"Hallo," sapa Ellena kepada sesoeorang di seberang sana.
"Hallo, Elle, apa kau dan Lucas baik-baik saja?" Terdengar suara seorang wanita yang tidak asing. Namun, Ellena masih belum mengingat siapa pemilik suara itu.
"Iya? Maaf, dengan siapa saya bicara?" tanya Ellena ingin memastikan.
"Ini Mami, Elle. Kau tidak mengenal suara Mami?"
Ellena menarik napas lega, saat tahu ternyata Maminya Lucas yang menelepon. 'Mami pasti tahu nomor ini dari Lucas,' pikirnya.
"Iya, Mom, kita di sini baik-baik saja. Bagaimana kabar Mami dan Papi? Apa kalian baik juga?" Ellena tersenyum senang menanggapi mertuanya yang begitu baik dan perhatian terhadapnya.
"Kami juga baik-baik saja di sini. Mungkin besok Mami akan menginap di rumah kalian."
Ucapan Veronica kali ini berhasil membuat jantung Ellena berdenyut hebat. Tentu dia sangat terkejut. Akan menjadi malapetaka baginya, jika mertuanya menginap di rumah itu. Bagaimana mungkin dia dan Lucas akan tidur di kamar berbeda saat orang tua Lucas ada di sana? Ah, ingin rasanya dia menolak saja keinginan mertuanya, tetapi dia tidak mungkin melakukan hal itu.
"Mami akan menginap di rumah kami?" Ellena memastikan kembali.
"Iya. Kenapa? Apa kau merasa keberatan?"
"Ti-tidak, Mom! Justru aku senang sekali, kalau Mami dan Papi akan datang dan menginap di sini," jawab Ellena sedikit ragu. "Saya tunggu kedatangan Mami dan Papi. Lucas juga pasti akan senang mendengarnya," imbuhnya kemudian.
"Oh ya, Ke mana Lucas? Mami ingin bicara dengannya."
"Lu-Lucas ... dia belum pulang, Mom," jawab Ellena.
"Belum pulang? Apa hari ini dia sedang ada meeting di luar?" Veronica sedikit terkejut mengetahui putranya yang masih belum pulang.
"Sepertinya begitu. Mungkin sebentar lagi dia akan tiba di rumah," jelas Ellena sekenanya. "Apa sebelumnya Mami tidak menelepon Lucas terlebih dahulu?" tanyanya kemudian.
"Tadi pagi Mami telepon Lucas, tetapi hanya minta nomor kontakmu saja," jawab Veronica.
Ellena tampak refleks menganggukkan kepala, meski sebenarnya sang mami mertua tidak bisa melihatnya.
"Baiklah, Mami hanya ingin menyampaikan itu saja. Jaga diri kalian baik-baik," pesan Veronica kepada Ellena.
"Baik, Mom," jawab Ellena lirih.
Obrolan mereka pun berakhir dengan Veronica yang menutup teleponnya terlebih dahulu.
"Ah, bagaimana ini? Bagaimana dengan nasibku, jika Mami jadi menginap di rumah ini? Aku tidak mungkin tidur di kamar berbeda dengan Lucas, bukan?" Ellena masih berdiri melipat tangan sebelah kiri di atas dada, sementara tangan sebelah kanan terlihat menopang dagu. Tatapannya sedikit ke atas, pertanda dia sedang memikirkan sesuatu.
Belum sempat dia mengakhiri lamunannya, tiba-tiba suara derum mobil membuatnya tersadar. Dia segera menghampiri jendela kamar, kemudian menatap ke luar jendela. Rupanya mobil Lucas baru saja terparkir di halaman rumah.
"Akhirnya dia pulang," ujar Ellena segera berlari, keluar dari kamar itu.
Ellena segera menghampiri Lucas yang baru saja masuk ke dalam rumah sambil menjinjing tas kerja berwarna hitam.
"Sudah hampir malam, kenapa kau baru pulang?" Ellena meraih tas kerja itu dari tangan Lucas. Seketika Lucas menaikkan sebelah alisnya, merasa heran.
"Kau kenapa?" Lucas menatap penuh curiga.
Hal yang tidak biasa dilakukan oleh istrinya itu, tentu membuat Lucas merasa heran. Selama ini Ellena selalu bersikap tidak acuh untuk hal sepele seperti itu. Sebelumnya, Ellena tidak pernah mempermasalahkan mengenai jam pulang suaminya. Namun, kali ini dia justru mempertanyakan hal itu.
"Aku?" Ellena menunjuk wajahnya sendiri sambil menatap Lucas dengan serius. "Memangnya ada apa denganku? Kenapa kau menatapku seperti itu?" Ellena sedikit mencebikkan bibirnya, merasa kesal dengan tatapan Lucas yang terlihat sedang mencurigainya.
"Kau tidak sadar, Nona, dengan apa yang sedang kau lakukan sekarang ini?" tanya Lucas yang lebih ke nada menyindir.
"Apa maksudmu?" Ellena masih belum memahami ke mana arah pembicaraan Lucas. 'Ah, Lucas memang menyebalkan! Kenapa dia selalu saja membuatku kesal. Sebenarnya apa yang sedang dia bicarakan?' bisiknya dalam hati.
"Bukankah sebelumnya kau tidak pernah peduli kapan pun aku pulang? Lantas, kenapa hari ini kau terlihat begitu mencemaskanku, ha? Atau mungkin ... kau sangat merindukan suamimu yang tampan ini?" Lucas menyunggingkan senyuman sambil mengedipkan sebebelah mata. Tampaknya, dia sengaja ingin menggoda Ellena.
"Aku? Mencemaskanmu?" Lagi-lagi Ellena menunjuk wajahnya sendiri. "Mana mungkin aku mencemaskanmu! Bukankah kau ini seorang pengusaha kaya raya, yang bisa saja menyewa bodyguard ke mana-mana? Lalu, untuk apa aku mengkhawatirkanmu? Kau sudah bukan anak kecil lagi, bukan?" Ellena menepis semua tuduhan suaminya.
Apa pun topik yang sedang mereka bahas, ujung-ujungnya selalu saja membuat salah satu atau keduanya meradang. Apa mungkin mereka memang tidak memiliki kecocokan untuk hidup bersama? Entahlah. Yang jelas tidak ada hal yang terjadi secara kebetulan. Semua yang terjadi tentu atas kehendak Tuhan, termasuk hubungan sepasang suami istri itu.
Lucas hanya tersenyum smirk menanggapi sikap Ellena. Dia seolah-olah tidak percaya dengan apa yang baru saja Ellena katakan.
"Kau tidak percaya padaku?" Ellena memasang ekspresi kesal. "Perlu kau tahu, ada sesuatu hal yang ingin aku sampaikan. Jadi, tolong kau jangan bersikap terlalu percaya diri seperti itu! Aku tidak mungkin mengkhawatirkanmu. Memangnya kau ini siapa?" geramnya kemudian.
Mendengar pernyataan Ellena, Lucas makin mengerutkan dahi sambil menatap nanar wajah wanita di depannya. "Apa perlu kujelaskan lagi tentang statusku di rumah ini?" Lucas berjalan maju satu langkah, makin mendekati Ellena.
"Ya, ya, ya, aku tahu, kau memang suamiku. Ta-tapi ... maksudku itu hanya sementara dan kita tidak hidup layaknya sepasang suami istri sungguhan, bukan?" Ellena tampak gugup melihat tatapan Lucas. Dia selalu tidak bisa berkutik, jika Lucas sudah menatapnya dengan tatapan yang menusuk seperti itu.
Seketika Lucas terbahak mendengar jawaban Ellena. Namun, tak berlangsung lama.
"Oke, aku paham sekarang!" Lucas mengulum senyum, lalu memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana yang dia kenakan.
"Ma-maksudmu?" Ellena tampak bingung dengan pernyataan Lucas kali ini. Terlebih lagi melihat tatapan pria itu.
Bukan menanggapi, Lucas lagi-lagi tersenyum smirk. Tatapannya kali ini seolah-olah sedang meremehkan, sehingga membuat Ellena makin merasa kesal.
"Kau jangan berpikiran macam-macam tentangku!" tegas Ellena yang mulai menaruh rasa curiga terhadap Lucas.
"Memangnya apa yang sedang kupikirkan, Elle?" Lucas berbalik tanya seolah-olah sengaja ingin membuat Ellena makin bingung.
"Kenapa jadi seperti ini? Padahal, aku hanya ingin mengatakan bahwa orang tuamu akan menginap di rumah ini besok." Ellena langsung mengatakan pokok permasalahannya. Dia pikir tidak ada gunanya menanggapi sikap dan perkataan Lucas. Percuma saja. Dia hanya akan dibuat geram.
"Memangnya kenapa? Apa kau merasa keberatan, Elle? Bukankah mereka orang tuaku? Jadi, pintu rumah ini sangat terbuka lebar untuk mereka. Mereka bisa datang, kapan pun yang mereka inginkan." Lucas terlihat santai menanggapi Ellena yang justru mencemaskan hal itu.
"Kenapa kau begitu santai? Bukankah ini akan menjadi masalah baru untuk kita? Mereka akan curiga, jika tahu bahwa kita tidur di kamar yang berbeda." Ellena melayangkan protesnya. Namun, siapa sangka Lucas justru menanggapinya dengan gelak tawa.
Ellena memasang ekspresi datar. Sikap Lucas kali ini sungguh membuatnya nyaris hilang kesabaran. Bagaimana mungkin Lucas bisa bersikap tenang, di saat dia justru mengkhawatirkan hal yang akan mengancam nasib hidupnya.
"Kenapa kau terawa? Apa menurutmu itu lucu, ha?" Ellena berusaha menahan emosi yang sudah membuncah di dalam sana.
"Kau tahu, Elle? Kau itu seperti seekor burung yang mengemis minta di tangkap!"