Kak Zulfa, Kakak Alma segera mengirimkan pesan kepada adiknya.
[Kak Zulfa : Alma, apakah kamu sedang main dengan Faradina?]
Pesan itu masuk ke ponsel Alma. Mendengar ponselnya berbunyi, perempuan tersebut segera membuka pesannya. Dia mengernyit. 'Bagaimana mungkin Kakakku tahu kalau ada di sini?'
Hendak tidak menjawab pesan dari Kak Zulfa, ternyata Sang Kakak itu malah menelpon Alma. Gadis itu seketika bimbang, tetapi ia menghembuskan napasnya. Memutuskan untuk pergi dari depan Faradina, memilih menjawab telepon.
Siapa tahu, Kak Alma punya sesuatu yang harus dibicarakan, kan?"
"Halo, Kak." jawab Alma.
"Halo, Alma. Lama tidak jumpa denganmu. Bagaimana kabarmu?"
Pembicaraan basa basi itu berlangsung selama lima menit, meskipun Alma sedikit cengegesan menjawabnya. Mau bagaimana lagi, Kak Zulfa mewawancarainya soal Mas Lazuardi. Bukannya Alma tak mau menjawab yang sebenarnya, ia hanya sangsi dengan mengatakan yang sejujurnya. Masa iya, ia menyatakan kalau sudah pisah rumah dengan Mas Lazuardi?
Pasti kabar itu tidak enak didengar.
Hingga pada saat mereka mulai kehabisan pembicaraan, Alma pun menyebutkan. "Omong-omong kenapa Kak menelpon? Tumben sekali,"
"Ah, tidak kok ... Aku hanya melihat kamu bersama dengan Faradina di status pesannya. Mungkin lebih baik kalau kamu segera pulang sebelum malam. Lazuardi pasti khawatir denganmu."
"Ah... aku akan pulang nanti." kata Alma menutupi kebohongannya.
Berikutnya, ia pun menutup telepon dengan hati yang cukup berat. Bagaimana pun, berbohong itu tidak menyenangkan. Pantas saja, Tuhan tidak mengizinkan hamba-Nya untuk berbohong.
Karena, satu kali berbohong akan membawa ke kebohongan yang lain.
Tepat ketika itulah, Alma kembali masuk ke kamar apartemen Faradina. Temannya itu memandangnya dengan wajah penasaran, "Ada apa? Siapa yang menelpon? Mas Lazuardi?"
Mata Faradina sudah berbinar, berharap kerenggangan hubungan antara Alma dan Mas Lazuardi sedikit mengendur. Sayangnya, gadis itu menggelengkan kepalanya. "Kakakku. Entah bagaimana ceritanya ... Dia tahu kalau aku ada di sini."
"Eh?"
Faradina seakan baru sadar, kalau dia upload status. Ia menepuk jidatnya sendiir, "Aduh maaf!"
"Kenapa kamu minta maaf?"
"Ah ... Aku ... Aku telah berbuat kesalahan sepertinya." Ia meringis.
"Heh?"
"Aku membuat status denganmu."
"Oh my God. Pantas saja."
Faradina mendadak merasa bersalah, tetapi Alma buru-buru menggelengkan kepalanya. Kalau itu bukanlah permasalahan yang besar. Lagipula, Kak Zulfa juga hanya mengetahui kalau Alma hanya main dengan Faradina. Jadi tidak ada masalah besar. Semestinya.
* * *
Hari cepat berlalu.
Kini, hari sudah Senin saja. Waktunya bagi Alma untuk bekerja menjadi Reporter untuk pertama kalinya.
Sejujurnya, Alma cukup deg-degan. Siapa sih orang yang tidak deg-degan di hari pertama kerja? Semua orang pasti merasakannya.
Gadis itu sudah berada di depan gedung Newsweek yang sangat besar. Gedungnya memiliki delapan belas lantai. Lantai ke delapan belas adalah milik CEO.
Sementara tiap divisinya berada di lantai berbeda. Sebab, Newsweek tak hanya mengurus media koran, akan tetapi juga channel televisi, youtube, dan juga majalah. Tak mengherankan kalau setiap bagiannya dipisahkan untuk memudahkan pekerjaan.
Lantai tempat Alma bekerja berada di lantai sepuluh. Lantai yang cukup tinggi.
Ia pun naik ke dalam lift. Dan ternyata, ia melihat Mbak Geisha yang sudah ada di dalam lift.
"Hello,"
"Oh, hai."
Sepertinya Mbak Geisha tidak mengenalnya.
Tentu saja, siapa juga yang mengenal anak baru?
Dengan penuh kesopanan, Alma menundukkan kepalanya, lalu memperkenalkan diri lagi. "Perkenalkan, Mbak Geisha. Namaku Alma."
"Oh, iya ... Salam kenal."
Mbak Geisha cukup berbeda. Gadis ini sangat amat dingin seperti es. Bahkan sekilas ... ia merasa ... kalau Mbak Geisha agak tidak suka padanya?
Asumsi itu muncul menyelinap ke dalam pikiran Alma. Namun, buru-buru Alma menggelengkan kepalanya. Gadis itu harus membuang perasaan ini.
'Ingat, Alma... Tidak boleh suudzon! Suudzon itu tidak baik!'
Gadis tersebut pun masuk ke dalam ruangan ... dan ia merasakan tekanan yang sangat luar biasa di sana. Ternyata ...
Semua orang di sana ... di kantor ini ... sangatlah sibuk. Beberapa orang menjawab telepon, lalu berlarian ke sana kemari, ada yang sibuk berdiskusi, semuanya sibuk. Tidak ada yang tak sibuk.
Alma melihatnya dengan mata yang mengerjap tak percaya. Apa yang terjadi?
Berikutnya, Alma melihat ke arah Mbak Geisha. Perempuan cantik ini mengikat rambutnya, lalu dia pun berlari dari tempatnya berdiri, menyongsong ke arah keributan. Dengan cepat ia bisa membaur dan turut membantu.
Sedangkan Alma ... tentu saja dia mematung.
Dia malah bingung harus berbuat apa.
* * *