Wajah Alma seketika berubah. Gadis itu teramat kesal kepada Mas Lazuardi, seakan tidak menyangka lelaki tersebut bisa tega kepadanya. "Jawab aku, Mas. Apakah memang sangat menyenangkan tanpa diriku?"
Mas Lazuardi menggelengkan kepalanya, "Tidak ... Aku hanya membiarkanmu untuk berpikir. Aku juga tidak enak hati kalau memaksamu kembali."
Alma mengembuskan napas panjangnya. Hatinya ingin sekali membuka isi kepala Mas Lazuardi, supaya tahu apa isi kepala lelaki tersebut. Bagaimana mungkin lelaki itu berpikir kalau Alma butuh waktu menenangkan diri? Memang ya, Alma butuh waktu untuk sendiri.
Namun bukan berarti Mas Lazuardi bisa berbuat seenaknya sendiri dengan tidak menghubunginya sama sekali. Apa sih yang ada di pikiran lelaki itu sampai tak menghubunginya sama sekali?!!
"Apakah Mas tidak berpikir buruk tentangku, bagaimana jika aku hilang atau diculik atau bagaimana?"
Mas Lazuardi mengucapkan lirih, "Aku khawatir dan cemas pada keadaanmu. Akan tetapi, aku tahu .... Aku tahu dari Kak Zulfa kalau kamu bersama dengan Faradina. Jadi, aku tidak begitu mengkhawatirkan keadaanmu."
"Aku tidak bisa percaya dengan kalimat Mas Lazuardi." ujar Alma.
Gadis itu beranjak dari sana, ia sudah kehabisan kesabarannya dengan Mas Lazuardi. Rasanya sudah tidak ada lagi yang hendak dibicarakan.
Namun tiba-tiba saja, Mas Lazuardi mencegat tangannya. Sebuah sentuhan yang baru pernah dilakukan oleh lelaki tersebut kepadanya. "Alma," katanya dengan perlahan.
"Jangan pergi."
Alma mendongak, ditatapnya wajah Mas Lazuardi. Ada segurat kesedihan yang terpancar dari wajahnya. Alma pun menjawab dengan cepat, "Kenapa? Kenapa aku tak boleh pergi, sementara Mas Lazuardi berbuat kejam kepadaku, dengan tidak peduli padaku?"
"Astaghfirullah Alma ... Sungguh, aku tidak tahu bagaimana caraku untuk memulai pembicaraan denganmu. Aku tahu bagaimana kekakuan kita."
Alma dan Mas Lazuardi sama-sama terdiam, Alma memandangi tangan Mas Lazuardi.
Ia tidak menyangka inilah sentuhan pertama lelaki itu kepadanya. Apakah untuk mendapatkan kasih sayang suaminya, dia harus meminta belas kasihan dulu darinya? Rasanya naif sekali.
Alma melepaskan tangan Mas Lazuardi. Ia berkata pelan, "Aku pikir ... Aku harus memikirkan ulang pernikahan kita, Mas."
Gadis tersebut pergi dari hadapan Mas Lazuardi.
Setetes air matanya hendak luruh. Sesungguhnya, Alma tidak mau seperti ini. Alma tidak mau bertengkar dengan Mas Lazuardi.
Akan tetapi, pernikahan ini memang harus dipikirkan ulang. Mestinya dia bisa membangun keluarga yang sakinah, mawadah, warohmah, bukan rumah tangga yang penuh dengan rasa curiga.
Alma masih bertahan kukuh dengan egoismenya. Ia tidak mau kembali sebelum Mas Lazuardi menceritakan apa yang ada di isi laptopnya dan alasannya tidak mau menyentuhnya.
* * *
Keesokan paginya, Alma kembali ke kantor dengan diri yang agak murung. Gadis tersebut merasa kesal dan lesu. Mau bagaimana lagi, setelah pulang dari rumah Mas Lazuardi, Alma menangis.
Apa lagi sih, yang bisa dilakukan seorang wanita, kalau bukan menangis?
Alma memutuskan untuk membuat teh di pantry sebelum dia bekerja. Tak disangka, dia malah bertemu dengan keberadaan Mbak Geisha. Ia tengah membuat kopi, tampaknya.
"Halo, Mbak. Selamat pagi." sapa Alma pelan.
Mbak Geisha hanya tersenyum dan menunduk, sebuah respons wajar dari seorang Mbak Geisha yang memang agak antipati kepada Alma.
Manakala menunggu air rebus dengan sempurna, Alma jadi ingat. Kalau tidak salah, Mbak Geisha ini agak dekat dengan Mas Lazuardi. Mungkin, dia bisa bertanya dengan Mbak Geisha?
"Oh, iya, Mbak. Kalau tidak salah, Mbak Geisha ini kenal dengan Mas Lazuardi, ya?"
Mbak Geisha balas menatap Alma. Ada kerutan di keningnya. Wajahnya tampak tak nyaman, entah kenapa. "Ah, iya ..."
Alma menggigit bibirnya. Sopan tidak sih, kalau dia bertanya tentang suaminya sendiri kepada orang lain?
'Aish! Ini bukan masalah sopan atau tidak sopan. Tetapi masalah, kenapa-aku-sebagai-istrinya, kenapa-malah-tidak-tahu!!' Alma mengurungkan niatnya.
Alhasil, gadis itu malah bertanya. "Kalian kenal di mana, Mbak?"
"Oh, aku dengan suamimu?"
"Hm. Aku penasaran," wajah Alma berubah antusias. Dengan mengetahui masa lalu Mas Lazuardi, membuat Alma sedikit lebih dekat dengannya.
"Aku dengan Mas Lazuardi kenal di ....."
* * *