Sosok Pangeran Ansell memandang ke arah Azura. Lelaki itu telah menceritakan segala keluh kesahnya kepada Azura. Sekarang, tinggallah Azura yang bercerita kepada Pangeran Ansell.
Akan tetapi, gadis itu malah memandang Pangeran Ansell dengan tatapan kosong. Dan lagi bingung. Apa yang hendak diceritakan oleh Azura? Gadis itu tidak memiliki kenangan tentang kehidupan masa lalunya.
Azura hanya bisa berkata, "Aku tahu kalau kehidupan ini tentang timbal balik. Akan tetapi, aku belum bisa menceritakan tentang masa laluku."
"Kenapa kamu begitu curang? Enggan mengatakan tentang masa lalumu?"
Azura hanya mengerlingkan sebelah matanya. "Aku hanyalah seorang perempuan yang misterius, yang tak bisa menceritakan masa laluku."
Azura berjingkat dari tempat tidurnya. Lantas, gadis itu pun pergi dari sisi Pangeran Ansell. Dan entah mengapa, sejak saat itu, Pangeran Ansell sedikit demi sedikit merasakan sebuah getaran yang tak biasa di dadanya.
'Astaga, kenapa aku jadi memikirkan dia?'
* * *
Pada hari itu, Pangeran Ansell pun dipanggil oleh Sang Raja Henbeddestyrus untuk datang ke Istana Utama. Pasalnya, lelaki itu sudah saatnya dia masuk ke sekolah tingkat tinggi.
Selama ini, Pangeran Ansell hanya ada di tingkat menengah saja. Lelaki itu berhenti sekolah karena dia terserang wabah Horrendum. Dan bukan hanya itu saja, Pangeran Ansell juga memiliki nilai yang sangat jelek. Sehingga, dia harus mengulang beberapa pelajaran. Untuk itulah, wabah Horrendum menjadi sebuah pelarian bagi Pangeran Ansell.
Akan tetapi apa, dia malah tidak belajar!
Maka dari itulah, Sang Raja Henbeddestyrus memerintahkan Pangeran Ansell untuk segera datang ke Istana Utama untuk membahas soal sekolah tingkat lanjut milik Pangeran Ansell.
Grritos menyampaikan hal tersebut kepada Pangeran Ansell.
Dan sudah jelas, Pangeran Ansell langsung mengamuk. Lelaki itu menghadap ke arah Grritos dengan tatap yang sangat menyebalkan. "Apa kata Ayahku?"
"Dia meminta Pangeran untuk datang ke Istana Utama."
"Sekarang?"
"Tentu saja, Pangeran Ansell."
Pangeran Ansell menggertakkan gigi. Lelaki itu tidak biasa mendapatkan panggilan dari Sang Raja Henbeddestyrus. Maka dari itu, sedikit panggilan saja membuat Pangeran Ansell merasa risih.
Akan tetapi, lelaki itu tetap melangkah ke Istana Utama.
"Apakah perlu aku temani?"
"Tidak perlu. Lagipula, itu tidak lebih dari setengah jam untukku berjalan."
Grritos menganggukkan kepalanya. Dia pun membiarkan Pangeran Ansell pergi ke Istana Utama.
Sejujurnya, Pangeran Ansell jarang sekali pergi ke luar. Lelaki itu lebih sering mnghabiskan waktunya di paviliun. Untuk itu. Pangeran Ansell bahkan merasa asing di area rumahnya sendiri.
Meskipun demikian, Pangeran Ansell harus menuruti keinginan Sang Raja Henbeddestyrus. Bagaimana pun, dia harus menuruti permintaan Raja.
Tak berapa lama dia berjalan, bahkan menundukkan kepalanya saat berpapasan dengan pelayan dan juga penjaga lainnya, memilih untuk tidak bersapa dengan mereka. Hingga akhirnya, Pangeran Ansell pun tiba di depan singgasana Sang Raja Henbeddestyrus.
Menghadap Sang Raja Henbeddestyrus, Pangeran Ansell pun bertanay. "Ayah, ada apa gerangan Ayah memanggilku?"
"Kamu sudah datang rupanya." kata Sang Raja Henbeddestyrus, melepaskan tangannya yang sedari sibuk dengan perkara lain. Urusan kerajaan.
"Ansell telah menghadap Paduka Raja. Apa yang ingin Ayah atau Paduka Raja katakan kepadaku?" tanya Pangeran Ansell.
Tepat ketika itu, layaknya sebuah boom atom, Paduka Raja pun menyebutkan. "Aku ingin kamu segera masuk ke akademi sekolah tinggi untuk melanjutkan pendidikanmu."
Pangeran Ansell mengernyitkan alisnya.
Dia? Bersekolah?
"Ayah? Bukankah Ayah tahu kalau aku ini sedang sakit? Aku ini sedang terkena wabah Horrendum!"
"Iya, Ayah tahu! Untuk itulah, Ayah sengaja mengirimmu ke sekolah dengan Kakakmu dan Pelayan."
Alis Pangeran Ansell makin mengernyit. Kerutannya makin dalam. "Apa, Ayah?"
Sang Raja Henbeddestyrus pun menegaskan. "Aku akan mengirimmu ke sekolah bersama dengan Kakakmu dan juga Pelayanmu."
"Kakak? Pelayan?"
Tepat ketika itu, sosok Kakak yang disebut oleh Sang Raja Henbeddestyrus juga muncul di belakangnya. Dan ternyata apa… sosok itu tak lain dan tak bukan adalah Panegran Parker!
Pangeran Parker itu lebih tua dua tahun darinya. Pangeran Parker tersenyum kepadanya. Walaupun senyum itu tampak biasa saja, tetapi entah mengapa Pangeran Ansell tidak menyukai senyumannya. Senyuman itu … tampak picik!
Pangeran Parker pun meletakkan tangannya di dada, sebagai bentuk hormat Pangeran Parker kepada Sang Raja Henbeddestyrus. "Jadi, Ayah akan membawaku ke akademi lagi untuk mengurus adikku?"
"Betul sekali, Parker. Kamu akan menjaga adikmu. Apakah kamu bisa melakukannya?" tanya Raja Henbeddestyrus kepada Pangeran Parker.
Lelaki itu segera mengangguk. "Tentu saja aku bisa melakukannya!"
Pangeran Ansell langsung memprotes. "Ayah, aku bisa melakukannya sendiri!"
"Tidak. mana mungkin Ayah bisa membiarkanmu sendirian dengan wabah yang menjangkitimu!"
"Ayah!!" Pangeran Ansell merasa frustasi.
Akan tetapi … Sang Raja tak gentar sedikit pun. Dia telah memutuskan. Dan keputusannya adalah final!
* * *