Azura masuk ke dalam kelas. Jam pelajaran selepas istirahat makan siang sudah dimulai. Salah satu guru sudah mulai mengisi pembelajaran. Untungnya, guru tersebut cukup baik. Ia membiarkan Azura yang terlambat untuk masuk ke dalam kelas.
Azura duduk di bangku paling ujung dan belakang. Ia memang sebagai 'pelayan' Pangeran Ansell. Apa pun yang terjadi, dia harus mendampingi Pangeran Ansell. Dan fokus utama Azura memang Pangeran Ansell.
Gadis itu sesekali memandang ke depan. Tak ayal, Azura mengerti pelajaran ini. Kemampuannya memang luar biasa. Meskipun ia berada di bumi, ia mampu membaca aksara yang ada di dunia ini. Ia bahkan tahu kalau pembelajaran di depan sana, membahas tentang pelajaran Biologi, lebih tepatnya tentang fotosintesis. Pelajaran yang cukup mudah. Sebab, ketika dia di bumi, pembelajaran fotosintesis telah diajarkan sedari sekolah dasar. Sehingga, hanya perlu pengulangan saja.
Azura melirik ke arah Pangeran Ansell. Apakah lelaki itu mengetahui pelajaran ini? Semestinya sih, Pangeran Ansell mampu memahaminya. Semestinya. Meskipun tidak tahu.
Karena…, setelah diteliti…, wajah Pangeran Ansell terlihat… kebingungan?
'Masa iya Pangeran Ansell kebingungan?' Azura tak mengira kalau Pangeran Ansell tampak bingung. Sampai suatu ketika, guru yang ada di depan memanggil sosok Pangeran Ansell.
"Sejak tadi kuperhatikan, kamu selalu saja sibuk sendiri. Kenapa? Kamu kesulitan?"
Orang-orang buru-buru memandang ke arah Pangeran Ansell. Lelaki itu hanya bisa meringis saja, jelas terlihat kalau ia memang tak mengetahui jawabannya.
Alis di kening Azura bertaut. 'Jadi, Pangeran Ansell tak mengetahuinya? Yang benar saja?'
Azura keheranan. Mana mungkin, Pangeran Ansell tak tahu? Pelajaran ini sangat mudah!!
Oleh karena itu, Azura ingin berpindah tempat duduk menuju ke bagian depan, di tempat Pangeran Ansell berada. Namun, Sang Guru mengawasi gerak-geriknya. Dengan demikian, Azura mengurungkan niatnya. Gadis tersebut tidak jadi untuk duduk di depan. Dan ia hanya bisa melihat ke arah Pangeran Ansell dengan wajah prihatin.
* * *
"Kamu melupakan pelajaranmu?" tanya Azura tiba-tiba manakala kelas sudah berakhir. Jujur saja, bagi Azura pelajaran tadi layaknya pelajaran anak sekolah dasar. Anehnya, Pangeran Ansell kesusahan.
Pangeran Ansell melemparkan tatapan dingin ke arah Azura. "Bukan urusanmu. Lebih baik, kamu mengurus urusanmu sendiri."
"Aku hanya bertanya. Lagipula, memangnya aku mau berada di kelas ini terus menerus? Kenapa juga kamu tidak bisa melewati tes penempatan kelas? Maksudku, sebelumnya kamu ini sudah pernah sekolah kan?"
"Aku katakan kepadamu, Azura. Kamu hanyalah pelayanku. Kamu mestinya menghormatiku. Dan kamu juga tak berhak untuk mengulik masa laluku. Kamu pikir, setiap orang memiliki masa lalu yang sama?"
Azura makin kebingungan. "Oh, jadi maksudmu, kamu ini memang tak pernah sekolah? Begitu?"
"Berisik."
Pangeran Ansell langsung meninggalkan Azura begitu saja. Ia kesal setengah mati kepada Azura. Apalagi saat dia bertemu dengan Azura, lelaki itu terus menerus terbayang dengan sosok Pangeran Parker yang memegangi tangannya.
Azura adalah pelayannya. Keberadaannya di sini juga untuk mendampingi dirinya, mendampingi Pangeran Ansell. Kenapa Azura malah dekat dengan Pangeran Parker? Siapa yang tidak kesal coba?
Tak memedulikan Azura, Pangeran Ansell berjalan dengan cepat. Ia segera masuk ke dalam asrama seusai kelas berakhir.
Dia bahkan tak menengok ke belakang lagi, ke tempat Azura berdiri.
Saat ia sampai di kamarnya, Pangeran Ansell melihat dari ketinggian lantai tujuh ke tempat Azura berdiri tadinya. Gadis itu masih bersungut-sungut, berjalan dengan kesal menuju ke asrama puteri.
Sedangkan Pangeran Ansell memandangnya dari jendela. "Salah dia sendiri menyebalkan."
Ketika bayangan Azura sudah lenyap terhalang oleh atap bangunan asrama puteri, barulah Pangeran Ansell menggerutu juga. "Kenapa aku bisa melupakan pelajaran saat SD sih?"
"Tidak. Aku tidak melupakan pelajarannya. Aku masih ingat bagaimana proses fotosintesis atau pun perhitungan matematika. Pertanyaannya adalah … KENAPA AKU TAK BISA MEMBACA AKSARANYA???!"
Pangeran Ansell mengemukakakn kemarahannya. Dia, sama sekali tak mampu membaca aksara di papan tulis itu! Sedikit pun!
Selama ini, lelaki tersebut berpura-pura seakan mengetahui tulisan. Ia juga lebih banyak diamnya daripada berbicara ketika membahas tulisan. Mau bagaimana lagi, dia harus menjaga image-nya. Apalagi, sosok Pangeran Ansel yang dulu entah seperti apa. Kalau dia salah dan sampai ketahuan kalau di umur segini belum bisa membaca, apalah kata dunia?
Dia bisa dihapus dari Kartu Keluarga atau Kartu Kerajaan? Intinya, Pangeran Ansell tidak mau menanggung resiko itu.
Maka dari itu, Pangeran Ansell memilih untuk belajar secara otodidak. Akan tetapi masalahnya…
"Aku tahu cara mengucapkannya. Karena secara naluriah aku bisa mengucapkannya dan bisa mengerti apa kata mereka. Tetapi, bagaimana cara membaca ini???"
"Oh, Tuhankuu!!!"
Pangeran Ansell berubah jadi kesal sendiri. Dia buru-buru membuka kembali bukunya. Sungguh lucu, orang seumur Pangeran Ansell, BUTA AKSARA!
* * *