Chereads / Addicted (IND) / Chapter 6 - 6. Maaf

Chapter 6 - 6. Maaf

Arghi merenung di balkon kamarnya, hal yang paling dia sukai ketika semilir angin menerpa wajahnya. Tubuh bagian depannya bersandar di balkon. Merasakan cahaya putih dan kadang warna acak yang berkedip-kedip di mata Arghi, lantas dia menutup rapat matanya.

"Hangat," lirih Arghi di tengah sepi yang merayap. Akhir-akhir ini dia berteman dengan sepi dan bersahabat dengan gelap walaupun sekarang tidak lagi. Dia hanya bersama kesunyian yang panjang.

Arghi mengurung diri di kamar dan kemudian dia menyesali semuanya. Arghi tidak tahu mengapa dirinya begitu pemarah saat ini dan betapa dia menjadi orang yang tidak tahu diri seperti ini. Padahal dialah yang seharusnya memberikan penopang pada Galant untuk bangkit kembali, setelah semua mimpi buruk yang terjadi. Meyakinkan Galant bahwa dia akan baik-baik saja.

Jelas Galant pasti sangat terpukul dengan kepergian Ayahnya begitu juga dirinya. Dia lah satu-satunya orang yang bersama Galant, dan malah menjadi beban berat bagi Galant sampai sekarang. Arghi sejak kepergian ayah Galant dari dunia ini dia seharusnya mulai membalas budi pada anaknya, Galant. Atas semua perbuatan baik yang dilakukan olehnya agar Arghi bisa sampai di tahap ini. Jika tanpa mereka Arghi akan tetap berkeliaran di jalanan tanpa rumah dan selalu memikirkan bahwa apakah dia akan mati kelaparan atau mati karena kedinnginan. Dnia Arghi saat itu benar-benar menyeramkan, tidurnya tak pernah tenang selalu dibayang-bayangi dengan pengusiran yang bisa saja terus terjadi saat dia tidur di luar toko untuk anak kecil sepertinya dulu.

Namun, saat kejadian buruk menimpa Arghi ketika itu dia di tuduh sebagai seorang pencuri maka saat itu ayah Galant datang untuk menolongnya dan membawanya ke rumahnya. Saat itu hidup Arghi benar-benar berubah, roda berputar tepat membawa dirinya berada di atas puncak tertinggi di mana Arghi merasakan sebuah kebahagiaan besar bahwa dia akhirnya memiliki sebuah keluarga kecil yang menerimanya. Arghi seharusnya membalas semua kebaikan itu sekarang pada Galant. Membalas kebaikan yang rasanya tidak akan ada habisnya dia lakukan karena terlalu banya hal-hal baik yang menimpa hidup Arghi.

Dengan dia bertingkah layaknya anak kecil dengan mengurung diri di kamar, dia dua puluh tahun bukan lima tahun. Arghi juga menyesali keputusannya untuk pulang dari rumah sakit padahal kepalanya baru saja di jahit. Begitu keras kepalanya dia.

Galant bahkan sejak kemarin terus datang ke kamarnya untuk meminta maaf tapi Arghi terus-menerus mengabaikan Galant. Seolah Arghilah yang paling tersakiti.

Tetap saja itu masih kurang, dia belum meminta maaf pada Galant.

Arghi menarik napas dalam dan matanya berkibar terbuka, dia bergidik merasakan pandangan dari bawah, walaupun dia tidak melihatnya dia bisa tahu ada orang lain yang tengah melihat pada Arghi sekarang. Arghi diam untuk beberapa saat dan merapat ke dinding, Arghi masuk kembali ke kamar dan menutup pintu meninggalkan angin kencang di belakangnya.

Dia tahu itu pastilah, Galant.

Mungkin inilah saatnya, dia tidak ingin membuat semuanya menjadi rumit. Arghi tahu bahwa Galant masih sangat berduka, dan Arghi seharusnya ada di sisinya sekarang untuk menghiburnya bukannya justru mengacaukannya.

Arghi keluar kamarnya dan berjalan pelan, menuruni tangga dengan pegangan yang dia genggam kuat. Arghi tidak ingin kejadian yang sama terulang kembali. Semakin membuat Galant kesulitan.

Dia berhenti di tangga terakhir dan duduk dengan perlahan. Menunggu.

Entah apa yang di lakukan Galant di luar sana, mungkin saja berbicara dengan tetangga. Arghi berharap Galant tidak menceritakan betapa tidak berdayanya dia sekarang.

Beberapa saat pintu masuk dibuka, menciptakan derit yang memenuhi pendengaran Arghi.

Langkah cepat datang menghampiri dirinya mengakibatkan Arghi menegang dalam duduknya. Ekspresinya tumpul dan bibirnya ditarik lurus. Bagaimana jika itu bukan Galant?

Bahu Arghi di genggam, yang langsung membuatnya tersentak. "Arghi."

Saat itu juga kesadarannya di tarik ke dunia nyata. Napas Arghi memburu, tetapi dia mengerjap untuk mengembalikan kembali kendali tubuhnya sendiri. Arghi mengangguk pelan sebagai tanggapan dan berkedip beberapa kali ketika Galant menjauh darinya.

"Sebentar, Arghi tunggu di sini sebentar. Aku ingin mengambil air minum dulu ke belakang." Galant meminta izin. Namun Arghi menggangguk cepat, karena tadi dia berpikir bahwa seseorang yang masuk tadi adalah perampok yang akan menyakitinya kembali. Ketika Arghi mendengar bahwa Galant bergerak menjauh, Arghi menggengam ujung kausnya erat.

"Galant?" panggil Arghi seperti bisikan angin lolos dari bibirnya. Napasnya yang memburu perlahan menjadi normal.

"Iya? Kenapa, Arghi? Aku di sini." Nadanya terselip khawatir yang kental dan Arghi kembali mendengar Galant yang terburu-buru datang berjongkok ke sisinya. Kedua telapak tangan Arghi tiba-tiba diraih ke dalam gengaman tangan hangat Galant. "Ada apa? Apakah ada yang sakit?

"Maaf," bisik Arghi sangat perlahan. Dia kemudian melanjutkan perkataannya dengan mengesampingkan matanya yang menghangat. "Maaf, dengan semua kelakuanku sebelumnya. Aku tidak akan melakukannya lagi. Aku menyesal."

Arghi kehilangan kata-katanya sendiri setelah selanjutnya dia merasakan pelukan hangat dari Galant. Arghi terdiam dengan ledakan perasaannya yang tiba-tiba meluap dengan pelukan itu dan pada akhirnya dia membalas pelukan itu pada Galant lebih erat.

"Kamu tidak bersalah, itu adalah hal wajar," bisik Galant di sebelah telinga Arghi yang membuatnya bergidik mendengarnya. Galant menarik diri, tetapi dia tetap berada di depan Arghi menggenggam tangannya, yang Galant lakukan sekarang adalah sperti yang Arghi lakukan dulu ketika dia harus merayu Galant ketika dia marah. Namun, sekarang adalah dalam kondisi yang sama sekali berbeda. "Kita seharusnya tidak tenggelam dalam kesedihan terus menerus. Kita harus maju. Arghi jangan khawatir tentang apapun, aku tidak berada di depan ataupun di belakangmu, tapi aku berada di sampingmu. Kita bisa berjalan bergandengan tangan untuk melewati jalan berbatu itu."

Arghi tahu bahwa dia memang bersalah di sini, pikirannya terlalu sempit seakan semua beban dunia berada di dunia. Mungkin Arghi sekarang tidak dapat melihat bagaimana keindahan, warna-warna, bentuk, bentuk akan lingkungan dunianya, tetapi itu tentu saja bkan akhir dari segalanya. Dia pastilah akan menemukan sesuatu yang lebih dari indah yang hanya bisa Arghi rasakan dengan inderanya yang lain.

Arghi meyakinkan dirinya sendiri bahwa dia tidak sendiri, ada Galant di sisinya. Dia tidak akan melarikan diri lagi dari masalah seperti seorang engecut.

"Jangan lari dari hidupku, Arghi. Aku tidak mempunyai siapapun selain kamu." Lagi, dia merasakan pelukan itu lagi melingkupi sekujur tubuhnya.

Arghi kemudian berbisik sangat pelan. "Tidak, tidak akan."

***

NB: Arghi tidak buta selamanya.