"Woy, Bar. Kemarin pulang bareng sama siapa? Tumben lo boncengin cewek, ya kan?" tanya Algis.
Algis adalah sahabat baik Bara sejak dari kecil. Selain rumahnya yang dekat, ayah dan ibu merekapun bersahabat. Ayah ibu mereka bukan hanya bersahabat tetapi mereka juga rekan dalam sebuah bisnisnya.
"Bareng Beatrice. Gue boncengin dia, karena tertarik sama dia. Dia beda dengan cewek lain, Gis," balas Bea.
Jujur, sebelumnya Bara tidak pernah mau jok belakang motornya diduduki oleh wanita lain selain dari ibunya. Karena Bara tipikal cowo yang cuek, jutek dan tak terlalu memikirkan tentang cewek padahal wajahnya Bara sangat tampan, sesuai dengan namanya Bara.
Padahal sudah berapa banyak cewek yang berusaha mendekati Bara. Tapi, Bara sama sekali tak memperdulikan itu. Karena bagi Bara semua cewek sama saja hanya menilai orang dari fisik dan harta saja kecuali ibunya.
Namun, pemikirannya berubah saat ia bertemu dengan Beatrice. Bara sepertinya mulai jatuh cinta pada Beatrice Arletta. Jatuh cinta pada pandangan pertama. Klise? But itu nyatanya.
"Beatrice, anak mana? Badannya gimana? Cantik? Seksi?" tanya Algis kepo. Sangat langka sekali jika seorang Bara membahas perihal seorang cewek seperti ini. Perlu diingat baik-baik dalam memori kalau ini mah.
"Dia cantik karna dia cewek, Gis. Dia gak seksi biasa aja. Tapi dia beda dengan yang lain," jelas Bara.
"Iya bedanya gimana, Bar?" greget Algis karena tidak mendapat jawaban yang ia inginkan.
"Kepo aja lu, nyet," sela Bara yang pergi meninggalkan Algis.
Algis berusaha menyusul Bara dan mensejajarkan langkahnya dengan Bara.
***
"Bea, ke kantin yuk. Gue laper nih," ajak Vidia.
"Tapi gue ke perpus dulu mau nyari buku biologi buat besok, Vid."
"Udah ntaran aja itu mah, sekarang mah makan dulu aja. Yuk ih," ajak Vidia sedikit memohon.
"Yaudah yuk, jelek lo. Jangan ngerengek gitu kayak bocah aja," balas Bea mengalah, akhirnya mengiyakan.
Vidia berjingkrak kegirangan. Ia langsung menarik tangan Bea untuk bergegas menuju kantin.
"Bea lo mau pesan apa?" tanya Vidia.
"Samain aja kayak lo, tapi gue minumnya teh hanget aja ya," balas Bea.
"Oke." Vidia bergegas pergi meninggalkan Bea yang masih duduk di tempatnya.
5 menit kemudian.
"Nih, Bea. Pesanan lo," ucap Vidia sembari meletakkan pesanan mereka di atas meja kantin.
"Iya thanks, Vid."
Bea dan Vidia langsung melahap makanannya. Seseorang menepuk pundak Bea dari belakang.
Bea menoleh heran "Lo lagi? Ngapain sih? Ga ada kerjaan lain apa selain ganggu gue terus?" tandas Bea sebal.
"Gue boleh duduk disini?"
"Aaaaa Bea, dia Bara 'kan? Cowok terhitz se-seantero sekolahan tahu," bisik Vidia kegirangan. Matanya menatap berbinar pada pria ganteng gak ketulungan di hadapannya.
"Iya, dia Bara," balas Bea singkat. Biasa aja pikirnya. Ngapain juga si Vidia seheboh itu.
"Boleh nggak?" tanya Bara sekali lagi.
Vidia tersenyum manis, "Iya boleh kok duduk aja, Gavin," ujar Vidia kegirangan.
"Oke, thanks." Bara duduk tepat didepan Bea.
"Ngapain lagi sih lo? Gangguin gue terus gak capek apa?" tanya Bea kesal, matanya menatap tajam pada Bara yang menganggu pemandangan.
"Nggak, gue kan cuma pengen ngumpul bareng sama kalian doang boleh kan?" balas Bara songong.
Bea mencibirkan bibirnya dengan kesal. Dia melanjutkan makannya yang belum habis.
"Eh bentar." Bara membersihkan sisa makanan yang ada di bibir Bea menggunakan tisu dengan lembut.
Bea melongo tak percaya karena Bara berbuat seperti itu padanya.
Bea merebut tisu yang Bara pegang, "Apaan sih lo. Gue bisa sendiri kali. Gue bukan anak manja, jangan sok romantis juga, jijik gue," seloroh Bea mengungkapkan kekesalannya.
"Marah-marah mulu, entar cepat tua loh." Bara tersenyum lebar. Bara memalingkan wajah mengusap bibirnya yang kotor.
Vidia angkat bicara setelah beberapa saat tadi bungkam melihat temannya dan Bara ribut. Meributkan hal yang tak begitu penting.
"Udah yuk, Bea. Bayar dulu, kalian berantem terus kayak tom and jerry aja deh," ajak Vidia. Bea dan Vidia beranjak dari tempat duduknya meninggalkan Bara sendirian.
"Kita duluan ya, Bar," kata Vidia melambaikan tangan.
Gavin mengangguk mengiyakan.
'Pokoknya gue harus dapetin cewek itu. Cepat atau lambat pasti Bea luluh juga'_batin Bara.
***
"Bu yang tadi duduk di sana jadi berapa?" tanya Vidia menunjuk ke meja yang tadi ia tempati.
"Oh yang itu udah dibayar neng," balas bu kantin.
Vidia dan Gweni saling melirik satu sama lain, "Hah? Di bayar sama siapa, Bu?"
"Sama cowok yang itu," tunjuk ibu kantin pada seseorang yang ternyata telah membayar pesanan mereka.
"Bara," guman Bea pelan.
Bea menghampiri Bara dengan kesal.
Bea menaruh uang di meja Bara, "Nih gue ganti uang tadi. Gausah sok baik gitu deh sama gue. Gue gak mau hutang budi sama lo."
Bara menarik napas dalam-dalam, "Gue ikhlas kali, gue pergi dulu mau latihan basket. Ambil lagi aja uangnya ga usah sungkan."
Bara berlalu dan meninggalkan Bea. Bea mendengus sebal memperhatikan punggung Bara yang mulai menjauh.
"Ih najis tuh cowok, sok banget." Bea ngerocos sendiri.
Bara bergegas mengganti pakaian seragamnya dengan pakaian basketnya. Ia buru-buru berlari ke lapangan karena ia tahu sekitar 3 menitan lagi pemanasan akan segera di mulai.
Bara segera melakukan pemanasan ditemani anak basket lain dan terik matahari yang sangat menyengat. Sedangkan murid yang lain yang tidak ada jadwal eskul lain bergegas pulang, termasuk Bea dan Vidia.
"Bea, gue duluan ya. Lo hati-hati entar," pamit Vidia.
"Iya, Vid. Lo juga hati-hati ya," balas Bea tersenyum melambaikan tangan.
Saat berjalan menuju parkiran Bea memalingkan pandangannya ke lapangan. Bea tersenyum saat melihat seseorang ada di lapangan.
'Ganteng banget dia' batin Bea.
Lamunannya buyar saat seseorang mengagetkan dia dari belakang hingga Bea terhentak.
"Woy, cewek galak. Liatin siapa lo?"
"Ih, lo lagi lo lagi? Ngapain sih ganggu orang aja," balas Bea kesal dengan melipat kedua tangan di dada.
Ternyata orang yang mengagetkan Bea yang tak lain dan tak bukan adalah Gavin.
Bara senang melihat wajah Bea saat marah. Karena bagi Bara, Bea sangat lucu saat lagi marah.
"Merhatiin siapa hayo?" tanya Bara kepo.
"Kepo aja lu," sarkas Bea dan berlalu meninggalkan Bara.
Bara hanya diam memperhatikan punggung Bea yang mulai menjauh. Gavin sangat penasaran siapa orang yang diperhatikan oleh Bea hingga membuat Bea tersenyum.
Bara mengedarkan pandangannya ke sekeliling lapangan mencari orang yang diperhatikan oleh Bea. Akhirnya dia menemukan seorang pria yang sedang duduk menghadap sejajar dengan tempat berdiri Bea tadi.
Bara tersentak kaget, "Hah, jadi si Bea merhatiin Agam? Jangan sampe Bea dekat sama si Agam itu. Gue tak terima kalo Bea dekat sama Agam."
Bara mengepalkan tangan dengan penuh emosi.
"Ini gabisa dibiarin."
***
Bersambung...