Yoel menelan ludahnya. Ada rasa tercekat di lehernya. Dia tak mampu bicara apa-apa. Masih terasa perih hatinya, masih ada marah. Tapi dia mau belajar menghormati orang tuanya.
"Terima kasih," ucap Prastama lirih.
"Maafkan aku juga, Pa," kata Yoel. Suaranya terdengar lebih lunak, tidak sedingin tadi.
Yuana lega melihatnya. Dia berharap ini awal yang baik untuk Yoel dan papa. Beberapa menit berikut Prastama keluar ruangan itu.
"Yo ... terima kasih," kata Yuana pada Yoel.
"Sulit sekali. Dadaku sakit." Yoel memandang Yuana. "Benar, Yu, sangat sakit. Semua hal buruk yang pernah terjadi muncul bergantian di depan mataku."
"Aku tahu. Itu juga yang aku rasakan," ujar Yuana.
Yuana menyentuh pundak kakaknya.
"Masa lalu sudah lama kita tinggalkan. Aku gak mau masa lalu jadi alasan aku tidak bahagia sepenuhnya hari ini," lanjut Yuana.
Yoel memeluk bahu Yuana. "Beruntung aku punya adik sebaik kamu."