Saat itu Lascrea sama sekali tak pernah menyangka bahwa ternyata Allail tak pernah sekalipun mencintainya.
Dalam hati kecilnya, dia selalu bertanya, apakah pria yang ada di hadapannya itu mencintainya? Apakah pernah sekali saja Allail menaruh perasaan padanya? Dan pada hari itu, semuanya terlihat jelas dan sempurna, Allail memang dari awal tak pernah jatuh cinta padanya.
"Apa lagi yang mau kamu tanyakan pada Paula? Dia sudah mengakatan hal yang benar. Ternyata aku ini bukan apa-apa yah, ck, sedihnya," decik Lascrea dengan senyum simpulnya, baru kali ini wanita itu merasakan hatinya seperti tertembus ribuan jarum.
"Lascrea, apa maksudmu mengatakan itu? Aku-" belum sempat Allail menyelesaikan ucapannya, Lascrea langsung mengajukan sebuah pertanyaan yang membuat hubungan mereka berdua semakin renggang dan menjauh.
"Diam Yang mulia, sekarang aku hanya mau bertanya satu hal padamu," kata Lascrea sambil menatap Allail dalam-dalam, berharap kalau semua yang telah dikatakan oleh Paula itu salah. "Allail, apakah sekali saja kamu pernah menaruh perasaan padaku?" tanya Lascrea dengan harapan Allail akan menjawab dengan jawaban yang dia inginkan.
Allail kala itu sama sekali tak dapat membuka mulutnya, dia seperti sangat susah dalam mengucapkan jawaban dari pertanyaan yang telah diajukan oleh Lascrea itu.
"Tolonglah, katakan seperti yang aku inginkan, Allail, tolong." Lascrea memohon dalam hatinya, berharap Allail akan menjawab seperti yang dia inginkan.
Terlihat mulut Allail akan terbuka dan mengucapkan sesuatu.
"Hissh, susah sekali Kak Allail untuk menjawab pertanyaan manusia itu. Kalau aku bisa membuka pikiran Kak Allail, maka aku akan langsung memberitahukan apa yang ada di dalamnya dan membeberkan segalanya pada manusia itu," pikir Paula dalam hatinya, dia sudah sangat kesal menunggu Allail memberikan jawaban yang sebenarnya.
"Apa, Allail?" tanya Lascrea sekali lagi karena Allail yang terlalu lama menjawab pertanyaannya itu.
Allail pun menarik nafasnya dalam-dalam sebelum mengucapkan kata-kata yang kala itu akan membuat Lascrea hidup dalam luka. "Maaf, tapi aku sama sekali memang tidak pernah menaruh perasaan padamu, aku hanya menyukai wanita yang rohnya bercampur dengan rohmu itu."
Kraakk...
Pikiran Lascrea perlahan blank, dia sama sekali tidak menyangka bahwa kasih sayang yang ditunjukan Allail selama ini, sama sekali bukan untuknya.
"Haha, benarkah?" Lascrea tertawa seperti orang gila.
"Amone, aku-" Allail berusaha untuk menggapai Lascrea yang kala itu terlihat sangat menyedihkan.
"CUKUP!" teriak Lascrea. "Aku ini sama sekali bukanlah Amone, aku Lascrea, Lascrea yang sudah menjadi istrimu, bukan Amone. Sampai kapan kamu akan sadar dengan hal itu?" Tiba-tiba air mata Lascrea pun tumpah, dia sama sekali tak dapat membendung rasa terpuruk dari dalam dirinya lagi.
"Iya, maksudku Lascrea, tolong kamu dengarkan penjelasanku dulu!" pinta Allail pada Lascrea dengan berusaha berjalan dan mendekatinya.
"Jangan pernah kamu dekati AKU!" bentak Lascrea sambil menunjuk ke arah Allail saat tangannya hampir menggapai tangan Lascrea.
"Lascrea..." Allail memasang wajah yang terlihat sedih.
"Aku ingin pulang, kembalikan aku ke dunia manusia!" pinta Lascrea pada Allail.
"Maaf Lascrea, tapi kamu sama sekali tidak akan pernah bisa keluar dari tempat ini."
"Kurang ajar, kamu! Pokoknya cepat kembalikan aku ke dunia manusia! Aku tidak ingin melihat wajahmu lagi dihadapanku!" teriak Lascrea sekali lagi pada Allail.
"Tidak akan bisa, kutegaskan sekali lagi, kamu tidak akan pernah bisa keluar dari sini!" bentak Allail pada Lascrea, dia benar-benar menegaskan bahwa Lascrea sama sekali tidak bileh pergi dari tempat itu dan dari sisinya.
Tiba-tiba...
Brukk!
Suara panglima penjaga yang menerobos masuk ke ruangan itu.
"Yang mulia, maaf hamba mengganggu, tapi di depan gerbang neraka ada yang membuat keributan. Dia menegaskan bahwa dia sama sekali tidak akan pergi sebelum dia bertemu dengan Permaisuri," jelas penjaga tersebut.
"Kurang ajar. Siapa yang berani mengacau di istanaku!" Allail terlihat sangat marah dan murka, selama ini tidak pernah ada siapa pun yang berani macam-macam ataupun mencari perkara dengannya. Sontak Allail pun langsung bergegas untuk menemui si pengacau, tapi anehnya, sebenatnya dia itu sangat marah bukan karena ada yang mengacau di istananya, melainkan ada pria lain yang berani untuk meminta bertemu dengan permaisurinya, Lascrea.
"Siapa yang mau bertemu denganku? Awas! Aku akan menemuinya," ucap Lascrea sambil berusaha untuk menerobos dan menemui siapa yang mencari dirinya itu.
"Dayang, tahan permaisuri! Jangan biarkan dia melangkahkan kakinya sedikitpun dari tempat ini!" perintah Allail pada dayang pribadi Lascrea.
"Lepaskan aku! Hei, kamu Raja gila, cepat lepaskan aku! Aku ingin bertemu dengan dia," teriak Lascrea sambil terus meronta, berharap dia dapat terlepas dari tempat yang membelenggunya itu.
Tak lama kemudian, belum sempat Allail keluar dari tempat itu dan bertemu dengan si pengacau, tiba-tiba dia yang telah sampai di tempat itu dan dengan gagahnya dia memandang Lascrea.
"Lascrea," ucapnya saat mata mereka berdua bertemu.
"Moore? Kenapa kamu bisa sampai ada di sini?" tanya Lascrea yang kebingungan saat melihat sahabatnya itu ada di neraka.
"Kamu tenang saja, Lascrea. Aku akan segera mengeluarkan kamu dari tempat ini! Setelah aku mengalahkan Raja iblis durjana ini." Moore pun membalikkan pandangannya dan menatap tajam pada Allail yang kala itu tak dapat menahan amarahnya lagi.
"Moore? Apakah kamu si malaikat kurang ajar itu? Oh ternyata kau masih berhubungan dengan milikku, tidak akan aku biarkan kau merebut milikku sekali lagi!"
Allail pun langsung mendaratkan serangannya pada Moore. Tak mau kalah, Moore juga turut mendaratkan serangannya kepada Allail.
"Hyat!" Allail mencabut pedang yang ada di pinggangnya itu seraya berkata : "hidupmu tidak akan lama lagi, aku akan membalas kekalahanku saat itu, dan membalas dosamu yang telah memisahkanku dan Amone selama 1000 tahun!"
"Kau bilang apa? Aku yang telah memisahkanmu dan Amone? Siapa Amone? Aku bahkan tidak mengenal dia. Sekarang yang aku inginkan hanyalah wanita yang kau sebut sebagai permaisuri itu, dia adalah milkku, aku telah mencintainya sejak kami masih kecil. Tidak akan kubiarkan kau merebutnya dariku," balas Moore sambil terus menangkis semua serangan Allail.
Tiba-tiba saja, Moore bisa mengeluarkan sihir kaum Malaikat yang legendaris itu, seperti Moore terdahulu.
"Apa ini?" Allail terkejut karena sihir yang dilemparkan oleh Moore itu melukai lengannya dan meninggalkan bekas melepuh yang terlihat sangat sakit.
"Allail." Lascrea yang kala itu turut melihat semua yang terjadi menjadi khawatir pada keselamatan Allai, apalagi saat dia terluka tepat dihadapannya.
"Diam kamu, jangan pernah kamu sok peduli pada Kak Allail, kamu itu sebaiknya pergi ke alam manusia saja, kamu hanya menjadi beban. Kalau sampai Kak Allail terluka karena pria yang mencarimu itu, kamu lihat saja!" ancam Paula sambil memelototkan matanya pada Lascrea.
"Akkghh."
Tiba-tiba Allail pun menjerit kesakitan. Dan saat Paula dan Lascrea membalikkan pandangan mereka padanya, Allail telah bersimbah darah dengan satu tangan yang menutup bagia perutnya.
"Allail!" teriak kedua wanita yang menaruh hati pada Allail sambil berusaha menolongnya, akan tetapi langkah Lascrea terhadalang oleh Moore yang dengan sigap langsung memanfaatkan momen tumbangnya Allail sebagai kesempatannya untuk melarikan diri bersama Lascrea.
"Moore lepaskan, dia terluka, aku harus menolongnya," kata Lascrea sambil berusaha melepaskan dekapan Moore yang berusaha untuk membawanya pergi itu.
"Kamu tenang saja Lascrea, kita akan segera pergi dari sini, kamu tidak akan menemui dia lagi." Serentak dengan ucapan Moore itu, dia langsung merapalkan mantra dan membuka portal ke dunia manusia, saat itulah Allail dan Lascrea akan berpisah.
Allail hanya dapat melihat kepergian Lascrea tanpa bisa berbuat apa-apa karena dirinya yang telah bersimbah darah, pandangannya mengabur, apalagi efek dari luka 1000 tahun lalu masih belum sembuh sepenuhnya.
"Allail," gumam Lascrea saat portal dua dunia itu menutup.
Itulah kali terakhir mereka saling melihat wajah orang yang telah mencuri hati mereka.
Bersambung...