Pagi hari Adamma mengunjungi rumah rumah Risa, untuk memberikan buku diary Maryam, korban yang belum ditemukan sampai saat ini.
"Tante liat deh ini, aku ingin menanyakan sesuatu tentang buku ini," Adamma memberikan buku diary Maryam kepada Risa.
"Buku diary siapa ini?" tanya Risa menerima lalu membukanya.
"Korban yang hilang dan sampai saat ini dia belum ditemukan dari setengah tahun yang lalu," jawab Adamma dengan meminum teh yang telah disediakan oleh Risa.
Risa membuka lembaran buku diary, untuk mengetahui yang karakter dari sosok Maryam. Setelah selesai sampai kertas terakhir, Risa menyimpulkan tentang karakter Maryam kepada Adamma.
"APD! Aku yakin sekali, dia memiliki gangguan itu," ucap Risa meletakkan buku diary Maryam diatas meja.
"Apa itu Tante?" tanya Adamma yang tidak menguasai dunia psikiater.
"APD atau bisa disebut dengan Aviodant personality disorder, gangguan kepribadian yang membuat penderitanya menghindari interaksi sosial. Di karenakan dia merasa rendah dari orang lain dan juga dia takut mengalami penolakan dari orang sekitarnya," jelas Risa kepada Adamma. "Dari yang aku baca, Maryam sebenarnya sudah mencoba untuk membuka diri, tapi orang di sekitarnya membuat dia merasa tidak nyaman dan akhirnya memutuskan untuk menghindari mereka," lanjut Risa dengan meminum secangkir teh hangat. "Bukankah kamu sedang mendalami kasus Ayahmu?" tanya Risa meletakkan cangkir teh diatas meja.
"Kami menduga dia ada hubungannya dengan pelaku yang membunuh Ayah, maka itu aku ingin menanyakan tentang Maryam pada Tante," jawab Adamma. "Kami juga menemukan korban baru dengan ciri khas yang sama mengambil jari kaki milik korban, tapi…," Adamma menghentikan bicaranya karena lupa bahwa itu menjadi rahasia timnya.
"Tapi apa?" tanya Risa penasaran melihat wajah Adamma yang seperti menyembunyikan sesuatu darinya.
"Nanti saja Tan, jika kami sudah mengarah pada pelakunya. Baru aku akan memberitahu Tante," jawab Adamma tersenyum melihat Risa.
"Adamma, Tante ingin sekalian pamit kepadamu," ucap Risa dengan berat hati.
"Pamit kemana Tante?" tanya Adamma penasaran melihat Risa.
"Tante harus pergi ke Amerika selama dua minggu, untuk melakukan penelitian tentang penyakit DID atau kami sering menyebutnya gangguan kepribadian ganda," jawab Risa kepada Adamma. "Kamu baik-baik saja kan?" tanya Risa melihat ekspresi wajah Adamma seperti sedih saat mengetahui kepergiannya.
"Yah! Adamma sendiri dong," ucap Adamma mendekati lalu memeluk manja Risa.
"Jangan seperti itu, kamu kan sudah dewasa. Lagi pula Tante hanya pergi sebentar saja," jawab Risa membelai rambut coklat Adamma.
Mereka memang sangat dekat, seperti ibu dan anak. Risa membantu Pak Gunnar untuk merawat Adamma, sejak itu dia menganggap Adamma seperti putrinya sendiri.
Di kantor polisi Pak Saleh mengadakan meeting dadakan dengan mengangkat papan lalu menempelkan semua foto dari kasus Pak Gunnar, Maryam yang masih hilang, dan yang terakhir korban di sungai kanal. Rio, Rangga, dan Angga meminta untuk menunda meeting karena Adamma belum tiba di kantor. Sedangkan Arya menyetujui untuk mengadakan meeting lebih dulu, sebelum Adamma tiba di kantor.
"Pak apa tidak sebaiknya kita menunggu Adamma," pinta Rio melihat meja Adamma yang masih kosong.
"Iya, nanti malah dia bingung soal apa yang kita rencanakan,"sahut Angga menyetujui Rio.
"Iya betul, nanti malah nanya lagi," jawab Rangga melihat papan di depannya.
"Bukannya aku tidak ingin menunggu Adamma, tapi disini ada foto Ayahnya yang menjadi korban kekejaman pembunuh. Aku takut jika nanti Adamma merasa sedih melihat foto Ayahnya," jelas Pak Saleh kepada anak buahnya.
"Kali ini aku setuju sih dengan pendapat Pak Saleh, kasian Adamma jika harus melihat foto Ayahnya yang bersimbah darah," ucap Arya yang duduk paling belakang.
Ternyata Adamma sudah mendengar di balik pintu, dengan perasaan sedih dia memasuki ruangan untuk mengikuti meeting. Semua melihat Adamma merasa tidak enak, dengan kedatangannya.
"Saya akan mengikuti meeting ini," ucap Adamma duduk di mejanya yang paling depan.
"Kamu yakin?" tanya Pak Saleh melihat ekspresi wajah Adamma yang sedih.
"Tentu saja, ini sudah menjadi tugasku dan aku harus profesional menjalani tugasku sebagai detektif," jawab Adamma meyakinkan Pak Saleh dan semua rekan kerjanya.
Semua melihat Adama dengan tatapan iba, termasuk Arya yang kasihan melihat Adamma yang seperti sedang menahan air matanya. Pak saleh memulai meetingnya dengan menjelaskan secara detail.
"Jadi pembunuhan terjadi untuk pertama kalinya dirumah Pak Gunnar, yang tewas di bunuh oleh pelaku dengan 5 tusukan di jantung dan bagian pinggang sebanyak 3 tusukan. Selain itu pelaku juga memotong ibu jari kaki Pak Gunnar, lalu Arya menemukan sidik jari yang terdapat di kartu nama milik Pak Gunnar dan setelah di identifikasi itu sidik jari milik Maryam, orang yang menghilang sekitar setengah tahun yang lalu. Kemarin korban yang ditemukan di sungai kanal telah di identifikasi oleh badan forensik, dia Vania berusia 25 tahun, dan tim badan forensik juga memberitahukan bahwa bagian dalam tubuh wanita ini menghilang Jantung, ginjal, dan parunya semua tidak ada. Dan yang paling penting hingga saat ini belu ada bukti yang mengarah pada pelaku," jelas Pak Saleh menahan kekesalannya.
"Aku juga menemukan buku diary dan dompet korban yang saat ini sedang di identifikasi oleh tim badan forensik, dan semoga saja ada sesuatu yang bisa mengarah pada pembunuhnya," ucap Arya yang sama kesalnya dengan Pak Saleh.
"Terus ada yang ingin menambahkan?" tanya Pak Saleh melihat anak buahnya.
Adamma beranjak dari duduknya, lalu melangkah untuk berdiri di depan.
"Saya ingin menambahkan soal tipe korban yang dipilih oleh pembunuh," ucap Adamma dengan menunjukkan buku diary milik Maryam. "Kemarin saya juga membaca sedikit buku diary korban kanal sungai yang hampir mirip memiliki keluhan yang sama oleh buku diary milik Maryam," ungkap Adamma berdiri melihat ketua tim dan rekan yang lainnya. "Tipe dua korban Maryam dan Vania memiliki gangguan kepribadian APD atau bisa di bilang Aviodant personality disorder. Jadi Maryam dan Vania tidak percaya diri untuk melakukan interaksi sosial dengan orang disekitarnya, mereka lebih menutup diri karena merasa paling rendah dibandingkan dengan orang yang mereka ajak bicara. Sehingga mereka memutuskan untuk menjadi pribadi yang tertutup sehingga ketika mereka ingin bicara, mereka akan melakukannya dengan menulis buku harian. Hanya itu cara untuk meluapkan emosi yang mereka miliki," ungkap Adamma tentang kesimpulan yang dia ambil dari semua korban.
"Terus kenapa dia membunuh Ayahmu?" tanya Rio spontan. "Maksudku jadi gini gimana ya," Rio merasa tidak enak dengan Adamma atas ucapannya.
"Aku pikir dia mengenal dan memiliki dendam pribadi pada Ayahku," jawab Adamma melihat Rio. "Sebelum Ayahku menutup mata, dia bilang seperti ini. "Jangan melawannya, dia orang yang sangat kuat, kamu tidak akan bisa melawannya." Itu yang diucapkan oleh Ayahku sebelum dia kembali ke pangkuan Tuhan," jelas Adamma dengan menyembunyikan kesedihannya setelah mengingat lagi kejadian saat itu.
Ternyata sedari tadi Pak Handoyo melihat dan mendengar diskusi yang dilakukan oleh tim kekerasan dan pembunuhan, dengan tatapan yang begitu mengerikan.