Chapter 3 - Menarik Perhatian

Sebuah acara pertunangan yang meriah dan hangat sedang berlangsung di rumah Keluarga Maheswara. Acara itu dilangsungkan di kebun pribadi yang sangat luas. Kebun tersebut sudah di dekor dengan sangat indah, dengan berbagai macam bunga dan sebuah panggung untuk sang empunya acara.

Indriani Maheswara sedang mengenakan gaun berwarna putih yang menempel di tubuhnya dengan begitu indah, membuat semua wanita di sana merasa iri dengan lekuk tubuhnya. Di sampingnya, terdapat seorang pria yang mengenakan jas berwarna senada. Haikal Adisurya tampak sangat rapi hari itu. Ia berdiri dengan tegap, bak pangeran kerajaan.

Dengan senyuman di wajah, mereka menyambut semua tamu yang menghadiri acara mereka.

"Haikal, apakah Christian benar-benar akan datang hari ini?" tanya Indri dengan suara lembut di telinga Haikal. Senyum manja tersungging di wajahnya yang sedang dihias riasan tipis.

Christian Adipamungkas adalah sosok yang sangat penting di kota ini. Ia bisa dianggap sebagai pemimpin kota tersebut, sosok yang hampir tidak pernah terlihat karena begitu misteriusnya.

Karena ia jarang muncul di hadapan umum, hanya sedikit orang saja yang pernah melihat wajahnya.

Keluarga Adisurya dan Keluarga Adipamungkas masih memiliki hubungan darah, walaupun tidak terlalu dekat. Mereka masih bisa dibilang keluarga jauh.

Saat menyebarkan undangan, Keluarga Maheswara mengirimkan undangan itu kepada Christian, berharap Christian akan menghadiri acara mereka.

Tetapi Haikal sendiri pun tidak yakin apakah Christian akan datang atau tidak.

"Lebih baik kita tunggu saja," Haikal melihat ke sekelilingnya. Jelas terlihat di wajahnya kalau ia juga mengharapkan kedatangan Christian. Ia berusaha untuk menghibur Indri dengan senyuman lembut di wajahnya, sama seperti biasanya.

Jalan yang ia kenali …

Saat Ella berjalan menyusuri jalan ini, ekspresi dingin di wajahnya terlihat sedikit meleleh.

Rindu …

Itu yang ia rasakan saat melihat rumah keluarganya tepat berada di hadapannya.

Rumah yang sangat ia kenal, rumah tempatnya tinggal sampai ia berusia 18 tahun. Rumah yang merupakan surganya, tempat persembunyiannya dari dunia luar yang kejam.

Pada saat ini, suara canda dan tawa terdengar dari dalam, seolah ingin menusuk hati Ella yang sudah babak belur dan hancur.

Memang benar, surga dan neraka hanya dipisahkan oleh satu langkah saja.

Bagaimana bisa tempat yang ia anggap sebagai surga sebelumnya, ternyata juga merupakan neraka baginya?

TOOT –

Tepat saat Ella tenggelam dalam pikirannya, ia mendengar suara klakson mobil dari belakang. Secara refleks, ia langsung berbalik ke belakang, melihat cahaya lampu mobil yang sangat terang.

Semua itu membuatnya kehilangan keseimbangan …

Tepat saat mobil hitam itu hendak menabrak Ella, remnya diinjak dalam-dalam sehingga membuat suara gesekan antara ban dan aspal memekik di telinga. Ella merasa kepalanya berdengung, seolah bisa menyaksikan semua kejadian ini secara slow motion.

"Apakah Anda baik-baik saja?"

Suara seorang pria terdengar di telinganya. Ella membuka matanya dan memandang pria yang berwajah datar itu. Belum sempat Ella menjawab, pria itu sudah bangkit berdiri …

"Bos, sepertinya Nona ini mengalami shock."

Pria itu berbicara dengan sangat cepat dan melaporkan kejadian ini pada pria yang sedang berada di mobil dengan nada yang sangat sopan.

Ella mendongak, memandang ke arah jendela mobil yang terbuka. Seorang pria berjas hitam sedang duduk di kursi belakang. Figurnya yang sempurna tampak sangat menawan di bawah sinar matahari dan seluruh tubuhnya memancarkan aura ningrat, aura yang membuat orang lain ketakutan untuk mendekatinya.

Ella memicingkan matanya, merasa pria itu sangat familier.

"Aku ada rapat 10 menit lagi."

Christian mengabaikan kata-kata asistennya. Ia tidak mengangkat kepalanya dan matanya tetap tertuju pada laptop yang ada di pangkuannya. Jawabannya terdengar sederhana, dengan nada yang dingin dan tidak bisa dibantah.

Asisten itu terlihat kebingungan. Apakah bosnya sudah gila?

Ia harus menghadiri rapat 10 menit lagi, lalu mengapa ia datang ke pesta pertunangan seseorang sekarang? Berarti ia akan tinggal di pesta tersebut kurang dari 10 menit.

Ella mengerutkan keningnya dan memandang pria yang sama sekali tidak peduli kepadanya itu.

"Baik, bos. Saya akan segera menyelesaikannya."

Asisten tersebut langsung mengeluarkan segepok uang dari kantongnya dan memberikannya kepada Ella. Katanya, itu adalah uang ganti rugi.

Setelah itu, ia bergegas masuk ke dalam mobil dengan panik dan mengatakan bahwa ia harus pergi sekarang juga.

"Minta maaf."

Tepat saat mobil itu dinyalakan kembali, Ella berhenti di depan mobil dan menghalangi jalan mereka sambil memandangnya dengan tatapan dingin.

"Oh, ternyata kamu tidak apa-apa," kata asisten itu sambil mencibir. "Aku sudah memberimu uang, kan? Cepat pergi. Bosku tidak boleh terlambat," asisten itu terlihat sangat arogan. Bahkan di dalam suaranya, terdengar nada merendahkan.

"Minta maaf padaku!"

Ella mengabaikan ancaman asisten tersebut. Ia meletakkan tangannya di kap mboil dan matanya memandang ke dalam mobil tersebut dengan tatapan acuh tak acuh.

"Kamu yang salah! Dasar tidak tahu malu …"

Asisten itu merasa sangat marah dan panik. Saat ia hendak keluar dari mobil dan menghampiri wanita tersebut, pria yang duduk di kursi belakang akhirnya mengangkat kepalanya dari laptop. Ia memandang Ella yang menghalangi laju mobilnya.

"Jalan," sebelum asisten itu bisa keluar, pria itu memberikan perintah dengan suara yang malas. Ia terdengar sama sekali tidak peduli.

"Apa?" asisten itu menoleh ke kursi belakang dan memandang bosnya dengan shock.

Jalan? Apakah bosnya menyuruhnya untuk membunuh seseorang?

Pria itu tidak mengatakan apa pun lagi, hanya memandang jam tangannya dan terlihat tidak sabar ingin segera tiba di tempat tujuannya.

Asisten itu langsung berbalik dengan ketakutan, memegang setir dengan kedua tangannya sambil berkeringat. Bosnya sudah mengeluarkan perintah dan ia tidak berani menentangnya.

Ia hanya bisa memejamkan matanya dan menginjak gas dalam-dalam.

Mobil itu kembali berjalan, meluncur ke arah Ella.

Mata Ella terbelalak. Ia tidak menyangka bahwa pria ini berniat untuk menabraknya.

Tetapi ia sama sekali tidak menghindar. Ia tetap memandang lurus ke arah mobil tersebut dengan mata yang membara, tidak mau mengalah sama sekali.

Mobil itu menabrak lututnya, membuatnya terjatuh. Tetapi tabrakan itu tidak terlalu keras. Ella hanya tersenggol pelan, tetapi dorongan itu sudah cukup untuk membuatnya terjatuh ke tanah.

Saat menghantamnya, suara decitan rem yang memekik terdengar di telinga. Bukan asisten tersebut yang menginjak remnya, tetapi Christian lah yang menarik rem tangan mobil tersebut.

"Bos, apakah aku membunuh seseorang?" tanya asisten itu dengan ketakutan. Sejak awal hingga akhir, ia memejamkan matanya dan bertanya pada Christian dengan ketakutan.

Christian tidak memedulikannya. Ia mengerutkan keningnya dan langsung keluar dari mobil.

Ia berjalan menghampiri Ella dan memandang wanita yang setengah terjatuh di tanah.

Ella membuka matanya dan memandang Christian tanpa rasa takut sedikit pun. Matanya yang hitam legam, memandang pria itu dengan tajam.

Mereka saling berpandangan cukup lama. Salah satu dari mereka memandang dengan tatapan tajam, sementara yang lainnya terlihat sangat angkuh.

"Nona, menggunakan cara ini untuk menarik perhatianku hanya akan membuatku semakin jijik padamu."