"Sayangnya, gue ga percaya apapun. Alasan yang lo kasih ke gue," hina Ryu dengan raut jahil.
Zeana menghela nafas, berusaha menyetabilkan detak jantungnya. "Ryu, lo tahu sendiri gue itu kek gimana. Harusnya, lo ga kaget kalo gue tahu ada sesuatu yang beda sama lo."
"Iya, bangun tidur tadi, gue ga langsung bangun. Gue tidur-tiduran di kasur," bisik Ryu.
"Kan udah biasa, apanya yang aneh?" heran Zeana.
Ryu menggeleng, "Biasanya kalo gue bangun pagi, gue ya langsung duduk gitu. Tapi ternyata gue sadar.."
"Sadar apa?" kejar Zeana.
"Sadar, kalo ternyata kesadaran itu ada!"
Zeana menggertakkan giginya dan menggulung map-nya, lalu memukulkannya ke kepala Ryu.
"Gue sadar, kalo hari ini gue bakal duduk di satu kelas bareng lo!" ralat Ryu secepat kilat.
Zeana menghela nafas dan melotot menatap Ryu, "Ryu, gue udah bilang dari dulu. Gue.. ga suka kalo lo-"
"Sst.. guru datang!" seru Helena, membuat ucapan Zeana terputus.
Zeana berdecak, sang guru yang menjelaskan nada-nada yang dihasilkan dari tuts piano yang ditekan bersamaan membuatnya bosan. Ia lebih suka gitar daripada piano.
Zeana yang bertopang dagu, terhentak ketika sesuatu yang keras dan lembut menyumpal telinganya.
"Apa in-"
Desisan Ryu menghentikan kalimatnya, "just listen!" pinta Ryu.
Lagu Life Goes On milik BTS, boyband asal Korea mengalun tenang. Zeana tersenyum kecil, dan Ryu yang sedari tadi mengamatinya ikut merasa senang.
Zeana merilekskan tubuhnya, seiring dengan alunan lagu berbahasa Korea tersebut. Menguasai beberapa bahasa membuatnya mengerti arti dari lagu ini, ia bukan K-Popers atau apapun itu, tapi hentakan musik yang ia dengarkan ini, begitu berbeda dengan alunan yang sempurna.
Di belakang mereka, Coral yang mencintai Ryu sedari dulu menatap mereka berdua dengan tatapan tajam, 'apa bagusnya Zeana?!' maki Coral dalam hati.
"Ryu! Maju!" suruh sang guru.
Ryu mengangguk, melepas 1 earphone yang menyumpal telinganya, dan menyerahkan ponselnya ke Zeana.
Ryu maju dan berjalan ke arah grand piano dan duduk di adjustable piano bench. Melirik Zeana sekilas lalu menekan satu persatu tuts.
Zeana melirik ponsel Ryu, lalu mencoba menghidupkannya. Namun apa yang ia lihat mengagetkannya.
Fotonya saat ulang tahun ke 7 tahun terpampang, Ryu menjadikannya wallpaper ponselnya. Alasan ia kaget bukan karena dirinya yang dijadikan wallpaper ponsel, Zeana tahu sejak 2 tahun yang lalu, Ryu memang menyukainya. Tapi.. dari mana Ryu mendapat foto masa kecilnya?
"You know I want you
It's not a secret I try to hide
I know you want me
So don't keep saying our hands are tied."
Zeana hampir melepaskan genggamannya pada ponsel Ryu ketika suara merdu itu terdengar.
"You claim it's not in the cards
Fate is pulling you miles away
And out of reach from me
But you're here in my heart
So who can stop me if I decide
That you're my destiny?"
Zeana menatap Ryu yang masih betah menatap pianonya.
"What if we rewrite the stars?
Say you were made to be mine
Nothing could keep us
You'd be the one I was meant to find
It's up to you, and it's up to me
No one can say what we get to be
So why don't we rewrite the stars?
Maybe the world could be ours
Tonight."
Lirikan Ryu beralih ke arah Zeana, membuatnya merasa detak jantungnya berhenti.
"You think it's easy
You think I don't want to run to you
But there are mountains
And there are doors that we can't walk through
I know you're wondering why
Because we're able to be
Just you and me
Within these walls."
Zeana tersenyum, tiba-tiba ia berharap bahwa ia ada disamping Ryu dan duet bersamanya. Ia tak tahu lagu ini, tapi, jika itu tentang usaha mengubah takdir, ia akan giat mempelajarinya.
"But when we go outside
You're going to wake up and see that it was hopeless after all
No one can rewrite the stars
How can you say you'll be mine?
Everything keeps us apart
And I'm not the one you were meant to find
It's not up to you
It's not up to me
When everyone tells us what we can be."
"How can we rewrite the stars?
Say that the world can be ours
Tonight
All I want is to fly with you
All I want is to fall with you
So just give me all of you
It feels impossible (it's not impossible)
Is it impossible?
Say that it's possible."
Senyum Zeana mengembang tanpa sadar, 'lagu ini..'
Ah.. Zeana sendiri tak bisa menjabarkannya dengan gamblang. Yang ia tahu, makna lagu ini, sangat dalam. Dan ia menyukainya.
"How do we rewrite the stars?
Say you were made to be mine?
Nothing can keep us apart
'Cause you are the one I was meant to find
It's up to you, and it's up to me
No one can say what we get to be
And why don't we rewrite the stars?
Changing the world to be ours
"You know I want you
It's not a secret I try to hide
But I can't have you
We're bound to break and my hands are tied."
Zeana masih memejamkan matanya, bahkan ketika sorak teriak kekaguman, dan tepuk tangan yang meriah terdengar begitu jelas dan menggema di pendengarannya.
Sebuah tangan menepuk pundak Zeana, mengagetkannya, tapi ia membuka matanya dengan pelan dan anggun.
"Are you sleepy?" Ryu bertanya heran, karena ketika ia masih perform, ia melihat Zeana masih menikmati lagu yang dibawanya.
Zeana menggeleng, lalu tersenyum kecil ketika mengingat sesuatu, lagu tadi.. apa judulnya?"
Mata Ryu membelalak, "Gue pikir lo tahu judulnya." Ryu kaget ketika Zeana menanyakannya, sorot mata Zeana seolah menampakkan bahwa ia familiar dengan lagu tadi, tapi ternyata penilaian Ryu salah.
Zeana menggeleng dengan ringisan di bibirnya. "Ga tahu, makanya gue nanya."
Ponsel Ryu yang masih digenggam Zeana bergetar. Zeana melirik Ryu sejenak lalu menyerahkan ponsel yang dibawanya. Ryu tersenyum dan mengucapkan terimakasih, lalu mengetik entah apa di ponselnya.
"Ze, besok ketemuan di taman kelinci yuk!" ajak Ryu tiba-tiba.
Zeana mengangkat sebelah alisnya, "Heh, lo udah gue traktir makan nanti!" protes Zeana.
Ryu tersenyum tipis, "Gue ada urusan nanti, bisa di oper besok ga?" nego Ryu.
Setelah berpikir sejenak, Zeana mengangguk pelan. Setidaknya, ia tak punya kewajiban atau kesibukan apapun.
"Oke, jam setengah sepuluh ya.. sekalian ke gereja!"
Zeana menegang, ia kaget sekali mendengar permintaan tersebut. Namun, ia hanya bisa mengangguk karena merasa rak ada pilihan yang lebih baik dari itu.
'Ternyata belum tahu,' lirih Zeana dalam hatinya.
Beberapa menit kemudian, sang guru keluar, mengajak serta Ryu untuk membantunya membawa beberapa berkas.
Zeana tetap duduk hingga kelas sedikit lebih sepi. Beberapa murid laki-laki berbisik-bisik ketika melintasinya. Zeana menghela nafas dan menatap laci meja dengan pandangan kosong. Ia memikirkan hari bagaimana hari esok harus ia lalui. Tentang bagaimana Ryu, bisa memiliki foto masa kecilnya.
"Tuh mulut lemes amat sih? Dari tepung kanji apa ya?" celetuk Olyn yang tiba-tiba duduk di samping Zeana.
Zeana menatap Olyn dengan tatapan datar, "Lo ga balik ke kelas?"
"Lo sendiri?" tanya Olyn balik.
Zeana terdiam, "Bentaran ah.. lagian ada jeda jamkos dua puluh menit."
Sheryl mengibaskan rambut blondenya lalu duduk di samping Olyn, "Apa aja yang lo obrolin sama si Ryu?"
Zeana mengerutkan alisnya, "lo sendiri kesambet apa dah, segala nanya gitu?" tanya Zeana membalas, ia terlalu malas menjelaskan apa yang terjadi barusan.
"Kita kan temen.. masa main rahasia-rahasiaan sih?" beo Sheryl.
Griffin yang berjalan bersama Deon dan Ervin, berhenti di bangku Zeana. Lalu ia menyondongkan tubuhnya ke arah Zeana, hingga membuat Zeana mundur dan menegakkan tubuhnya.
"Ze, si Ryu pdkt sama lo sejak kapan? Kok tau-tau udah deket?" bisik Griffin dengan hawa hangat yang keluar dari mulutnya. Membuat Zeana bergidik jijik.
Alula berdecih, "'Cowok ga boleh terlalu kepo, daya tariknya ngilang nanti," celetuknya.
Griifin mendengus, "Gue ga ada bilang sama lo!"
"Di nasehati malah.. dasar!" Alula menghembuskan nafas kasar. Ia malah kehabisan kata-kata untuk menanggapi Griffin yang dimatanya tampak sangat menjengkelkan.
"Gimana Ze? Gue nanya seriusan nih!" sambung Griffin, menatap lekat mata Zeana yang menghindari tatapannya.
Zeana tetap bergeming.
"Lo liat Zeana diem kan? Pergi sono!" usir Olyn terang-terangan.
Griffin berdecak, "Ze, di mata gue, lo tuh ga adil! Gue duluan yang suka sama lo, tapi lo deketnya malah sama dia!" cerocos Griffin tanpa malu.
Kaesha yang sedari tadi diam kini memutuskan untuk angkat bicara, "Grif! Kita para cewek tuh lebih suka sama cowok yang ngehargai dirinya mahal, bukan tukang onar yang alay dan sukanya ngemis cinta."
Jleb.
Griffin menegakkan tubuhnya, menatap tajam Zeana, "Loosst eis méi spéit gesinn!¹"
"Eigentlech weess ech net wat dir maacht, awer wat et ass, ech waarden!²"
Griffin menghentakkan kakinya dan berjalan keluar kelas dengan langkah lebar. Emosi yang bergejolak, tampak jelas di raut wajahnya.
"Dia pake bahasa apa?" Olyn yang bengong karena tak tahu apa yang Zeana dan Griffin bicarakan.
"Bahasa aslinya, Luksemburg."
"Artinya?" sambung Sheryl.
"Dia nyuruh gue liat apa yang bakal dia lakuin ke gue," terang Zeana.
"Lo jawab apa?" tanya Olyn kepo.
"Gitu aja ga tahu," ledek Sheryl.
"Pasti Zeana jawab 'gue tunggu!' gitu kan?" tebak Alula.
Zeana tersenyum sinis.
¹ lihat saja nanti!
² sebenarnya aku tak tahu apa yang akan kamu lakukan, tapi apapun itu, kutunggu