Seusai melakukan makan malam bersama. Lucas, Ellena dan kedua orang tuanya berbincang santai terlebih dahulu di ruang keluarga. Tidak ada hal penting yang mereka bahas. Bahkan, Lucas dan ayahnya pun tidak membahas tentang bisnis yang biasanya menjadi topik utama mereka.
Mereka hanya menonton televisi dan membicarakan sesuatu tanpa arah dan tujuan. Di tengah kegiatan mereka, lagi-lagi Veronica membahas rencana bulan madu yang tidak terlalu ditanggapi, baik oleh Lucas maupun Ellena. Lucas selalu memiliki alasan, ketika sang mami memintanya untuk segera merencanakan bulan madu ke luar negeri. Alasannya bermacam-macam, salah satunya adalah karena pekerjaan.
Albert dan Veronica pun tidak bisa berbuat banyak, ketika mendengar penolakan Lucas untuk yang ke sekian kalinya.
"Baiklah, sepertinya sudah malam. Lebih baik kita segera tidur, rasanya Mami sudah mengantuk." Veronica tampak ingin mengakhiri perbincangan mereka.
"Ya, sebaiknya Mami dan Papi tidur terlebih dahulu," balas Lucas, "Kau juga," imbuhnya seraya menoleh ke arah Ellena yang duduk di sampingnya.
"Kau sendiri? Apa yang akan kau lakukan?" tanya Veronica seraya menatap Lucas. 'Apa yang akan dia lakukan selarut ini?' pikirnya heran.
"Ada pekerjaan yang harus segera kuselesaikan," jawab Lucas yang sebenarnya hanya mencari alasan agar tidak tidur satu kamar dengan Ellena.
Melihat sikap Ellena kemarin Lucas bisa menebak bahwa Ellena sangat takut, jika tidur dengannya di kamar yang sama. Ellena mungkin khawatir jika dirinya akan berbuat macam-macam, padahal tidak pernah terpikirkan sedikit pun dalam benaknya untuk memanfaakan situasi dengan berbuat hal-hal yang dapat mengubahnya menjadi seperti seorang pengecut.
"Tidak! Mami tidak setuju! Ini sudah terlalu larut untuk kau bekerja. Mami tidak ingin hanya karena ulahmu yang sering begadang, Mami dan Papi menjadi sulit untuk memiliki cucu!" tolak Veronica yang berhasil membuat Lucas menaikkan sebelah alisnya, merasa heran. 'Memangnya apa hubungannya hamil dan begadang?' gumamnya dalam hati.
Tentu ada korelasinya. Meskipun hal itu belum bisa dibuktikan secara pasti. Namun, menurut para peneliti, selain gangguan tidur dapat mempengaruhi hormon wanita juga berpengaruh kepada kualitas sperma pria yang akan berdampak pada kesuburan mereka. Tampaknya Veronica paham betul dengan ilmu kesehatan, meskipun itu bukanlah bidangnya.
"Tapi, Mom—"
"Mami tidak ingin tahu alasanmu, Lucas. Sekarang kalian masuk kamar dan tidur. Jangan lupa segera beri kami cucu!" Veronica tampak mempertegas ucapannya. Apa yang bisa Lucas lakukan, selain menuruti perintah sang mami? Akhirnya, apa yang Ellena takutkan akan terjadi juga.
Di samping itu, Ellena tampak berperang melawan jantungnya yang sudah berdebar tak karuan sedari tadi. Awalnya, dia sangat senang mendengar jawaban Lucas yang berusaha menghindari untuk tidur bersama dengannya dalam satu kamar. Namun, setelah sang mami mertua menolak, apa yang bisa dia perbuat? Jika Lucas saja tidak bisa berkutik, bagaimana dengan dirinya yang hanya sebagai orang baru di tengah- tengah mereka?
'Ya Tuhan, lagi-lagi aku harus masuk ke kandang macan. Bagaimana nasibku nanti? Awas saja jika dia berani menggodaku lagi seperti waktu itu!' bisik Ellena dalam hati.
"Sebaiknya kau dengarkan apa kata Mami. Begadang memang tidak baik untuk kesuburan kalian," timpal Albert yang sedari tadi mengamati perbincangan sepasang ibu dan anak itu.
Lucas tidak ingin berkomentar banyak. Dia hanya mengembuskan napas berat. "Baiklah. Ayo, kita tidur!" ajaknya seraya bangkit dari tempat duduk dan menarik tangan Ellena.
Hal itu tentu membuat Ellena gusar, tetapi dia hanya diam tidak bisa memprotes Lucas di depan kedua mertuanya.
"Selamat malam, Mami, Papi," pamit Lucas lalu menarik tangan Ellena dengan sangat kuat, membawa ke kamarnya. Ellena pun hanya menurut setelah dia berhasil berpamitan kepada kedua mertuanya.
"Selamat malam," balas Albert dan Veronica bersamaan.
Lucas menutup pintu dengan rapat, setelah dirinya dan Ellena telah masuk ke dalam kamar. Secepat kilat Ellena menepiskan tangannya dari peganggan Lucas dengan sangat kuat. Tampak raut kemarahan di wajahnya yang dia tunjukkan langsung di hadapan sang suami. Tanpa Lucas sadari, perbuatannya kali ini berhasil membuat jantung Ellena berpacu makin cepat tanpa bisa dicegah.
"Kau tidak perlu menarik tanganku seperti ini? Tidak bisakah kau bersikap lebih lembut pada seorang wanita?" Akhirnya sebuah protes berhasil dilayangkan oleh Ellena kepada Lucas. Ellena menatap Lucas dengan begitu sinis. Rasanya, dia tidak rela jika Lucas menyentuh tubuhnya, meskipun hanya sekadar sentuhan tangan.
Lucas membuang muka sejenak, lalu berkacak pinggang dan menatap balik Ellena. "Kau pikir mereka tidak akan curiga, jika kita bersikap tidak selayaknya suami istri sungguhan, ha?" cibirnya merasa geram.
"Ya, tetapi tidak harus bersikap seperti itu, bukan? Bukankah kau sendiri yang membuat perjanjian itu bahwa tidak akan ada sentuhan di antara kita!" tegas Ellena seraya mengingatkan kembali tentang isi perjanjian yang sudah mereka sepakati.
"Apa kau memang sangat polos, Elle?" Pertanyaan Lucas sontak membuat Ellena mengernyitkan dahinya.
"Apa maksudmu?" tanya Ellena heran.
Tentu bukan sentuhan itu yang dimaksud Lucas dalam isi perjanjian. Namun, tampaknya Ellena terlalu polos untuk mengartikan kata "Sentuhan" dalam perjanjian tersebut.
"Aku ini suamimu, aku berhak melakukan apa pun yang aku inginkan!" tegas Lucas merasa kesal. Rasanya percuma juga menjelaskan kepada Ellena yang terlalu polos untuk menerima hal yang seharusnya dipahami oleh orang yang pemikirannya sudah dewasa.
Ellena makin membulatkan mata sempurna. Dia tidak menyangka jika Lucas berani berkata demikian, setelah mereka menandatangani perjanjian. Lantas, apa yang harus dia lakukan? Apa dia harus diam saja membiarkan Lucas berbuat seenaknya? Bagaimana jika Lucas melakukan hal yang tidak dia inginkan selama ini? Tidak! Dia tidak bisa membiarkan hal itu terjadi.
Ellena memang istri Lucas. Namun, dia seolah-olah hidup seperti seorang kacung yang harus selalu mematuhi setiap keinginan majikannya. Tidak ada toleransi baginya, jika dia berani menolak pria itu.
"Tidak! Kau sudah melanggar perjanjian kita, Lucas!" pekik Ellena.
"Aku tidak peduli, Ellena!" bantah Lucas dengan tegas. Dia lagi-lagi membuang muka dengan sebelah tangan memegang dahinya, sementara tangan yang lain masih bertolak pinggang.
Belum berhasil Ellena menanggapi perkataan Lucas, tiba-tiba suara ketukan pintu terdengar menggema di dalam kamar itu. Hal itu sukses membuat keduanya menoleh ke arah pintu.
"Lucas, Elle, apa kalian baik-baik saja?" tanya Veronica di balik pintu.
Lucas berdecak. "Ini semua gara-gara kau!" umpatnya seraya menatap sinis wajah Ellena.
"Kami baik-baik saja, Mami," teriak Lucas menanggapi.
Meskipun terdengar samar, perdebatan Lucas dan Ellena tak ayal sampai di telinga Veronica dan Albert yang baru saja akan beranjak dari ruang tengah. Namun, mendengar kebisingan di kamar Lucas dan Ellena membuat mereka mengurungkan niat, sehingga Veronica yang merasa cemas langsung menghampiri kamar Lucas.
"Apa kau yakin?" Veronica tampak memastikan lagi.
"Iya, Mami. Tadi hanya ada kecoak di kamarku, jadi membuat Ellena sedikit ketakutan," jawab Lucas sekenanya yang sontak membuat Ellena menautkan kedua alisnya.
"Apa? Kecoak?" Veronica terbelakan, selain karena terkejut, dia juga merasa bingung. 'Bagaimana mungkin ada kecoak di rumah ini? Bukankah rumah ini cukup rapi dan bersih untuk menjadi tempat bersarangnya seekor kecoak?' batinnya saat itu.
"Iya, Mami, tetapi sekarang kecoaknya sudah pergi!"