"Hei, Pencuri Kecil. Kamu mau membawa buku itu bersamamu?" tanya Pangeran Ansell dengan nadanya yang menakutkan.
Azura memeluk buku yang ada di tangannya. "Memangnya kenapa? Aku tida boleh membawa buku ini? Lagipula, kamu tidak akan membaca semua buku ini, bukan?"
Pangeran Ansell menjengitkan alis. "Hahh… Apa yang kamu katakan? Semua buku yang ada di ruang perpustakaan ini milikku. Semestinya kamu meminta izin terlebih dahulu kepadaku. Di manakah letak norma kesopananmu itu?"
"Apa sebenarnya yang Pangeran Ansell katakan? Aku hanya ingin membacanya. Lagipula ini hanya buku. Kenapa dipermasalahkan begini?"
Di saat itulah, Azura langsung menubrukkan buku yang ada di tangannya ke dada Pangeran Ansell.
BRUK!
"Ini. Baca! Baca saja, baca!"
Azura langsung pergi dengan kesal dari perpustakaan kembali ke loteng tempatnya berada.
Menghempaskan tubuhnya ke tempat tidur, lantas menendang dan memukul-mukul ke arah udara.
"Ugh! Ini hari yang buruk." umpat Azura.
Dia tak menyangka akan berada di tempat ini. Tempat yang antah berantah. Lalu, ketika berada di sini,
Azura justru mendapatkan kemalangan yang luar biasa. Dia harus mengurus Pangeran Ansell yang tempramental lagi menyebalkan!
* * *
Keesokan harinya.
Azura masih memiliki rasa sebal kepada Pangeran Ansell. Tetapi, gadis itu harus sudah mulai melakukan aktivitasnya.
Dia harus bekerja. Sebagai pelayan. Setelah kemarin dia bertindak sesukanya sendiri.
Maka dari itu, saat pagi masih mengembun. Cahaya matahari masih mengintip malu-malu, Azura sudah bangkit dari tempat tidurnya.
Dia mengikatkan bandana kain rambut pendeknya.
"Tidak peduli dengan apa perkataanmu, apa masalahku, dan apa yang tengah dan akan kuhadapi! Intinya aku harus bekerja!! Aku harus dapat uang!!"
"Yak!! Semangat Azura!! Kamu adalah perempuan yang cantik dan spesial!"
Gadis itu menyemangati dirinya sendiri di depan kaca sembari mengikatkan bandana.
Dia sudah terbiasa dengan wajahnya yang sekarang. Wajah yang dikaruniai Tuhan, yang amat cantik. Berbeda jauh dengan wajahnya dulu. Berambut hitam Asia dengan kulit agak kuning langsat.
Sedangkan ini, berambut biru pucat dan juga kulit putih mulus halus berwarna putih bersih. Dan iris mata berwarna biru.
Mirip orang Bule.
Kini, gadis berambut pendek berwarna biru pucat itu membereskan kasurnya, lalu dia membersihkan kamarnya dakam waktu yang singkat.
Hanya sekitar 15 menit saja!
"Fiuhhh... Kenapa aku bisa membereskan tempat ini dengan sangat mudah ya?"
"Sepertinya tubuhku ini terbiasa. Mungkin aku cukup atletis?"
Azura menggedikkan bahunya. Dia langsung turun ke lantai satu. Lantai utama di tempat Pangeran Ansell berada.
Ia menuju ke gudang, mencuci alat pel dan siap untuk membersihkan semuanya!!
Azura menggunakan tenaga powernya untuk mengepel seluruh ruangan sampai mengkilap bersih!!
Ketika gadis itu melewati kamar Pangeran Ansell, dia berubah ragu. Memandang ke luar jendela, matahari sudah muncul. Meskipun sinarnya masih malu malu. Dan juga hawanya masih cukup dingin.
Mungkin berkisar pukul 07.30 saat ini.
'Apakah aku harus masuk juga ke dalam kamar Pangeran Ansell? Semestinya sih iya. Tapi kok... Agak malas ya?'
'Hmm...'
Setelah berpikir agak lama, akhirnya Azura masuk juga ke kamar Pangeran Ansell.
Dan lelaki itu tengah duduk dengan segelas cangkir teh di depannya. Dia membaca buku dalam diam. Matanya fokus.
Pakaian Pangeran Ansell kala itu berwarna putih bersih. Entah mengapa, pakaian lelaki itu menguarkan cahaya ketampanan Pangeran Ansell yang selama ini terpendam.
Mungkin karena kemarin-kemarin, lelaki itu terkena wabah Horrendum tingkat akut, sehingga dia pun tampak pucat.
Kini, Pangeran Ansell telah meminum teh. Bibirnya sudah sedikit merekah merah. Walaupun masih saja pucat dibandingkan dengan orang pada umumnya.
Tetapi, dia tampak lebih segar... Dan... Menawan.
Azura sampai menelan ludahnya sendiri.
'Oh, ya ampun... Bagaimana bisa Tuhan menciptakan manusia paling tampan sejagad raya ini!'
Azura belum pernah melihat ketampanan yang tak manusiawi itu!! Bahkan di bumi!! Ketampanan orang bumi sih, lewat!
Dia sekelas dewa dewi kayangan!
Karena mengagumi parasnya, Azura melirik ke arah Pangeran Ansell terlalu lama. Sampai sampai, Pangeran sialan itu menyadarinya.
Dengan suara lelakinya yang jantan nan berat, dia bertanya. "Kenapa memandangiku? Kamu menyukaiku?"
"PD sekali!"
Azura langsung fokus kepada rak-rak buku yang juga ada di dalam kamar Pangeran Ansell. Dia membersihkannya dengan sulak.
Dia agak bersungut kesal. 'Cih! Dia juga di sini punya banyak buku! Masa aku pinjam satu saja tak boleh! Dasar pelit!!'
'Kutu buku yang pelit!!!' Azura mengumpat dalam batinnya.
Saat dia asyik mengutuki Pangeran Ansell dalam hati, lelaki itu malah bertanya lagi!
"Lalu kenapa kamu memandangiku tadi, hmm?"
Azura kehilangan kata-kata. Alhasil, gadis itu mengatakan seadanya. "Ada debu di wajah Pangeran!"
Detik berikutnya, dia keluar dari ruangan Pangeran Ansell.
Seharusnya, Azura masih mengepel lantainya. Ah tapi dia malas ah! Biarkan saja!!
* * *
Setelah Azura membersihkan ruangan, dia oun datang ke dapur. Membantu Bibi Luo. Bibi Luo adalah tukang masak di sini. Dialah yang bertanggungjawab atas segala masakan yang ada di sini.
"Bibi Luo, apakah aku harus menambahkan garam?" tanya Azura.
Di hadapannya ada panci sup yang tengah mengepul panas. Dia mencoba untuk mempermainkan rasa. Lidah Azura cukup lihai dalam menilai makanan.
Berkat kehidupannya di masa lalu yang sudah mengenal segala jenis rempah dan rasanya, dia menjadi andal dalam merasakan makanan yang enak dan mana yang tidak.
Tinggallah dia mengaplikasikannya dalam makanan ini.
Saat itu, Bibi Luo pun mencicipi sepucuk sendok kuah sup dari Azura.
Dan matanya langsung berkilauan. "Wah. Enak sekali ini Azura. Apa yang kamu tambahkan ke dalamnya?"
Azura meringis. Dia mulai menyebutkan bahan bahan yang tidak biasa dimasukkan ke dalam sup di dunia ini, tetapi biasa dimasukkan saat di bumi.
Bibi Luo pun menggelengkan kepalanya. "Aku tidak menyangka, ternyata perpaduan bahannya sangat enak!"
"Terima kasih, Bibi Luo. Mungkin Bibi Luo bisa mempraktikkannya di rumah."
Berbeda dengan Azura dan Grritos yang menginap di sini, Bibi Luo pulang ke rumahnya. Dia memiliki 5 anak yang kecil-kecil.
Anaknya itu dititipkan kepada kakak sulungnya, yang masih sekolah di kelas menengah.
Maka dari itu, kalau Bibi Luo menginap, pasti akan datang angin topan ke rumah mereka.
Selain Bibi Luo, di Paviliun Pangeran Ansell ada sosok Bibi Yue yang bertugas untuk mengurus pakaian Pangeran Ansell. Lalu, ada juga tukang kebun Paman Chrisda.
Walaupun mayoritas dari mereka hanya ada di sini sejak pagi hingga sore saja, setidaknya Paviliun Pangeran Ansell tidak begitu sepi. Ramai dengan pembantu-pembantunya.
Meskipun... Muncul setitik tanya dalam pikiran Azura. 'Apakah.... Sejak kecil Pangeran Ansell ada di sini, ya?'
'Apakah... Dia tak pernah kesepian?'
Azura menanyakan itu dalam dirinya sendiri. Mendadak, rasa kasihan muncul dalam diri Azura. Untuk Pangeran Ansell.
* * *