Chapter 6 - Kesempatan Besar

"Ella, apa yang kamu lakukan?"

"Isabella!" Budi menghampiri putrinya dan langsung menampar wajahnya dengan keras. "Apakah kamu mau membuatku malu lagi? Seharusnya kamu tidak keluar dari rumah sakit jiwa kalau kamu mengacaukan semuanya begitu kembali. Aku tidak punya anak seperti kamu. Keluarlah sekarang!"

Tamparan itu begitu mendadak sehingga Ella tidak sempat menghindarinya. Tamparan yang cukup keras itu membuat telinga Ella terasa berdengung. Pipinya merah dan sedikit bengkak.

Sudut bibirnya pecah dan mengeluarkan sedikit darah.

Namun, ia malah mencibir dan berbalik. Mata hitamnya mendarat pada pria yang ia sebut sebagai ayahnya. "Kalau aku ingat-ingat lagi, tempat tinggalmu saat ini adalah milik ibuku. Seharusnya kamu yang keluar dari sini."

Kali ini giliran Merry yang melangkah maju. Suaranya terdengar tajam dan penuh dengan kebencian. "Isabella, aku rasa kamu terlalu lama mendekam di rumah sakit jiwa sehingga kamu benar-benar gila, kan? Apakah kamu membicarakan rumah ini? Rumah ini atas nama ayahmu. Ada apa dengan otakmu?"

"Aku sarankan kamu segera pergi sekarang. Jangan membuatku semakin malu. Hari ini adalah hari bahagia adikmu. Kedatanganmu hanya akan mendatangkan nasib buruk. Pergilah sekarang!" ekspresi bersalah terlintas di wajah Budi dan kemudian ia melanjutkannya dengan suara dingin.

"Nasib buruk?" tiba-tiba saja, Ella tersenyum dengan menggoda. Matanya memandang ke arah sekelilingnya dan akhirnya mendarat pada Haikal yang hanya diam saja sejak tadi. "Tadi kamu sangat bersemangat saat menciumku. Apakah kamu juga berpikir aku adalah nasib buruk?"

"Ella, berhentilah! Sudah cukup!" kemarahan membuat urat di dahi Haikal sampai muncul. Terlihat sangat jelas bahwa ia gugup.

"Apa? Kamu tidak mau mengakui apa yang baru saja kamu lakukan? Apakah rasanya sama dengan lima tahun lalu, Haikal?" Ella menggoda Haikal dengan suara yang manja.

Pada saat itu, beberapa tamu mulai menyadari kegaduhan yang terjadi dan mulai memperhatikan.

Sebelum Haikal bisa bereaksi, Indri berjalan menghampirinya dan menahannya. "Cepat bujuk kakak untuk segera pergi."

"Pergilah dari sini. Kami tidak menerimamu."

Semua orang di Keluarga Maheswara khawatir akan terjadi kekacauan, terutama di hari yang penting seperti ini.

"Bukankah ini putri pertama dari Keluarga Maheswara, Isabella Maheswara?"

"Benar, lima tahun lalu, ia masuk ke rumah sakit jiwa. Semua orang lupa padanya. Tidak disangka ia masih tetap cantik seperti dulu."

"Keluarga Maheswara sangat beruntung. Dua putrinya sama-sama cantik."

Suara-suara mulai terdengar dari kerumunan. Rudi harus menoleh dan menyunggingkan senyum pada orang-orang tersebut. Setelah itu, ia berjalan menghampiri Ella, menarik tangannya dan memelankan suaranya. "Apa yang kamu inginkan."

"Aku ingin mendapatkan kembali apa yang menjadi milikku," kata Ella sambil tersenyum, mengambil inisiatif untuk melambaikan tangannya pada para tamu.

Dalam sekejap saja, ia telah menjadi pusat perhatian karena kecantikannya.

Budi tidak punya pilihan lain selain membiarkan Ella berada di tempat itu. Ia tidak bisa mengusir putrinya sendiri dari rumah, dari acara keluarganya.

Kalau ia mengusir Ella di hadapan semua orang, apa yang akan orang-orang itu katakan?

Tidak jauh dari sana, Christian tidak sengaja melihat "adegan yang hangat" dari reuni keluarga.

Tentu saja, Christian juga sudah mengetahui semuanya.

Sejak awal, Ella sudah melihat saat Indri berjalan bersama dengan kedua orang tuanya untuk menghampirinya. Bahkan senyuman keberhasilan muncul di wajah Ella.

Wanita itu sengaja melakukan semuanya.

Tidak Christian sangka, wanita itu sangat cerdas. Ia bisa menggunakan trik-trik kecil dan mempermainkan semua orang untuk mendapatkan perhatian dari para tamu.

Christian memandang ke arah gelasnya sambil berusaha untuk menahan senyuman. Dari air di dalam gelas tersebut, terpancar wajah seorang pria yang sangat tampan sedang menyunggingkan senyum di bibirnya yang seksi.

Wanita ini benar-benar menarik …

Ella berdiri di sana sendirian sambil menyunggingkan senyumnya, meski tangannya terkepal dengan erat. Ia memandang sekelilingnya dan bersumpah pada dirinya sendiri, ia akan mengambil semua yang menjadi haknya.

Ia akan merebut kembali semua miliknya.

Ini hanyalah permulaan!

Satu minggu kemudian.

Di malam hari pun, pusat kota masih terlihat sangat sibuk.

Di sebuah hotel bintang lima, di kamar presidential suite, suara percikan air terdengar dengan sangat jelas dari kamar mandi.

Setelah selesai mandi, Christian keluar dari kamar mandi dengan handuk mandi berwarna putih yang membelit tubuhnya.

Begitu ia mengangkat kepalanya, ia melihat punggung telanjang seorang wanita yang sedang berbaring di tempat tidurnya. Rambut panjang wanita itu terurai di atas tubuhnya dan di atas tempat tidur seperti sutra.

Ia menutupi pinggang bawahnya dengan selimut dan menyisakan pinggang bagian atasnya, membuatnya terlihat sangat seksi. Garis tubuhnya terlihat samar-samar di bawah selimut tersebut.

Dari sudut pandang Christian, wanita itu terlihat sangat seksi dan menawan.

"Cepat keluar dari sini."

Christian tidak memandangnya untuk kedua kalinya. Ia langsung berjalan ke arah sofa dan mengangkat gelas anggur yang sudah dituangkan untuknya. Ia duduk dan menikmatinya sambil bersantai.

Ia mengatakan hal tersebut dengan nada yang sangat ringan seolah sedang membahas cuaca hari ini.

"Memang seperti rumornya, kamu sangat sulit untuk dipahami."

Wanita yang berada di tempat tidur itu perlahan terbangun. Ia memutar tubuhnya yang indah dan tersenyum. Dalam nada suaranya, sama sekali tidak ada ketakutan sedikit pun.

Sedetik kemudian, ia menoleh dan mata kedua orang itu langsung beradu pandang. Senyuman di wajah wanita itu langsung mengeras.

Mengapa harus dia?

"Ternyata kamu. Sepertinya sulit untuk menyingkirkan kamu," saat Christian melihat wajah wanita itu dengan jelas, bibir tipisnya langsung menyunggingkan senyum.

"Aku minta maaf. Aku tidak tahu kalau itu kamu."

Ella langsung menyelimuti tubuhnya dengan selimut yang ada di atas tempat tidur. Matanya langsung terlihat muram dan suaranya sudah tidak seperti sebelumnya.

Awalnya, ia mendapatkan kesempatan dari seseorang untuk menjadi 'hadiah' bagi orang paling penting dari Kota X. Butuh waktu satu minggu baginya untuk mendapatkan kesempatan ini.

Ella sangat memahami apa yang harus ia lakukan. Kalau ia ingin membalas dendam dan kembali bangkit untuk melawan orang-orang yang pernah membuatnya menderita, ia membutuhkan dukungan yang kuat. Berdiri sendirian tidak akan bisa membuatnya menjatuhkan orang-orang tersebut.

Tidak ada keraguan kalau Christian Adipamungkas, yang merupakan pemimpin kota tersebut, adalah pilihan yang paling tepat dan paling aman untuknya.

Tetapi ia tidak menyangka bahwa Christian Adipamungkas ternyata pria yang pernah hampir menabraknya!

"Isabella Maheswara. Apakah harga dirimu sudah jatuh serendah ini sehingga kamu menjual tubuhmu dengan sembarangan?"

Christian meletakkan gelas anggurnya dan bangkit berdiri, berjalan ke arah Ella yang ada di pinggir tempat tidur. Ia mengatakannya sambil tertawa dengan santai.

Tawa itu terdengar seperti ejekan di telinga Ella.

Ella mengerutkan keningnya. Ia mengangkat kepalanya dan memandang mata Christian yang penuh curiga. Sementara matanya sendiri diliputi oleh kemarahan.

Tetapi ia tidak bisa melewatkan kesempatan yang sangat penting ini.

Ia harus mendapatkan semuanya kembali.

Ia harus menemukan anaknya yang menghilang.

Ia harus membalas dendam atas semua yang terjadi dalam hidupnya.