Aksi keduanya menuai pujian sehingga tidak ada yang menyadari apa yang sesungguhnya terjadi. Kecuali David yang melihat berita tersebut. Ia sangat yakin Roy akan kena karma dan semua akan masuk penjara pada waktunya. saat itu ia akan tertawa terbahak-bahak atas kebodohan Roy yang benar-benar tergolong tahap parah.
"Aku tidak sabar melihatmu di penjara, melihat keluarga kalian hancur perlahan-lahan. Aku tidak sabar untuk menantinya," batin David yang penuh kebencian dan kedua tangannya mengepal kuat. hingga buku-buku jarinya memutih.
setelah itu, David kembali bekerja seperti biasanya. Sesekali ia memeriksa Agnes yang belum sadarkan diri.
***
Sebulan kemudian, Agnes tersadar dari koma panjangnya. Orang pertama yang ia lihat adalah dokter David yang sedang menganti botol infus disamping bangsal.
"Selamat pagi," sapa David ramah, walau hari sudah siang. Ia tetap menyebut sebagai kata pagi untuk pasien yang baru sadarkan diri.
Agnes melihat sekelilingnya dan ia langsung menyentuh perutnya yang masih datar.
David tersenyum sedih, ia langsung duduk di sisi ranjang dan mengenggam jemari Agnes dengan lembut. jemari yang masih di dekat perut Agnes.
"Anakmu sudah menjadi little Angels di surga," ucap David yang mengatakan yang sesungguhnya.
Air mata Agnes menetes deras tanpa terbendung. Kesedihan menghantam hatinya paling dalam.
"Istirahat dulu, agar kondisimu lebih baik keesokkan harinya."
Agnes masih diam, tatapannya menjadi hampa dan kosong.
"Ada kalahnya, tuhan hanya menitipkanya sebentar untuk membuat kita senang. Ada kalanya ia langsung mengambilnya, untuk menguji kekuatan kita sampai mana. Menaggis lah, keluarkan semua yang kamu rasakan. Dengan begitu kamu akan merasa lebih lega." nasehat David.
Tangisan Agnes semakin kencang dan lirih. Ia menumpahkan semua perasaan sedihnya akibat kehilangan anak dan hidupnya di permainkan oleh Roy sampai seperti ini.
"Mau sarapan apa, aku akan berikan untukmu?" tanya David ramah dengan suara lembutnya. Tak lupa ia menyerahkan banyak tisu untuk Agnes membuang ingusnya.
"Terserah," jawab Agnes singkat.
"Ok, jangan kabur. Kamu harus kuat dan membalas semuanya," nasehat David yang mengelus kepala Agnes.
Agnes hanya membalikkan badanya menatapi tirai jendela yang berterbangan karena angin hembusan yang sejuk masuk ke dalam kamar pasien yang di tempatinya. Seorang diri tanpa ada yang menemani, bahkan kehadiran suaminya saja tidak ada sama sekali.
Menyesal telah menikah dengan Roy, itulah yang di rasakan oleh Agnes saat ini. jika waktu bisa di putar kembali, Agnes tidak ingin menikah dengan Roy dan menolak tawaran lamaranya saat itu. yang ternyata ada sebuah penderitaan tak berujung untuknya.
Tak lama kemudian. David kembali dengan satu kantong makanan di tangannya. Ia menyerahkan sekotak makanan jepang yang banyak lauk untuk Agnes.
"Makanlah, aku juga akan makan di sini. Tolong jangan kasih tau perawat atau dokter lain, aku curi makan di jam kerja. Soalnya aku sangat lapar," alasan David yang pandai berbohong.
Agnes hampir ketawa melihat David makan lahap dan sekali-kali memastikan tidak ada yang masuk mendadak. Kemudian terbatuk-batuk hebat sampai menepuk dadanya, saat mendengar suara langkah kaki.
Agnes yang kasihan terhadap David, menyerahkan satu botol air.
"Maaf," ucap David yang malu.
Agnes hanya tersenyum tipis tanpa kata-kata yang keluar dari bibirnya.
Keesokkan harinya, David masih datang ke ruangan Agnes dengan alasan memeriksa Agnes.
"Kau melamun lagi," David menyodorkan satu kotak bekal makan khusus yang banyak salad buah.
Agnes menerimanya tanpa di makan.
"Ayo di makan, susah lo dapatkan buah segar di jakarta yang banyak polusi."
Dengan terpaksa Agnes memakannya karena menghargai kebaikkan David.
David masih duduk di kursi sambil memainkan ponselnya.
"Aku hanya berpikir, sakit ternyata tidak menyenangkan sama sekali dan di sini sungguh membosankan. Aku ingin secepatnya kembali ke kampung," jelas Agnes.
Kedua alis mata David terangkat ke atas dan ia menyimpan ponselnya ke saku jasnya.
"Setelah kamu benar-benar siap batin dan mental, its oke saja mau pulang. Aku tidak melarangmu," balas David dengan santainya.
Agnes melihat ke arah David yang masih duduk dengan santai.
"Dokter memang benar, aku harus siap mental dan batin. Untuk sementara aku akan di Jakarta dulu sambil mengurus surat cerai dengan Roy," jelas Agnes dengan nada tegas.
"Baguslah, aku harap secepatnya cerai. Dengan begitu kau bisa mempersiapkan batin dan mental untuk pulang kampung," balas David berbelit-belit.
Agnes menghela nafas panjangnya.
"Sudah waktunya kamu tidur, jika perlu bantuan. Aku akan bantu sebisanya," tawar David dengan maksud terselubungnya.
Agnes hanya senyum saja. Ia tidak menjawab pertanyaan David padanya. Kecuali menutup kedua matanya yang susah terbuka lagi.
David melihat Agnes tertidur dengan damai. Ingin rasanya ia memanfaatkan Agnes dalam misi balas dendamnya. Tapi tidak bisa ia lakukan, karena sama saja ia seperti pria itu.
"Aku akan memakai caraku sendiri," batin David yang tidak menyerah begitu saja dengan misinya yang semakin berkobar.
***
Pagi hari berikutnya, Agnes melihat kedatangan ayah mertuanya yang membawakan satu keranjang buah.
"Boleh aku masuk?" tanya Martin yang berdiri di depan pintu pasien.
"Ya," jawab Agnes datar.
Martin Berjalan masuk ke dalam ruangan dan ia menaruh keranjang buah di atas nakas.
Agnes sudah bisa tebak tujuan ayah Roy yang masih berstatus ayah mertuanya ke sini. Jika bukan mau meminta dirinya menggugurkan kandungan atau meminta tanda tangan perceraian.
Melihat Pengacara yang masuk kedalam kamarnya. Setelah sang ayah mertua masuk duluan. Agnes sudah tahu tujuan dari salah satu tebakkannya.
"Tolong di tanda tangan berkasnya," ucap pengacara yang membuka berkas perceraian.
Mata Agnes tertuju langsung kearah tanda tangan Roy. Dengan sikap tenangnya, Agnes melukiskan tanda tangannya di sana.
Martin terkejut dengan sikap Agnes yang sangat tenang dalam menghadapi perceraian, padahal Roy masih sempat menolak untuk ketiga kalinya.
"Bukti perceraian akan saya antara kan berapa hari lagi," ucap pengacara yang di cuekin oleh Agnes.
Di dekat pintu, David yang Mencuri dengar sampai ternganga tidak percaya. Dengan mudah dan tidak ada emosinya, Agnes menyetujui perceraian yang merugikan. Takut ketahuan, David Segera pergi dari depan pintu kamar. Alasan kedua, ia tidak ingin melihat Martin atau bertemu tanpa sengaja.
***
Sesuai janji pengacara, Agnes menerima berkas perceraian dengan Roy dan tidak ada satupun keluarga Roy yang datang. Selain pengacara yang di sewa.