Nathan menepuk pundak Zeana pelan, membangunkan Zeana tanpa mengganggu kedamaian tidur Irvi. Zeana yang merasa terusik membuka matanya perlahan, ia menatap tajam pada Nathan yang menatapnya serius.
"Apa?" tanya Zeana dengan suara serak khas orang yang baru bangun tidur.
"Duduk!" perintah Nathan.
Zeana semakin menarik selimutnya dan menggeleng, "Apaan sih kak! Ga mau ah, masih ngantuk nih!"
Nathan berdecak, lalu membuka selimut yang membalut tubuh Zeana dengan kasar, lalu meraih pundak Zeana dan menariknya agar duduk. Zeana mendengus lalu memejamkan matanya, membiarkan Nathan yang sejenak sibuk mengotak-atik ponselnya.
"Ze!" Nathan menggoncang pundak Zeana.
Zeana membuka matanya yang sipit, lalu menatap tajam seolah ingin membunuh kakaknya yang mengganggu tidurnya. Ia masih belum puas tidur setelah menangis semalaman.
Tepat sebelum sumpah serapah Zeana keluar dari mulutnya, Nathan terpaksa membungkam bibir Zeana dengan tangannya. Ia tak ingin Irvi terbangun dan tahu kabar mengejutkan ini lalu koar-koar dan memecah suasana hening.
Zeana berusaha mengumpulkan kesadarannya dan mendapati bahwa tak ada sorot bercanda di mata kakaknya. Zeana menghela nafas, ia merasa ada sesuatu yang baru saja ia lewatkan.
"Ada yang gue lewatin?" tanya Zeana polos.
Nathan mengangguk dengan wajah serius, ia menyodorkan ponsel mahalnya pada Zeana yang layarnya menunjukkan laman berita yang baru diunggah beberapa menit lalu. Nathan meminta adiknya membacanya.
[MAYAT SEORANG LELAKI TERAPUNG DI SUNGAI LA SIENE]
Zeana mengernyit, merasa aneh dengan berita itu, lalu memutuskan untuk men-scroll kebawah untuk mendapatkan judul berita yang sama.
[DITEMUKAN SEBUAH MAYAT TERAPUNG DI SUNGAI LA SIENE]
[PAGI MENJADI GEMPAR, SEORANG LELAKI DITUDUH BUNUH DIRI DAN LONCAT KE SUNGAI LA SIENE]
[SEORANG GADIS KECIL KETAKUTAN MELIHAT MAYAT TERAPUNG DI SUNGAI LA SIENE]
Zeana berpikir keras, merasa tak mungkin menemui jawabannya sendirian, ia memutuskan bertanya pada Nathan.
"Maksud lo apa ngasih tahu gue berita kaya ini?"
Nathan mengetuk salah satu judul dan menampakkan sebuah jasad seorang pria yang familiar di mata Zeana.
Mata Zeana membelalak kaget, ia menutup mulutnya rapat, sementara tangannya langsung licin dan menjatuhkan ponsel kakaknya.
Nathan yang melihat kondisi Zeana tak baik segera mengambil segelas air putih, dan menyodorkan pada Zeana.
Zeana menutup mulutnya rapat-rapat dan menggeleng pelan, ia tak ingin minum apapun.
Zeana masih terngiang pada lelaki tersebut, tatapan matanya yang tajam tapi penuh kecemasan dan kekhawatiran. Zeana bisa membaca keinginan yang tersorot di mata lelaki itu. Lelaki itu hanya ingin bebas.
Nathan menepuk pipi Zeana pelan,embuat Zeana melirik ke arahnya tanpa minat.
"Mau baca artikelnya dulu?" tawar Nathan, ia meraih ponselnya yang tadi tanpa sengaja Zeana jatuhkan.
Zeana terdiam sejenak lalu mengangguk.
Nathan tersenyum kecil ketika mendapat respon yang lumayan baik, ia mengelus rambut Zeana dan bangkit dari jongkoknya, "Gue mau pesen teh hangat, lo mau?" tawar Nathan.
Zeana menggeleng, "Coklat hangat aja."
Nathan mengangguk, "Sekalian Irvi aja deh," monolognya.
Sepeninggal Nathan, Zeana menyibukkan dirinya dengan ponsel Nathan dengan mulai membuka satu persatu artikel yang menerangkan tentang tragedi bunuh diri pria tersebut.
SUNGAI LA SIENE DI PAGI HARI, SAMA INDAHNYA NAMUN BERBEDA. SEBUAH MAYAT LELAKI MENGAMBANG. ||
Zeana berusaha menutup mulutnya rapat-rapat agar tak mengeluarkan jeritan, lelaki itu.. ia baru saja melihatnya tadi malam. Tatapan tajam dan bibir merah muda itu, Zeana masih mengingatnya dengan jelas.
Kini wajah laki-laki itu seputih kapas, bibirnya membiru.
Pria yang diperkirakan berumur 20-30 tahun ini, diduga loncat dari jembatan Pont de Bir Hakeim pada malam tadi.
Petugas forensik memperkirakan ia meninggal sekitar jam 10 malam, yaitu 7 jam setelah jasadnya ditemukan oleh seorang gadis kecil yang joging dan berselfie ria bersama kedua orang tuanya.
Setelah diperiksa lebih lanjut, pria ini tak punya petunjuk apapun mengenai jati dirinya. Dia tak membawa ponsel, donpet atau kartu pengenal.
Dan sekarang jasadnya dibawa ke Rumah Sakit Eropa Georges Pompidou untuk autopsi lebih lanjut. ||
Zeana langsung menutup artikel tersebut dan beralih ke Google dan mengetik sesuatu.
Pencarian: Pont De Bir Hakeim
Zean menghela nafas. Ia menyiapkan dirinya untuk mengetahui dimana itu Pont De Bir Hakeim, dan mengetahui seluk-beluknya.
Pont de Bir Hakeim/Jembatan Bir Hakeim
Pont de Bir Hakeim adalah sebuah jembatan unik di atas sungai La Seine. Jembatan bertingkat dua ini didesain untuk menyeberangkan kendaraan biasa dan kereta metro sekaligus. Jembatan campuran antara besi dan batu ini dibangun pada tahun 1903 oleh seorang arsitek terkenal Perancis bernama Jean-Camille Formige.
Zeana mengerutkan alisnya. Di jembatan itu tak ada skandal apapun mengenai bunuh diri, dan mungkin kasus ini adalah yang pertama kalinya. Alasan mengapa orang begitu heboh memberitakannya secara luas.
Tapi.. apakah lelaki itu benar-benar bunuh diri? Ada kemungkinan 20% dia dibunuh bukan?
Pikiran Zeana melayang, membayangkan bagaimana tatapan pria itu semalam, tak terlihat seperti orang depresi yang akan bunuh diri. Lalu, kenapa pria itu terjun dari jembatan itu?
Zeana berjingkat kaget ketika sesuatu hangat menempel di pipinya. Zeana mendongak menatap Nathan yang menempelkan cangkir berisi coklat hangat pesanannya.
Zeana tersenyum lalu meraih cangkir tersebut lalu menggenggamnya. Berusaha menghangatkan tangannya yang terasa dingin oleh hawa AC.
Nathan jongkok di depannya, menatap Zeana intens dan tersenyum, "Apa gue boleh tahu, siapa cowok itu di mata lo, sampe lo segalau ini?"
Zeana memejamkan matanya, berharap bahwa ini semua hanya mimpi buruk yang hilang diterpa angin kencang ketika ia bangun nantinya.
Tangan Zeana merasa hangat seketika, tangan Nathan menggenggamnya kokoh. Zeana mengangkat pandangannya ke arah Nathan.
"Ze, ceritain semua yang lo tahu kalo itu bener-bener bermasalah buat lo, sebisa mungkin gue bakal bantu," ucap Nathan pelan.
Zeana menatap Nathan dengan pelupuk mata digenangi air, tanpa mengedipkan matanya, air mata itu meluncur jatuh.
Nathan cepat-cepat mengusap air mata Zeana,dan menangkup wajah Zeana dengan kedua tangannya, menatap Zeana penuh kasih sayang.
"Ze, lo itu adek gue. Percaya sama gue, ya? Gue bakal dengerin semua yang lo omongin, gue janji ga bakal nyela, ya?" mohon Nathan.
Zeana mengangguk ragu.
Nathan mengusap lengan Zeana, "Nah, tenang aja. Ga perlu terburu-buru. Lo bisa jelasin ke gue, siapa lelaki itu?"
Zeana menatap Nathan takut-takut, ia mencoba mengambil nafas dalam untuk menstabilkan dirinya sendiri.
"Kak.."
"Ya?" balas Nathan lembut.
Zeana menggeleng, "Dia cowok baik-baik loh! Dia cuma ada di tempat dan situasi yang salah. Dia.."
"Iya? Dia kenapa?" tanya Nathan pelan, berusaha untuk tak memaksa adiknya berbicara.
.
"Ga tahu. Tatapannya itu bikin takut, tapi.. tapi.. dia kaya minta tolong ke gue," ucap Zeana patah-patah, wajahnya tertunduk dengan lirikan mata yang tak stabil.
"Oh ya? Minta tolong apa?" tanya Nathan lebih pelan, ia bukan seseorang yang pandai membaca pandangan seseorang sebaik Zeana
Zeana menggeleng lagi, kali ini lebih kencang dari sebelumnya. "Ga tahu, kaya.. kaya.. dia tuh kejebak."
Perlahan, Nathan mulai mengerti. Ada yang salah di sini. Kejanggalan yang mau tak mau harus ia hadapi.
Kalau lelaki yang bunuh diri itu benar-benar bunuh diri, maka ada yang membuatnya demikian.
Ada seseorang di baliknya.