Chereads / Laras: Destiny / Chapter 4 - 3

Chapter 4 - 3

Sebuah mobil mewah berwarna hitam melaju dengan kecepatan diatas rata rata membelah jalanan. Beruntung saat ini tidak banyak pengendara yang berlalu lalang, mungkin karena sekarang sedang masuk jam kerja atau jam belajar.

"AAARGGGHHH!! SHIT!" pria itu memukul keras stir mobilnya, ia semakin menambah kecepatan lajunya, tidak peduli lagi apa yang akan terjadi setelahnya, intinya ia benar benar tidak bisa mengendalikan emosinya saat ini.

"Sialan kau, Verga!" umpatnya kasar.

Bayang bayang ketika Verga mencium kening gadisnya, ah ralat lebih tepatnya mantan kekasihnya, terus berputar diotaknya. Ya, pemuda itu Varo. Berhadapan dengan ayahnya saja sudah membuatnya tersulut emosi, dan sekarang apalagi, salahkan dirinya yang datang ketaman setelah berdebat dengan ayahnya.

"Sial! bagaimana bisa pria itu selalu ada didekat Laras setiap saat, dia fikir dia itu siapa? tidak salah jika aku sedari dulu tidak menyukainya," desis Varo. Yah, sejak pertemuan awal mereka saja sempat terjadi cekcok waktu itu, untung Laras mengambil jalan tengah agar keduanya bisa berhenti berdebat.

Varo meraih ponselnya kemudian mencari nama seseorang dikontaknya untuk ia hubungi.

"Datanglah ketempat biasa, pesan kan aku minuman dengan alcohol sedang, sekitar dua puluh menit lagi aku sampai."

Varo memutuskan panggilan secara sepihak saat mendengar persetujuan dari orang diseberang sana, Varo memang sering ketempat itu, terlebih ketika mempunyai masalah atau telah berdebat dengan sang ayah, tempat itulah satu satunya yang selalu menjadi tempat terbaik pelampiasan Varo.

-

"Kau ini tidak ada kenyang kenyangnya, yah?" tanya Laras ketika menyadari Verga menepikan mobilnya di depan sebuah restoran.

Verga menoleh ke asal suara lalu memajukan tubuhnya berniat melepas sabuk pengaman Laras. Laras memundurkan tubuhnya kebelakang saat merasakan nafas Verga menyapa keningnya, benar benar tidak ada jarak.

"Kenapa memangnya? yang tadi masuk keperutku itu hanya cemilan pengganjal saja, sekarang rasanya sudah hilang, aku perlu mengisinya dengan sesuatu yang akan membuatku benar benar kenyang," jelas Verga setelah berhasil melepas sabuk pengaman Laras. Wanita itu bernafas lega, agaknya Verga tidak mendengar detak jantungnya.

"Jika ingin ikut, turunlah. Jika tidak, maka akan kutinggal," celetuk Verga. Laras yang tersadar buru buru membuka pintu mobil. Jujur saja dirinya memang merasa lapar, sepertinya cemilan yang tadi tidak memuaskan cacing cacing yang ada didalam perutnya sama sekali.

Laras POV

Aku mengikuti langkah kaki Verga memasuki restoran, kami duduk diujung dekat jendela karena bagiku tempat tertenang selalu berada didekat jendela, sepertinya menurut Verga pun seperti itu.

Aku tak perlu memberi tahu pelayan apa yang ingin kupesan, tentu Verga sudah mengatakannya, pemuda itu tau benar apa yang kusukai dan yang tidak kusukai. Aku melirik sebentar ke arah arlojiku, jarum jam sudah mengarah ke angka 11, itu artinya lumayan cukup lama kami berada ditaman hiburan tadi.

"Oh yah, Laras?" aku mengangkat kepalaku menatap Verga yang juga sedang menatapku, ia terlihat ingin memberitahuku sesuatu.

Ia tampak mengusap usap tengkuk lehernya sembari tersenyum canggung. Ku angkat alisku sebelah menunggu apa yang ingin dikatakan pria itu.

"Sebelumnya, berjanjilah untuk tidak marah apalagi sampai mendiamiku," ujarnya, ia menatapku lekat.

"Menurutku jika kau tidak yakin dengan apa yang ingin kau sampaikan, sebaiknya tidak usah kau ucapkan, membuat penasaran saja," imbuhku kepadanya. Aku menolehkan kepalaku kearah jendela menatap pemandangan kota ini dan juga beberapa pengendara yang sedang lewat.

"Sebenarnya, ketika ditaman itu aku melihat Varo," sahut Verga, lagi lagi kufokuskan pandanganku menatap kearahnya yang sedang memainkan ujung lengan hoodienya.

Jika ditanya terkejut atau tidak, tentu saja aku terkejut. Hanya saja aku berusaha menetralkan air mukaku seperti semula, tak ingin membuat lelaki didepanku ini khawatir lagi.

"Lalu?" tanyaku dengan nada suara yang berusaha kubuat setenang mungkin, tapi sejujurnya aku ingin membuat ia berbicara dengan cepat, aku benar benar penasaran.

"Eh, kau tidak marah 'kan?" aku menghela nafas pelan, ada rasa kesal, ia terlalu bertele tele.

"Aku tidak marah, lagi pula untuk apa memangnya?" aku menjawab dengan nada sedikit ketus.

"Syukurlah. Biasanya kau marah ketika aku membahasnya didepanmu."

"Lalu? apa yang ia lakukan disana? apa dia melihat kita?" rasa penasaranku tidak bisa kutahan lagi, tidak peduli dia menganggap ku masih peduli pada Varo atau tidak lagi, salahkan dia yang lebih dulu memancingku.

"Ehm itu," Verga terdiam sebentar, aku masih menatapnya menunggu jawaban dari pria itu. "Dia melihatku mengecup keningmu, hehe," Verga terkekeh canggung tak menyadari aku yang begitu terkejut mendengar pernyataannya.

Demi semvak mimi peri, aku benar benar terkejut saat ini, aku tau bahwa Varo dan aku tidak memiliki hubungan lagi. Tapi, kulihat dari tatapan matanya dikampus tadi, aku merasa ia masih memiliki rasa kepadaku, terlebih si Varo itu sangat posesif dia bisa saja melukai orang yang membuatnya marah detik itu juga. Aku hanya takut Verga menjadi sasarannya, iya sih, Verga juga ahli dalam bela diri, tapi tetap saja. Serangan mendadak tidak ada pernah yang bisa menebaknya.

-

Makan siangku dan Verga tadi hanya ditemani dengan keheningan. Aku sibuk dengan fikiranku sendiri, bahkan aku hampir tidak menyadari saat Verga memanggilku.

"Sudah kuduga, kau pasti marah, yah?" aku menoleh dengan cepat kearah Verga yang sedang mengemudi di sebelahku. Aku berusaha menghilangkan fikiran negativ ku, ah lihatlah wajah lucu Verga yang sedang merajuk karena mungkin mengira aku sedang mendiaminya.

Aku tersenyum kemudian menggeleng pelan. "Aku tidak marah padamu, Verga. Aku hanya sibuk dengan beberapa fikiranku, maafkan aku, yah?" sesal ku. Kulihat setelahnya ia tersenyum menampilkan gigi kelincinya, yah dia benar benar imut.

"Aku yang seharusnya meminta maaf, ras. Andai aku tidak membahasnya, kau pasti tidak akan kepikiran 'kan?" lagi lagi aku menggeleng pelan.

"Kau sok tau sekali, tau darimana kalau aku sedang memikirkannya?" ujarku. Tentu saja aku berbohong.

"Benarkah?" tanya nya. Aku hanya berdehem yang membuatnya kembali tersenyum segar.

Laras POV end

-

"Long time no see, Andi," ucap seseorang yang baru saja mendaratkan bokongnya disalah satu kursi yang ada dibar itu.

"Yeah, finally i can see you again. How are you?" sahutnya setelah menepuk pelan bahu Varo.

"Menurutmu?" pria yang bernama Andi itu terkekeh mendapat jawaban ketus dari Varo.

"Yang benar saja, baru pulang dari Rusia sudah punya masalah saja, haha," ledek Andi sembari menuangkan alcohol digelas sahabat karibnya.

"Sok tau sekali kau, cih!"

Lagi lagi Andi terkekeh, tapi kali ini sedikit keras. "Off course, 'cause i know you so well."

"Seperti biasa, setelah dari tempat ini kurasa bebanku akan sedikit berkurang," sahut Varo meneguk minumannya.

"Kali ini ada masalah apa lagi memangnya?"

"Sibajingan sialan itu, astaga aku meminta bantuanmu, Andi."