Chereads / Pelayan Cantikku / Chapter 21 - Pembulian Tanpa Akhir

Chapter 21 - Pembulian Tanpa Akhir

"Kamu mau ke mana?"

"Kamu mau meninggalkan tempat ini?"

"Ya." jawab Azura teguh. Untuk apa juga dia harus bertahan dengan kesesakan ini? Tak berguna.

Gadis tersebut menyeringai, "Kamu akan memperlihatkan dirimu kalah?"

"Maksudmu?"

"Bukankah kamu lihat mereka semua sedang membicarakanmu. Dan kamu akan pergi. Begitu saja?"

"Memangnya kenapa? Lepaskan aku. Ini hakku!"

Perempuan yang memegangi tangan Azura ini malah mendengus. "Astaga … Tidak semestinya kamu membiarkan mereka menjatuhkanmu, Bung. Mereka sudah menargetkanmu. Bukankah ini bagus kalau kamu berani untuk melawan mereka?"

"Diamlah. Kamu tak tahu apa masalahku."

Azura menepis kasar tangan gadis tersebut, lalu dia berlalu dari dapur secepat kilat. Gadis tersebut kembali menyeringai. Kali ini disertai gelengan kepala dan rutukan kecil. "Aku sudah memberitahunya, bukan?"

* * *

TERNYATA … Sebuah pilihan yang salah karena Azura telah meninggalkan tempat makan kemarin malam. Pasalnya, ketika dia kembali, dia pun membaca buku besar peraturan Sekolah. Di sanalah tertulis panduan untuk menjadi murid di sini.

Salah satunya ialah … Setiap siswa dan siswi dilarang untuk kembali ke kamar sebelum pukul 19.30 setelah makan malam.

"Waktu selama satu jam ini, digunakan untuk saling berinteraksi ataupun berdiskusi mengenai pembelajaran yang ada di sekolah. Dan tak jarang, digunakan untuk membuka forum."

Azura terfokus kepada kalimat setelahnya, "Dan barangsiapa yang kembali sebelum waktunya, dia akan mendapatkan hukuman menyapu halaman sekolah selama dua hari."

Azura menghela napasnya. "Memangnya aku ini berada di camp militer atau bagaimana sih? Kenapa mereka seenak jidat melarangku?"

Gadis itu pun merebahkan tubuhnya di kasur. Merentangkan tubuhnya. "Lagipula… Pelayan mana yang malah suruh sekolah?"

"Mungkin cuma aku…"

Di antara sepi yang menyayat, buliran tetes bening tangisan pun keluar dari mata Azura. Ia merasa rindu… Entah rindu kepada siapa… Rindu kepada orang tuanya? Tidak juga… Kehidupan di bumi juga sama pahitnya. Rindu kepada rumah? Rumah yang mana? Bahkan dia tak punya rumah…

Kegelapan menyusuri hatinya. Dan Azura berharap, dia bisa melenyapkan kegelapan dalam hatinya.

* * *

Azura terbangun dengan suara yang ramai. Para murid sudah kembali dari makan malamnya. Tak terkecuali dengan Lunar dan juga Febricia. Bedanya, kedua orang itu kembali bersama dengan Nona Ellin.

Nona Muda itu memandang Azura yang tidur di ranjang atas. Buru-buru, Azura turun dari ranjang atas. Tanpa sadar, dia ikut membawa buku peraturan. Disembunyikanlah buku peraturan tersebut ke punggung belakangnya.

Nona Ellin berkata, "Sepertinya kamu baru membaca peraturan itu, ya?"

Lunar terkikik. "Tentu saja, Nona Ellin. Mana mungkin dia membaca dengan cepat. Dia bukan kaum cendikiawan."

Nona Ellin menghela napasnya. "Aku tahu makan malam mungkin terasa menyebalkan bagimu. Tetapi, peraturan tetaplah peraturan. Dan aku sudah menekankan ribuan kali kepadamu, Azura. Aku tidak akan memberikan perlakuan khusus kepadamu."

"Kamu sudah terlambat di jam makan malam. Ini murni karena keluputanmu. Dan kamu malah pergi dari makan malam, bahkan tidak membersihkan sisa makan malammu. Dan aku tidak bisa tinggal diam atas itu."

"Dengan hal tersebut, kamu harus melakukan hukumannya. Membersihkan halaman."

Azura tak bisa berkata apa-apa. Dia memang bersalah. Nona Ellin segera meninggalkan tempat tersebut, bahkan tanpa mendengarkan pembelaan dari Azura.

Sedangkan Azura hanya menunduk dalam. Sementara Lunar dengan sengaja tertawa, meledeknya. "Makanya, sadar diri! Orang rendah, mau ditempatkan ke posisi tertinggipun, dia akan tetap rendah! Batu tidak akan pernah bisa berubah menjadi emas, hanya karena dia diukir menjadi cincin, kau tahu!"

"HAHHAA! HAHAHA!" Lunar tertawa dengan jelas.

Azura mengabaikan Lunar. Ia kembali naik ke atas ranjangnya dengan perasaan diam.

'Ini mudah … Ini mudah … Aku hanya perlu mengikuti mereka. Aku hanya perlu menjadi seorang Azura yang pendiam dan penurut. Maka…, hidupku akan baik-baik saja."

Bak mantra, kalimat itu diucapkan berulang kali ke dalam jiwanya. Supaya jiwanya kuat, dan tidak akan jatuh hanya karena ucap omong kosong yang tak penting dari teman-temannya.

* * *

Pada hari kedua, jadwal makan pagi pukul lima hingga pukul enam. Untungnya, kali ini mereka boleh terlambat. Karena antrian kamar mandi sendiri juga mengular.

Beruntung, Azura bangun pukul empat pagi. Tubuhnya seperti sudah diatur untuk bangun pagi, terbiasa menjadi seorang pelayan yang memang diwajibkan untuk mengurus kehidupan Sang Pangeran di pagi hari.

Biasanya, Azura akan melihat sosok Grritos yang tengah menenangkan Sang Pangeran. Kini, bagaimana kabar Sang Pangeran? Apakah dia baik-baik saja?

Tak ayal, Azura juga memikirkan Sang Pangeran. Dia mengkhawatirkan Sang Pangeran. Wabah Horrendum yang menjangkiti tubuh Sang Pangeran sangatlah ganas.

Dan tanpa keberadaan Azura dan juga Grritos, apa jadinya?

Azura terus berputar dalam alam pikirannya sendiri, di tengah mandinya sembari memikirkan Pangeran Ansell. Dia sungguh berharap, Pangeran Ansell akan baik-baik saja. Walaupun, Azura juga tidak yakin seratus persen….

* * *