"Aku akan tidur di sofa!" Ellena meraih satu bantal dari atas tempat tidur, kemudian beranjak menghampiri sofa berwarna putih yang berada dekat jendela kamar itu.
Lucas tidak berkomentar apa pun. Dia segera bergegas menuju kamar mandi. Entah apa yang akan dia lakukan di dalam sana. Lima menit kemudian, Lucas telah kembali, tepat saat Ellena sudah meringkuk di atas sofa, menghadap ke sandaran sofa itu.
Tak ada selimut yang yang bisa digunakan, meskipun AC yang menyala membuat tubuhnya merasa kedinginan.
Lucas menatap Ellena dari depan pintu kamar mandi. Dia kemudian meraih remote AC yang tergeletak di atas nakas. Diarahkannya remote itu ke AC yang berada tepat di atas jendela kamar yang tak jauh dari sofa. Dia tampak mengatur dengan sedikit menurunkan suhunya.
Setelah selesai dengan kegiatannya, Lucas segera membaringkan tubuh di atas tempat tidur. Dia tidak ingin terlalu peduli dengan sikap Ellena. Bahkan, sekali pun Ellena lebih memilih tidur di atas sofa.
Lucas baru saja akan menarik selimut, tetapi tiba-tiba terdengar lagi suara ketukan pintu yang diikuti suara Veronica. Sesaat Lucas dan Ellena berhasil dibuat terkejut.
Ellena membalikkan badannya, menatap Lucas. Namun tidak dengan Lucas.
"Lucas, tolong buka pintunya sebentar!" pinta sang mami dari luar kamar.
Lagi-lagi Lucas berdecak kesal. "Apa lagi yang sebenarnya akan Mami lakukan? Ganggu saja!" Lucas buru-buru turun dari tempat tidurnya dan segera membuka pintu itu. Bahkan dia tidak peduli dengan Ellena yang masih berbaring di atas sofa.
"Ada apa, Mom?" tanya Lucas, setelah dia mebuka pintu kamar itu.
Di depan kamar, tampak Veronica yang membawakan segelas minuman berwarna kuning pekat. Entah itu minuman apa, Lucas juga tidak mengetahuinya.
Alih-alih menjawab putranya, pandangan Veronica justru menerobos ke dalam kamar itu. Seketika dia terkejut saat melihat Ellena tengah berbaring di atas sofa.
"Elle, kau tidur di sofa?" Veronica membulat, menatap Ellena penuh selidik.
Ellena terlonjak, lalu mengubah posisinya hingga terduduk. Dia menengok ke samping kanan dan kiri, seolah-olah baru sadar bahwa dirinya sedang berada di atas sofa yang tentu akan membuat mami mertuanya curiga.
"Hah?" Ellena terperangah tidak bisa menjawab. Apa yang bisa dia katakan, sementara sang mami mertua melihat secara langsung dirinya yang berbaring di atas sofa. Lantas, alasan apa yang dapat membantunya kali ini? Sungguh dia merasa bingung.
'Akh, sial! Dasar wanita bodoh! Kenapa dia tidak pindah dari tempat itu?' umpat Lucas dalam hati. Dia tampak menatap Ellena sarkastis.
Baru saja Lucas membuka mulut akan menanggapi pertanyaan maminya, tiba-tiba sang mami sudah terlebih dahulu menerobos ke dalam kamar. Bahkan dia tampak menyenggol Lucas yang belum memberinya akses untuk masuk.
Veronica menghampiri Ellena dengan tatapan yang masih sama, sekadar untuk memastikan bahwa apa yang dia lihat adalah benar. Akhirnya, sebuah bantal hitam yang terletak di atas sofa, tepat di belakang Ellena, membuat dia makin yakin bahwa Ellena memang berniat untuk tidur di sofa.
"Lucas, kenapa kau membiarkan istrimu tidur di sofa, ha?" Veronica menoleh ke belakang menatap Lucas geram. 'Bagaimana mungkin sepasang pengantin baru tidur terpisah seperti itu,' pikirnya.
"I-itu—akh, aku sudah memintanya untuk tidur di atas tempat tidur bersamaku, tetapi Ellena menolak hanya karena ...." Lucas menjeda perkataannya seraya berpikir untuk mencari alasan.
"Karena apa, Lucas?" Veronica tampak tidak sabar menunggu penjelasan dari Lucas.
"Karena kecoak tadi, Mom!" seru Lucas sekenanya sambil memetikkan jari jempol dan jari telunjuk, seolah-olah merasa senang karena bisa mendapat ide bagus untuk menanggapi pertanyaan sang mami. Namun, tetap saja sikapnya terlihat sangat gugup menghadapi Veronica.
Sebenarnya, Lucas bisa saja membiarkan sang mami mengetahui kenyataan tentang sandiwaranya dengan Ellena. Bukankah itu akan memudahkan mereka untuk segera berpisah? Namun, bukan itu yang dia harapkan. Lucas memang sudah berjanji akan menceraikan Ellena, tetapi tidak ingin secepat itu juga. Sebab, akan terlalu dini, jika mereka terburu-buru bercerai di usia pernikahannya yang hanya baru beberapa hari.
Kemungkinan buruk mungkin saja akan mengganggu hidupnya, jika sampai itu terjadi. Ya, tentu. Tentu akan banyak orang-orang media yang mengusut tentang hal itu sampai ke akarnya dan Lucas tidak ingin semua itu terjadi.
"Benarkah seperti itu, Elle?" Veronica kembali menatap Ellena penuh tanya.
Ellena langsung turun dari sofa, kemudian berdiri di depan sang mami mertua.
"Benar, Mami. Saya memang sangat takut dengan kecoak. Karena tadi kecoak itu ada di atas tempat tidur, jadi saya tidak berani tidur di sana," jelas Ellena menimpali kebohongan Lucas. Siapa sangka jika kehadiran kedua mertuanya di rumah itu akan membuat dirinya terjebak dalam sebuah kebohongan yang dibuat oleh Lucas.
"Apa kecoak itu masih ada di kamar ini?" tanya Veronica memastikan.
"Tidak, Mom!" Lucas dan Ellena menjawab dalam waktu bersamaan. Seketika mereka beradu pandang, sontak hal itu mencuri perhatian Veronica.
Veronica tampak mengulum senyuman. Dia begitu senang melihat putra dan menantunya itu terlihat begitu kompak.
"Kecoak itu sudah pergi, Mom," jelas Lucas kemudian.
"Baiklah. Itu artinya, kau bisa tidur satu ranjang dengan suamimu, bukan?" Veronica menatap Ellena penuh harap. Namun, Ellena hanya terdiam. Dia bingung harus menjawab apa.
"Bagaimana, Elle?" Ellena terlonjak. Seketika lamunannya sirna.
"Ba-baik, Mami," Ellena terlihat begitu gugup. Dia terpaksa menyetujui permintaan sang mami mertua untuk tidur satu ranjang bersama Lucas.
Veronica tersenyum tipis, sebelum akhirnya dia berkata dan menyodorkan segelas minuman di tangannya. "Mami kemari hanya untuk mengantar ini buatmu. Kau minumlah!"
"Ini apa, Mom?" Ellena tertegun menatap gelas berisi minuman yang warnanya sangat tidak menggugah selera.
"Ini ramuan untuk penyubur kandungan. Mami sengaja membuatkan ini untukmu, supaya kau dan Lucas segera memiliki momongan." Mendengar jawaban Veronica membuat mata Ellena membulat sempurna. Sementara itu, Lucas tampak refleks terbatuk-batu saat mendengar pernyataan maminya.
'Apa? Ramuan penyubur kandungan?' bisik Ellena dalam hati. Dia kembali tertegun, bagaimana harus menanggapi sang mami mertua yang begitu sangat mengharapkan cucu darinya.
"Ayolah, Elle ... minum ini!" Veronica makin mendekatkan gelas itu ke wajah Ellena.
Dengan terpaksa Ellena meraih gelas itu dari tangan Veronica. Baru saja dia akan meminumnya, bau khas minuman itu sudah tercium sangat menyengat, sehingga membuat dia mengurungkan niatnya.
"Baunya menyengat sekali, Mom." protes Ellena menyodorkan kembali gelas itu kepada Veronica.
"Rasanya memang tidak enak, tetapi Mami harap kau mau meminumnya, Elle." Veronica mendorong gelas itu sambil memasang ekspresi memelas, berharap Ellena bersedia untuk meminum ramuan itu.
Merasa harus menghargai usaha sang mami mertua, Ellena pun kembali menarik gelas itu. "Baiklah, saya akan minum ini," ucapnya, kemudian mendekatkan lagi gelas itu ke mulutnya.
Sambil sedikit menahan napas, Ellena meminum ramuan itu. Entah sebenarnya itu minuman apa, baru saja minuman itu sampai di tenggorokkan, tetapi dia ingin sekali memuntakan semuanya. Namun, karena tidak bisa berbuat banyak, Ellena pun hanya menurut, meskipun perutnya terasa sangat mual.
Lucas yang sedari tadi memperhatikan pun tampak bergidik ngeri melihat Ellena meneguk minuman itu. Sungguh dia tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya.
"Sudah, Mami." Ellena menyodorkan kembali gelas itu seolah-olah ingin membuktikan kepada Veronica bahwa dia sudah melakukan apa yang mami mertuanya inginkan.
"Baiklah. Mami senang sekali. Sekarang tidurlah di sana bersama Lucas."