkan kepalanya malu-malu kucing.
"Ikut gue yuk!" lanjut ajaknya.
Juita mengangkat satu alisnya dengan jutek menunggu jawaban dari Citra.
"Aku belum punya rencana kedepannya, hanya saja ayah menyuruhku agar meneruskan study di luar negri. Lagi pula masih ada waktu satu tahun lagi kita sekelas bersama, yang jelas aku ingin menggapai apa yang aku cita-citakan." Kata-kata Citra yang sangat lembut membuat hati Juita tertusuk, rasanya seperti terbakar tanpa api.
"Owh, yaudah lupakan saja!" lenggokkan kepalanya seolah dongkol namun tatapannya tetap menatap kesekeliling ruangan starbuck itu.
"Eh, Cit ayo!" refleks Kirana menarik tangan Citra agar mengikutinya. Menikmati irama musik sambil berjoget ria di tengah pelataran cafe itu.
Hingar bingarnya terasa sangat seru sampai melupakan keadaan sekitar, lampu kerlap kerlip menambah keramaian tempat tersebut, dan musik yang menggelegar membuat suara satu sama lain tak terdengar.
Juita yang tidak di ajak berjoged oleh Kirana menjadi semakin murka.
Matanya melirik sinis ke semua arah.
Hingga kelopak matanya terhenti di sebuah pandangan yang menyegarkan. Ia melihat lelaki berrambut plontos berbadan atletis.
Jelaslah yang ia lihat adalah Daniel. Orang yang sudah ia kenal sebelumnya.
Juita mengenal Daniel di sebuah event modelling. Juita sering mengikuti berbagai event dan terkadang mengabaikan sekolahnya yang baru saja menetas.
Seketika itu juga langkah kaki Juita yang mengenakan high hels merah menyala membawanya ke meja yang sedang di duduki Daniel.
"Hi, Good night! Sendirian saja? Boleh gue temenin?" Sapa Juita berpura-pura baik.
Tak ada jawaban dari Daniel hanya sebuah anggukkan kepala yang tidak bermakna mempersilahkan Juita duduk satu meja dengannya.
Sesekali ia menenggak minuman beralkohol pesanannya. Lumayan membuat pikirannya melayang dengan pandangan masih di tempat yang sama.
"Kenapa matamu terus menatap Citra? Kamu suka?"
"Kamu kenal dia?" Daniel segera bangkit dan membalas ucapan Juita.
"Citra Larisha Bagaskara? Tentu! Dia teman gue satu sekolahan, kami tinggal di kelas yang sama, sepertinya kamu tertarik padanya?" Jelas Juita santai.
"Dia cantik sekali? Aku terpesona dengannya, andai ...," Daniel menghentikan kata-katanya, dengan mata tetap memandang Citra nanar saking terlalu banyak menenggak minuman keras.
"Andai apa? Andai kamu bersama dengannya malam ini?" Juita menyambar ucapannya.
Daniel menganggukkan kepalanya gang sangat berat dengan semangat.
Detik itu juga Juita mendapatkan ide yang briliant menurutnya.
'Ini kesempatan gue, dan kesempatan gak bakalan datang dua kali, Yes!' bisik hati Juita sontak girang.
"Gampang, tapi ada uang ada barang," Juita bertingkah bak mucikari yang sedang haus akan sebuah job.
"Jadi, dia wanita ...?" pikir Daniel melayang.
"Sudah! Jangan banyak tanya! mana?" tangan Juita menengadah menunggu tumpukkan uang yang instan.
Daniel yang sangat tergiur dengan kemanisan Citra langsung tak pikir panjang, dia mengeluarkan satu gepok uang berwarna merah dengan bau yang masih khas.
"Uwwwhhh, gue suka ini! Dengar kamu tunggu di kamar 033!" ucap Juita mengarahkan ke kamar-kamar yang sudah tersedia di starbuck tersebut.
Dengan semangat Daniel berharap kedatangan malaikat, dia pun berjalan mencari kamar bertuliskan angka 033.
Walau jalannya mulai sempoyongan, ia melewato lorong ruangan dengan banyak pintu berjejer di sana.
Sedang Juita memerankan perannya sebagai penjual wanita.
Ia berlaga polos kembali duduk di meja yang ditempati oleh Citra sebelumnya. Juita juga menahan kesabarannya menunggu Citra menyelesaikan pestanya.
Citra yang telah selesai berjoged ria, akhirnya sedikit beristirahat dan menenggak kembali apocado late miliknya.
"Gimana? asik?" candanya.
"Kalai bukan karena teman-temanku, aku kurang suka di tempat ramai seperti ini," jelas Citra menyeka keringat di dahinya.
Sedangkan teman lainnya semakin asyik menghabiskan malam.
"Kamu pasti cape sudah berjoged sesemangat itu? Ayo minum ini!" Juita menyodorkan minuman lain yang ia pesan.
"Terimakasih Juita, kamu baik sakali," balas Citra sama sekali tidak tahu minuman yang ia tenggak telah dipupuri obat tidur oleh Juita.
Mata gahar Juita berubah jadi tatapan suka, dia nampak sangat bahagia dengan semua yang telah ia rancang.
Niat jahatnya sangat ia nikmati. Saking lamanya ia menaruh dendam pada Citra, membuatnya lupa diri. Kini waktunya dia beraksi.
Juita menghalalkan segala cara, agar dia merusak masa depan Citra.
Daniel pun jadi kambing hitamnya.
"Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Hihihi, kali ini sepertinya niat gue bakalan berhasil," Bisik Juita, menatap Citra dengan tajam.
Ia menunggu detik-detik dimana obat itu bereaksi. Hingga pandangannya tak luput dari teman persaingannya.
***
Malam semakin larut, di tengah keramaian starbuck, banyak pasangan yang melipir keruangan belakang hanya untuk memuaskan nafsu sesaat.
Di dalamnya termasuk juga Daniel dengan tubuh semraut, dan kerah baju yang ia lebarkan membuat keadaannya kali ini sangat kacau.
Daniel yang mabuk tak bisa mengontrol semua keinginan yang bangkit dari tubuhnya.
Ia seolah telah di butakan, badannya pun sempoyongan dan penglihatannya yang mulai kabur terus ia pertahankan agar tetap sadar.
Usai menemukan kamar dengan tulisan 033, ia pun masuk dan membuka kancing kemejanya satu persatu.
Bertelanjang dada, Daniel pun tak sanggup membuka mata lagi.
Rasa kantuk yang menjalar di tambah alkohol yang memabukkannya menjadikan pribadi Daniel lupa akan bumi alam.
Kaki dan seluruh tubuhnya terkapar lemas di atas ranjang berbalut sprei bernuansa putih.
Hingga pada akhirnya Juita datang membawa seseorang yang tengah di pesan Daniel sebelumnya.
***
Mau tahu apa yang terjadi antara Citra dan Daniel?
bersambung...