Beberapa jam kemudian.
Lascrea kemudian bangun dengan tubuh yang lagi-lagi penuh dengan tanda dari Allail yang buas itu.
Lascrea memegang pinggangnya yang seperti akan patah itu, "hiss, keramnya, ya ampun pria ini memang buas sekali, dia sama sekali tidak membiarkanku istirahat selama berjam-jam," ucap Lascrea meringis kesakitan sambil menatap wajah Allail yang kala itu sedang terlelap dalam tidurnya itu.
Cupp...
Lascrea pun tersenyum sambil mengecup bibir Allail yang masih menutup matanya kala itu.
"Aduh, sebaiknya aku tempel salompas saja, ini sangat sakit." Lascrea pun turun dari kasurnya dan berjalan dengan meraih kain putih polos kemudian menutupkan kain itu ke tubuhnya.
"Sepertinya ini, nah sudah!" Lascrea pun menemukan salompas dan ditempelkan ke pinggangnya kala itu.
Tak lama kemudian dia merasakan ada tangan yang masuk ke dalam balutan kainnya itu, Lascrea pun berbalik.
"Kau sudah bangun?" tanya Lascrea sambil mengecup bibir Allail yang masih bermata sayup menatap Lascrea saat itu.
"Iya, Sayang. Apa yang kau lakukan?" tanya Allail dengan tangan yang terus melanjutkan kegiatannya dalam kain putih itu.
"Aku sedang memakai salompashh," jawab Lascrea sambil sedikit mendesah karena sentuhan Allail.
"Lascrea," panggil Allail yang kemudian membanting Lascrea di kasur lagi.
"Apa? Apa lagi yang mau kau lakukan?" Lascrea berusaha menghalau Allail kala itu, akan tetapi dia termakan oleh tampang mempesona si Raja yang tengah berada di atasnya itu.
"Ya ampun, lagi-lagi..."
Mereka pun melakukan hal itu sekali lagi...
***
Keesokan harinya.
Lascrea bangun dengan kantung mata yang menghitam dan badan dan seperti memar karena keganasan Allail tiap saat.
"Aku bisa mati kala begini terus," ucapnya sambil memandang wajah tenang yang sedang tertidur di sampingnya kala itu.
"Aku harus ambil salompas lagi, cih," gerutu Lascrea sambil menarik kain putih yang masih sama dengan kemarin yang telah dia gunakan itu.
Dia pun menuju ke depan meja riasnya untuk mengambil salompas dan menempelkannya ke pinggangnya yang rasanya mau patah itu.
"Ya ampun, kalau dia melakukannya sekali lagi, maka matilah aku. RIP pinggangku."
Baru saja Lascrea menangisi pinggangnya itu, tiba-tiba saja seperti deja vu, Allail sudah mendatangi Lascrea untuk menikmati tubuhnya lagi.
Mereka pun melakukannya lagi, lagi dan lagi. Hingga sampai hari ke 7. Lascrea benar-benar sudah tidak kuat lagi dengan hasrat membara Allail akan dirinya itu.
Tepat pada pagi hari ketujuh, Lascrea menempelkan salompas terakhir yang dia miliki kala itu di pinggangnya yang tak bisa ia rasakan lagi.
Allail pun bangun tanpa rasa bersalah dan dosa, dengan wajah yang semangat dan mencoba menarik Lascrea lagi ke kasur.
Lascrea langsung mengambil langkah, kalau dia tidak tegas pada Allail maka dia akan mengucapkan selamat tinggal pada tubuhnya itu selamanya.
"Lascrea, aku-" baru saja Allail mau berbicara sambil mengecup leher Lascrea, wanita itu langsung menghentikannya.
"Stooopppp! Berhentiii!" Lascrea menyilangkan tangannya di hadapan Allail sambil berteriak seperti orang kesetanan, Allail pun sontak terkaget dengan kelakuan Lascrea kala itu.
"A-ada apa? Kenapa?" Allail memasang wajah bingungnya.
"Allail, apa kau sadar apa yang sudah kau lakukan?" tanya Lascrea dengan dahinya yang dikerutkan.
"A-apa yang aku lakukan? Tentu saja aku ingin menikmati tub-"
"NAH ITU!" bentak Lascrea yang langsung membuat Allail terperanjat dari tempatnya berdiri.
"Haha, apa maksudmu Lascrea, aku-" Allail berusaha mendekati Lascrea dengan tersenyum.
"Stoopp! Sekarang kau dilarang menyentuhku sedikit pun Allail, kau lihat ini, ini, dan ini! Seluruh tubuhku penuh dengan tandamu! Pinggangku sakit, mataku bengkak karena menangis tiap kita melakukan itu," jelas Lascrea sambil menunjuki seluruh bagian tubuhnya yang menderita karena keganasan Allail.
"H-hei ada apa, Sayang? Apa salahku? Apakah aku salah karena aku-"
"Kau tidak salah, kau sama sekali tidak salah, yang salah itu dia!" teriak Lascrea sambil menunjuk adik kecil Allail.
"Dia? Siapa, Dia? Ini?" Allail pun menutup adik kecilnya itu sambil tersenyum malu, entah kenapa saat dia dimarahi oleh Lascrea seperti itu, dia sama sekali tidak kesal, malah dia seperti merasakan hawa panas mengalir ke seluruh tubuhnya itu.
"Lascrea, tunggu dulu. Jadi maksudmu aku tak boleh melakukan itu lagi?" tanya Allail sambil tersenyum malu dan menutupi adik kecilnya itu.
"Iya, tidak. Tidak, tidak pokoknya tidak. Sampai..... yah sekitar sebu-lan?"
Allail terbelalak mendengar usulan Lascrea kala itu. Mana mungkin dia bisa menahan tak melakukan hal itu dengan Lascrea selama sebulan? Mustahil itu. "Lascrea, kamu harus pikirkan sekali lagi, aku-"
Saat Allail berusaha mengubah pemikiran Lascrea kala itu, Lascrea mengabaikannya dan berjalan seperti orang yang baru saja mengalami kecelakaan dan kakinya patah.
"B-baiklah kalau begitu, demi kamu aku akan menahannya sebulan, ingat HANYA SEBULAN," teriak Allail berusaha membuat Lascrea mendengar permintaannya itu.
"Hah, wanita itu." Allail pun tersenyum kemudian dia pergi mandi dan berganti baju jas.
***
Allail terlihat sangat rapi saat sedang menyantap makanannya kala itu. Lascrea mulai bertanya-tanya, apa gerangan yang membuat pria dihadapannya itu berpakaian dengan sangat rapi seperti itu?
"Allail, kenapa kamu memakai jas di rumah?" tanya Lascrea sambil mengoleskan selai kacang kesukaan Allail di rotinya.
"Oh itu, aku akan mengunjungi perusahaanku," jawab Allail sambil mengambil roti yang dibuatkan Lascrea untuknya itu.
"Jadi, kamu benar adalah seorang CEO? Ya ampun, aku sangat tidak percaya dengan apa yang aku dengar ini," ucap Lascrea sambil tersenyum.
"Haha, kau lihat suamimu ini adalah Raja neraka, kaya raya di dunia manusia, tampan dan bertubuh indah. Apakah kau benar akan tahan dari godaanku yang memesona ini?" tanya Allail berusaha merayu Lascrea sambil membuka sedikit kancing baju di bagian dadanya yang menunjukkan pemandangan dada bidangnya itu.
Lascrea pun memandanginya tanpa berkata-kata.
"Pfft, pergilah Allail! Kerja sana Tuan CEO!" Lascrea menggelengkan kepalanya sambil tertawa melihat kelakuan pria dihadapannya itu.
Allail pun dengan wajah murungnya berpamitan dengan Lascrea dan segera meninggalkan tempat itu. Tiba-tiba dia berhenti di tengah langkahnya itu. Dia pun berbalik dengan tatapan memelasnya.
"Lascrea apa sedikit saja..."
"Tidak! Cepat pergi!"
Allail pun akhirnya pergi dengan mobil mewah hitam yang sudah diparkir oleh supir pribadinya di depan rumah Lascrea kala itu.
"Aku pergi, Sayang," kata Allail yang kemudian memberikan flying kiss pada Lascrea dengan wajahnya yang imut kemudian tersenyum dan pergi.
"Ya ampun pria itu. Sebenarnya berapa sih usianya, aku sangat malu melihat tingkahnya yang semakin menggemaskan. Haha, sebaiknya aku segera masuk ke dalam dan bersiap ke tempat latihan, aku harap kebahagiaan ini tak akan pernah berakhir."
Lascrea yang setiap harinya diselimuti kebahagiaan itu, tak henti-hentinya bersyukur. Akan tetapi, tanpa dia ketahui bahwa takdir tak searah dengan keinginannya.
Bersambung...