Sudah hampir dua minggu sejak Alma dan Mas Lazuardi tidak saling memberikan kabar. Ini sudah sangat keterlaluan.
Alma akhirnya mencari tahu mengenai media sosial Mas Lazuardi. Siapa tahu ada hal yang tersembunyi di sana.
Akan tetapi, saat Alma mencoba mencari tahu tentang isi media sosial Mas Lazuardi, ia tak menemukan apa pun.
Instagram Mas Lazuardi juga kosong. Hanya ada namanya saja. Tanpa postingan. Meskipun followersnya banyak. Sekitar 5.000 orang. Entah dari mana followers ini berasal.
"Kok bisa ya dia punya banyak followers? Heran aku..."
Tetapi tampaknya, Mas Lazuardi memang tipikal orang yang disukai banyak orang. Sehingga dia memiliki banyak followers meskipun tak pernah posting apa pun.
Beralih dari instagram, ia ke facebook. Facebook Mas Lazuardi juga hanya berisikan quotes saja. "Ish."
Alma terus menerus scroll ke bawah, ia melihat beberapa orang yang memberikan like di postingan Mas Lazuardi.
"Lho? Mbak Geisha juga like ternyata." katanya.
Ia malah beralih kepada profil Mbak Geisha. Perempuan itu melihat banyak sekali foto-foto Mbak Geisha.
Gadis itu ternyata sangat populer juga di dunia maya. Sudah cantik, kulitnya putih bersih, intinya sangat indah.
"Wah, dia memang luar biasa. Mungkin kapan kapan aku bisa bertanya skin care apa yang dia pakai. Heheh."
Alma pun menutup laptopnya. Ia merasa jengah karena tak menemukan apa pun.
Mas Lazuardi itu mungkin tipikal orang yang pendiam di media sosial.
Akan tetapi, kenapa dia sering membuka laptopnya? Jangan jangan memang isinya tentang pekerjaan semua?
Alma juga penasaran, tetapi dia sudah terlampau lelah berpikir untuk hari ini. Dia memutuskan untuk menutup matanya, dan tidur.
* * *
Pagi harinya, Alma kembali dirundung oleh perasaan tidak enak. Dia melihat ponselnya, tidak ada pesan sama sekali dari Mas Lazuardi. Seakan lelaki itu memang lenyap hilang di telan bumi. Lalu pernikahan mereka hanyalah bagian dari mimpi.
Pada saat sarapan, manakala Faradina membuatkan makan pagi dengan roti tawar panggang, Alma mendiskusikan hubungannya dengan Mas Lazuardi yang kian kacau saja.
"Bukannya ini sudah saatnya aku mempertanyakan pernikahanku dengan Mas Lazuardi ini?" tanya Alma kepada sahabatnya, Faradina.
"Apa juga kubilang. Sudah semestinya kamu itu tanya dari jauh-jauh hari. Tapi kamunya ngeyel. Sudah diberitahu." Faradina duduk di hadapan Alma, meletakkan roti panggang berisikan telur ceplok itu.
Alma cemberut. "Kalau begitu, aku akan bertanya kepada Mas Lazuardi secepatnya."
Gadis tersebut pun menghembuskan napas lega. Setelah ia pulang kerja nanti, tidak ada pilihan lain. Ia harus mencari tahu tentang Mas Lazuardi.
Ia akan... Bertemu dengan Mas Lazuardi. Secara langsung.
* * *
Sejatinya agak sangsi bagi Alma untuk kembali ke rumah Mas Lazuardi ini. Ia yang sudah keluar rumah seenaknya, lalu kembali juga dengan semaunya sendiri.
Tetapi, siapa yang tahan memiliki suami yang hanya hitam di atas kertas?
Alma membunyikan bel pintu. Ting tong! Ting tong!
Beberapa kali ia membunyikan belnya, akan tetapi tak menemukan apa pun. Rasanya, Mas Lazuardi tidak di rumah.
Gadis itu pun terbayang, dia harus kembali ke apartemen saja, dibandingkan di sini, mengharapkan Mas Lazuardi.
Apa yang bisa diharapkan dari sosok lelaki tersebut?
Alma kembali berpikir... Tak semestinya berada di sini.
'Rasanya malah aku seperti mengemis cinta kepada Mas Lazuardi. Menjijikkan.'
Gadis itu membalikkan tubuhnya, ia malah melihat sosok Mas Lazuardi di sana. Di depan matanya.
"Alma?" Mas Lazuardi tampak sangat terkejut dengan keberadaan Alma.
Seolah dia tak menyangka sama sekali dengan kehadiran Alma. Di depannya.
"Alma, kenapa kamu bisa ada di sini? Apa yang terjadi? Kamu sudah lama menungguku?"
Semua pertanyaan itu terbombardir menuju kepada Alma. Gadis itu malah bingung untuk menjawab yang mana dulu.
Alhasil, Alma pun mengembuskan napasnya. Ia lantas mengucapkan. "Aku..."
"Sebentar, mari kita bicara di dalam saja."
Dengan perkataan Mas Lazuardi tersebut, ia pun masuk ke dalam rumah Mas Lazuardi.
* * *
Berada di dalam rumah Mas Lazuardi seakan seperti mimpi. Tak menyangka lagi dia akan kembali ke rumah ini.
Rumah ini masih sama. Dengan tata letaknya. Furniturnya. Semuanya. Tidak ada yang berubah di sana.
Mas Lazuardi membawakan teh hangat kepada Alma. Gadis itu memandangi Mas Lazuardi dengan tatapan terheran-heran.
'Apaan, pernah kupikir Mas Lazuardi ini sakit. Karena dia sama sekali tidak menghubungiku. Tetapi malah apa? Dia baik baik saja tuh?'
Alma jadi kesal sendiri dengan pemikirannya. Mestinya dia tak semudah ini kembali ke hadapan Mas Lazuardi. Ia harusnya kukuh untuk ditemui lebih dulu.
"Ya ampun, Alma. Sudah lama sekali sejak aku tak melihatmu. Sekitar.... Satu minggu?"
"Dua minggu." ralat Alma. Oh God. Mas Lazuardi bahkan lupa kapan terakhir kalinya mereka bertemu.
"Oh, iya, dua minggu."
"Bagaimana kabarmu? Apakah kamu baik baik saja?"
"Ya. Aku baik baik saja. Seperti yang kamu lihat."
Alma menjawabnya dengan ketus. Mas Lazuardi ini dalam keadaan sehat wal afiat dan baik baik saja? Kenapa dia tidak memberikan sama sekali pesan teks kepadanya? Apakah dia sesibukk itu?
Seketika, Alma menjadi sangat kesal kepada Mas Lazuardi. Gadis itu agak mendelik kepada Mas Lazuardi, lalu mengucapkan. "Kamu tidak mencariku, Mas?" Sengaja Alma katakan itu dengan terang terangan.
Mas Lazuardi pun menunjukkan wajah yang tidak biasa. Seakan ada rasa sendu di sana. Perempuan itu merasa menjadi tidak enak hati.
"Maafkan aku, Alma. Semua ini salahku. Aku tidak tahu kalau kamu merasa tidak nyaman denganku."
"Ini bukan masalah nyaman atau tidak nyaman, sih... Tetapi...,"
'Kenapa kamu tidak pernah untuk bersikap jujur kepadaku? Apa sebenarnya yang tengah ada di dalam hatimu?'
Semua pertanyaan itu merebak dalam diri Alma. Ia teringat dengan segala kebaikan Mas Lazuardi, kelembutannya, dan juga sikapnya. Akan tetapi, semuanya itu serasa percuma. Karena dia seakan menutupi kehidupan dirinya.
Lelaki itu tidak pernah membicarakan soal hidupnta. Sama sekali. Untuk itu, Alma merasa kesal... Kepada Mas Lazuardi.
"Aku.... Aku hanya bertanya-tanya, kenapa Mas Lazuardi sama sekali tidak mencariku? Apakah menyenangkan hidup tanpa aku?"
* * *