"Oh? Hai Ze!" sapa cowok itu, menatap Zeana dengan binar terang di matanya.
Zeana tergagap, lalu tersenyum canggung. "Ah, Ryu? Maaf ya, gue duluan!" Zeana langsung membalikkan tubuhnya, rasa canggung memenuhi hatinya.
Yang dipanggil Ryu segera meraih tangan Zeana dan menarik Zeana kearahnya.
"Ada apa?" tanya Zeana berujar, ia tak sabar untuk segera melenyapkan kehadirannya dari hadapan Ryu, sementara jantungnya berdetak tak karuan.
"Lembaran gue masih lo bawa!" protes Ryu dengan cengiran maklum.
Zeana melongo sesaat, mengalihkan tatap ke arah tangannya, lalu cepat-cepat menyodorkan beberapa lembaran yang ia bawa.
Ryu yang melihat Zeana serba salah terkekeh, "Mau ke ruang musik kan? Bareng yuk!" ajak Ryu.
"Lo ada kelas musik sekarang?" tanya Zeana heran, kelasnya tak pernah colab dengan kelas lain. Tapi kenapa Ryu yang beda kelas dengannya malah ikut masuk ke ruang musik?
"Gue.. dihukum ikut kelas musik pelajaran ketiga ini. Kemarin gue kabur ke luar," jelas Ryu malu, ia menggaruk tengkuknya dengan wajah tertunduk.
Zeana mengangguk, sembari melirik lembaran yang dibawa Ryu. Ia baru sadar bahwa kertas-kertas yang ia ambil tadi berisi not-not nada. Zeana meringis
'Wait.. ada yang janggal..' batin Zeana setelah beberapa langkah berjalan.
Zeana menatap Ryu tak percaya. "Lo.. kabur?"
Ryu mengangguk dengan senyum kecil.
"Boong ah lo! Ga lucu sumpah!" Zeana memasang raut bete, ia kenal kalau Ryu bukan anak yang nakal atau bandel. Ia tak mungkin melakukan pelanggaran semacam itu.
"Iya.. gue kemarin, ke makam nenek," aku Ryu dengan nada rendah.
Zeana mengangguk mengerti, berusaha tak menghela nafas berat, ia pun memutuskan bertanya, "Kenapa ga sekalian pulang sekolah aja?"
Ryu menggeleng pelan, "Gue kangen berat kemaren," sahut Ryu, tak mau Zeana salah tangkap.
Akhirnya Zeana tersenyum, ia memahami rindu semacam itu. Tapi rindu yang ia lalui selama ini berbeda, ia masih rindu pada seseorang yang hanya ia kenal sekali, hanya pernah ia jumpai sekali, seseorang yang mungkin saja tak akan lagi ia temui.
"Ngelamunin siapa nih?" goda Ryu membuyarkan lamunan Zeana.
"Yang pasti bukan lo!" balas Zeana meledek.
Ryu terbahak, "Gue tahu kok, gue sadar diri!"
Zeana memalingkan mukanya, mendadak salah tingkah, lalu merampas lembaran-lembaran yang dibawa Ryu dan membawanya lari. Yang ia pikirkan, hanya bagaimana cara ia menjaga jarak dari Ryu, ia tak mau Ryu melihat wajahnya yang memerah.
"Heh! Woy! Mau lo bawa kemana?!" sorak Ryu panik.
Zeana tetap berlari, menerobos arus murid yang berlainan arah dengannya.
Terjadilah kejar-mengejar antara Zeana dan Ryu yang menjadi sorotan seluruh murid. Tubuh ramping Zeana yang menyelip di antara jarak yang disisakan para murid untuk mereka berdua.
Ryu menundukkan tubuhnya dan mempercepat langkahnya, hingga pinggang Zeana berhasil ia raih. Zeana terpekik pelan, sedangkan Ryu terbahak dan menarik hidung mancung Zeana.
"Balikin!" teriak Ryu diikuti tawa renyahnya.
Zeana tersenyum masam, lalu mengerucutkan bibirnya, "Kan niat gue cuma bantuin lo doang!" keluh Zeana.
Ryu tersenyum canggung, "Lo kan ga bilang tadi.. gue kira lo sengaja bawa kabur tuh kertas dari gue," ungkap Ryu sembari menarik kertas yang dibawa Zeana. "Tapi, makasih niat baiknya," sambung Ryu, dibalas anggukan singkat dan senyum tipis dari Zeana.
Sesampainya di ruang musik, Ryu langsung menghempaskan tubuhnya ke kursi paling depan, di samping Zeana yang sudah terlebih dahulu duduk.
Tangan Ryu yang di bawah meja terkepal, melirik Zeana dalam diam, lalu memutuskan untuk memanggilnya pelan. "Ze.."
Zeana melirik Ryu, "Hm?"
Melihat tatapan Zeana yang tak bersahabat, Ryu pun menggeleng, "Ga, ga jadi."
Zeana menatap Ryu heran, "Gue ga tahu apapun yang mau lo omongin, tapi kalo lo ngerasa itu ganggu lo, mending lo omongin aja."
Ryu tersenyum tipis, "Apa ya.."
"Lo yang apa?! Wajah lo mancing gue nyakar lo, tau ga?!" protes Zeana, yang berusaha memendam dalam-dalam rasa ingin tahunya.
Ryu tersenyum masam, "Kumat! Emang lo berani?"
Zeana mengangkat tangannya dan mengarahkannya ke wajah Ryu, tapi Ryu menariknya dan mengarahkannya ke kerah bajunya.
"Lo harusnya lebih milih narik kerah seragam daripada nyakar gue," bisik Ryu.
Zeana menggertakkan giginya dan menarik kerah baju Ryu kuat. Satu kancing teratas seragam Ryu terlepas. Zeana cepat-cepat menarik tangannya kembali.
Zeana melirik Ryu yang menopang dagunya dengan tangan kanan yang sikunya ia letakkan di atas meja, Ryu menatap wajah Zeana lekat. Lalu melirik kancing seragamnya yang jatuh tewas ke atas lantai.
"Ada perasaan bersalah ga lo?" tanya Ryu dengan wajah jutek.
Zeana diam, menundukkan wajahnya, menatap meja, lalu melirik seragam Ryu yang terbuka. Apa yang tersembunyi di balik itu membuat Zeana merasa tak nyaman.
"Lo ngeliatin apa sih? Dada gue?" tanya Ryu tak sabar.
Zeana menutup mukanya dengan map biru yang terletak di mejanya.
"Please, omongan lo terlalu vulgar! Gue masih dibawah umur!" jerit Zeana, kali ini, ia benar-benar merasa wajahnya memanas.
Ryu terbahak, "Terus, apa yang lo lihat?"
Zeana menurunkan map yang menutupi wajahnya perlahan.
"Kalung lo.."
Ryu terpaku, lalu menatap kalung yang melingkari lehernya.
"Apa ini pertama kalinya lo liat kalung begini?" tanya Ryu, menatap Zeana aneh.
Zeana menggeleng cepat. Ada banyak kalung salib yang ia temui, namun tak ada satupun yang ia temui dikenakan oleh orang yang mengenalnya.
"Oh, gue kira. Apa lo punya juga?" sambar Ryu bertanya dengan semangat.
Zeana tertegun, 'gue Islam, buat apa juga gue punya kalung begituan?' Itulah yang diucapkan dalam batin Zeana, tapi Zeana menelannya kembali.
"Ga punya," jawab Zeana pendek.
"Mau gue hadiahin?" tawar Ryu.
Zeana menggeleng cepat, "Ah, ga perlu, maksud gue, ga usah," tolak Zeana cepat.
Ryu meringis, "Iya ya." Ryu manggut-manggut, "Buat apa juga. Putri dari pemilik Jupiter Company pasti bisa beli sendiri. "
"Ah iya.." Zeana menggaruk tengkuknya yang tak gatal, ia merasa tak nyaman.
"Ze!" Cowok berambut jingkrak yang duduk di bangku baris ke tiga dari belakang melambaikan tangan ke arah Zeana.
"Ada waktu ga? Nanti habis pulang sekolah?"
"Ga ada!"
Baru saja Zeana akan menjawab, suara Ryu terdengar. Menggantikannya menjawab dengan jawaban tepat.
"Ada acara apa emang?" tanya cowok itu lagi.
"Makan bareng gue!" sahut Ryu ketus.
Kali ini, Ryu mendapat cubitan kecil di lengannya.
"Hah? Zeana jadian sama Ryu?!" jerit Helena kaget.
"Sejak kapan, woy?!" sahut Jane antusias.
"Anjir! Seriusan lah?!" Coral yang sedari dulu memang menyukai Ryu melebarkan matanya tak percaya.
"Kok ga ada angin-angin isu sih?!" Felisha terkejut.
"Emang beneran?" Violetta berbisik pada Sheren.
Sheren menyikut Shelva, "Violetta tanya gue, boleh ga gue tanya lo?" ceplos Sheren.
"Lah, lo pikir, gue Mbah Google apa?!" celetuk Shelva sembari menatap tajam Zeana yang masih sibuk berbisik-bisik dengan Ryu.
"Ze? Sejak kapan?!" Deon yang berusaha mencari waktu hening untuk bertanya, kini menyerah karena para siswi masih betah berkoar-koar.
"Hoax!" sorak Zeana membuat satu ruangan hening.
"Tapi, Ryu bilang lo mau kencan sama dia setelah pulang sekolah?!" tandas Ervin.
"Dia bilang makan woy! Kuping lo budek ya?" sarkas Zeana yang terlanjur jengkel, ia mengedarkan pandangannya ke seisi kelasnya.
"Terus kenapa tiba-tiba lo mau makan sama dia kalo lo bukan pacarnya?" Griffin mendecih di ujung kalimatnya.
"Gue habis tabrak dia di depan kelas tadi! Gue minta maaf dan gue traktir makan sebagai gantinya!" Zeana menghela nafas, "Emang mau janji makan kudu pacaran ya? Sinting lo!"
Deon menelan ludah. Mau dibalas juga, ia tahu diri untuk tidak memancing perdebatan yang tidak perlu.
"Tabrak aku aja, sayang! Habis makan, kita jadian!" sorak Rafael yang mengangkat kakinya di atas meja.
"Iyuh!" ejek Shelva.
"Napa Shel? Iri?" celetuk Rafael dan melirik Shelva dengan tatapan menggoda.
"Jijik banget liat muka lo!" sanggah Shelva yang kemudian memasang headset hitamnya dan menyalakan lagu.
"Ya kan Ze?! Lo lebih milih gue di banding Ryu kan?" tambah Rafael percaya diri.
Ketika Zeana melirik sinis ke arahnya, Rafael memonyongkan bibirnya dan melambaikan tangannya ke arah Zeana, meminta gadis itu datang ke arahnya.
Zeana bangkit dan berjalan menghampiri Rafael. Suara cuitan terdengar ke seisi kelas.
"Nah, apa gue bilang?! Zeana pasti pilih gue!" lanjut Rafael dengan penuh percaya diri.
Zeana tetap melangkahkan kakinya dengan wajah dingin.
"Gue punya satu kata buat lo," tutur Zeana.
Rafael berkedip, "gue tebak, sayang? Iya kan?"
Zeana berdecih, "Najis!"
Hening.
"Woho!" Ervin bersorak ria. Diikuti Ervin dan Griffin.
"Diem, bangsat!" bentak Zeana yang merasa risih.
Dengan langkah lebar Zeana kembali ke tempat duduknya semula. Kaesha masuk kelas dengan kaca mata hitam yang bertengger di atas kepalanya.
"Kalo Zeana ga bisa digapai, Kaesha boleh juga," lirih Griffin menatap Kaesha penuh puja.
"Ga ah.. gue setia sama Zeana!" cetus Deon menatap Zeana lekat.
"Ga usah bawa-bawa nama Kaesha, dalam masalah lo-lo pada!" sentak Alula yang mengekori Kaesha.
"Lagi gabut neng," celetuk Tyaga.
"Enak banget ya ada pawangnya, jadi ga ada yang berani ngegoda," sindir Sheryl kepada Olyn yang mengangkat dagunya.
"Aelah, Shamus kan udah lulus. Masa iya lo masih mau setia sama dia?" gerutu Deon.
"Ga pernah punya pacar sih lo!" ledek Alula tanpa perasaan.
"Ya.. mau gimana lagi, mau move on, juga ga bisa," keluh Deon, sembari menatap Zeana diam-diam.
"Bukan ga bisa, lo-nya kurang usaha, goblok!" Ervin menjitak kepala Deon.
"Ze! Lo ga kasih izin gue move on dari lo kan?!" teriak Deon.
Zeana melirik tanpa minat, lalu kembali fokus pada ponselnya, memilih tak acuh.
"Tuh kan! Diemnya cewek itu tandanya iya.." celetuk Deon dengan wajah tanpa dosa.
Zeana malas menanggapi.
"Lo itu sebenarnya siapa sih, Ze?" celetuk Ryu ketika Zeana mematikan ponselnya.
"Hah?" Zeana menatap Ryu dengan alis menyatu.
"Hah-heh hah-heh.. forget it!" Ryu mengibaskan tangannya.
Zeana tersenyum dalam hati. "Lo aneh banget hari ini!"
Ryu mengangkat pandangannya kearah Zeana, "Hari ini? Apa lo mantengin gue tiap hari?"
Detik itu juga Zeana tersedak ludahnya sendiri.