Chereads / Friendshit Relationshit / Chapter 8 - Rasa Yang Berakhir 'Sahabat'

Chapter 8 - Rasa Yang Berakhir 'Sahabat'

"Lo suka bunganya, Bea sayang?"

"Agam," ungkap Bea kegirangan.

Agam menaikkan alisnya satu keatas, "Lo suka?"

"Iya gue suka kok. Romantis amat sih lo."

"Gak ada salahnya kan ngebahagian pacar sendiri?" tanya Agam.

"Iyalah gak salah. Ngebahagian pacar mah wajib," balas Bea heboh.

"Berangkat bareng ya. Lo udah siap?" Bea nyengir lebar, "Belum, hehe," balasnya.

"Yaudah gue tungguin sampe kapan pun. Gua mah kan setia."

"Modus," balas Bea mesem-mesem sendiri, pipinya memerah bak kepiting rebus.

"Cepetan, Beb."

"Alay. Jijik dengarnya," balas Bea lagi sambil terbahak dan berlalu meninggalkan Agam di ruang tamu untuk segera bersiap-siap sekolah.

Beberapa menit kemudian.

"Ayok, gue udah siap," ajak Bea.

"Berangkat," balas Agam dengan menarik tangan Bea untuk segera menuju motor Agam yang terparkir di halaman rumah Bea. Agam segera menyodorkan helm nya kepada Bea dan segera menyuruh Bea naik. Agam langsung melajukan motornya dengan kecepatan normal menuju sekolah.

Semua orang menatap heran kepada Agam dan Bea yang berjalan menuju kelas dengan tangan bergandengan.

Banyak orang yang bertanya-tanya ada apa dengan mereka? Dengan tatapan tajam seperti tidak suka kepada Agam dan Bea yang bersikap seperti orang berpacaran.

Namun Agam tak menghiraukan tatapan tajam dari orang-orang yang menatapnya, Agam malah terus berjalan dan mempererat genggamannya terhadap Bea.

Agam mengantarkan Bea kekelasnya, dan setelah mengantar Bea. Agam berlalu menuju kelas Agam sendiri.

"Wahh, ada apa lo sama Agam? Lo hutang cerita sama gue?" teriak Vidia heboh.

"Berisik," balas Bea malu-malu menahan senyum.

"Jangan bilang lo udah jad---"

Bea membekap mulut Vidia yang berteriak heboh, "Sstt, jangan keras-keras gue malu."

"Pengap kali, Bea," balas Vidia berusaha melepaskan tangan Bea yang membekap mulutnya.

"Hehehe, sorry," balas Bea tak berdosa.

"Kantin nungguin nih," ungkap Vidia menarik turunkan alisnya.

"Apa sih."

"Pajak jadian dong ah lu mah gak paham."

"Iya bawel, gue traktir deh minuman doang ya yang seribuan," balas Bea cengengesan.

Vidia mencebikan bibirnya sebel, "Elah pelit amat lo."

"Yaudah kalem kali, Lo mau makan apa aja gue bayarin. Asal, yang murah."

"Yey, ditraktir," balas Vidia melompat-lompat kegirangan.

***

Bel istirahat berbunyi, Bea dan Vidia beranjak pergi meninggalkan kelas menuju kantin. Karena Bea sudah janji bakal traktir Vidia sahabatnya yang super super bawel. Di kantin Bea dan Vidia memilih meja pojok karena memang meja pojok adalah meja favorit mereka. Setelah memesan berbagai makanan dan menunggunya beberapa menit, akhirnya pesanan datang juga. Bea dan Vidia langsung menyantapnya dengan lahap.

"Kita boleh gabung?" ujar seorang pria.

Bea menoleh dan mendapati 2 orang pria yang sedang berdiri sambil tersenyum.

Mereka adalah Bara dan Algis, dua pria yang tak dapat dipisahkan.

Bea mengangguk mengiyakan, "Duduk aja."

Bara dan Algis segera duduk. Bara memilih duduk di samping Bea dan Algis memilih duduk di samping Vidia.

"Hai, Vid," sapa Algis dengan nyengir lebar.

"Hai juga, Gis," balas Vidia tak acuh.

"Minta nomor lo dong, kita kan temanan."

"Minta aja ke Bara sana." Bea menoleh melihat Bara, sehingga mata mereka sekarang bertemu satu sama lain. Bea segera memalingkan wajahnya setelah bertatapan dengan Bara.

"Eh woy minggir, Bea punya gue," celetuk seorang pria yang duduk di tengah-tengah Bea dan Bara.

"Elah kalem, gue sama Bea cuma sekedar sahabatan gak usah sensi gitu," balas Bara.

"Iya bener, Gam" ujar Bea membela Bara.

"Iya, Gam. Gak usah marah-marah gitu. Bara cuma sahabat gue kok," ungkap Bea meluruskan.

"Kita pergi dulu, yuk, Gis," ajak Bara kepada Algis dan berlalu meninggalkan Bea, Vidia serta Agam yang ada di sana.

"Elah gue jomblo di sini gak ada teman ngobrol lagi," ucap Vidia sedih.

Agam dan Bea terbahak melihat ekspresi Vidia yang seperti anak-anak, "Tenang ada mbak kantin," balas Bea meledek.

"Syialan yah kamu," desis Vidia melotot garang.

***

Bel pulang berbunyi semua siswa berhamburan keluar kelas. Namun lain dengan Bea, dia malah tetap duduk di bangkunya menunggu Agam di kelas.

Setelah beberapa menit kemudian Bea menunggu, akhirnya dia mulai bosan karena sudah beberapa menit menunggu Agam tak kunjung datang. Bea meraih ponselnya berniat untuk menelpon Agam.

"Halo, Gam. Lo di mana?"

"Eh iya sorry gue lupa, gue ada urusan mendadak, Bea. Lo pulang naik taxi aja ya, maaf." Agam segera memutuskan teleponnya.

Bea kesal atas perlakuan Agam yang seenak jidatnya saja, "Kalau tau gini gue pulang aja tadi."

Bea jadi menggerutu sendiri sebal dan keluar sekolah untuk mencari taxi, dan akhirnya dia menemukan taxi juga setelah beberapa menit menunggu.

***

Bea merebahkan tubuhnya lelah. Bea masih merasa sangat kesal kepada Agam. Tiba-tiba pintu balkon kamar Bea diketuk seseorang, Bea merasa bingung siapa yang berani mengetuk pintu balkonnya apa jangan-jangan maling?

Untuk berjaga-jaga Bea mengambil sapu agar saat dia membuka pintu, dia menemukan maling Bea akan segera memukulinya dengan sapu. Perlahan-lahan Bea mendekat dan membukakan pintu Bea melihat seorang pria dan langsung Bea pukuli dengan sapu.

"Eh ampun, Bea. Ampun," pekik pria itu dan menoleh kepada Bea.

"Eh elo, sorry-sorry gue kira maling," balas Bea nyengir tanpa dosa.

"Lo kok bisa di balkon kamar gue, Bar?" tanya Bea ke pria itu, lebih tepatnya Bara.

Bara tersenyum lebar memperlihatkan deretan giginya yang rapih, "Gue pindah rumah jadi tetangga lo, tuh rumah gue," tukas Bara menunjuk ke balkon sebelah yang berdekatan dengan balkon Bea.

"Kok bisa pindah?"

"Bisalah. Lo tau gak? Ternyata orang tua lo sama orang tua gue sahabatan dari dulu. Mangkanya gue di ajak pindah biar tetanggaan."

"Hah yang bener Lo?"

"Gak percaya? Lo turun aja kebawah ada nyokap bokap gue di bawah di ruang tamu lo."

"Iya deh gue percaya," kata Bea. Bea sampe lupa kalo dia sedang marah dan kesal sama Agam. Bea merasa tenang dan aman di dekat Bara. Walaupun perasaan Bea tetap untuk Agam, tapi Bea tidak bisa pungkiri kalo dia nyaman berada di dekat Bara.

"Bar, udah sore, gue mau mandi dulu ya," kata Bea.

"Lo ngusir gue?"

"Bukan gitu, tapi gue mau mandi soalnya gerah hati gerah body."

Bara menatap intens Bea, "Gerah hati? Agam ngapain lo?" cecar Bara khawatir.

"Gak apa-apa kok. Udah sana gue mau mandi, Bar."

"Gak usah sungkan gitu cerita ke gue, gue kan sekarang udah jadi sahabat lo, Bea?"

"Entar gue ceritain, sekarang gue bener-bener gak mau di ganggu dulu, Bar," ulang Bea mulai kesal.

Bara menarik napas dalam dan menghembuskan dengan kasar, "Oke," balas Bara dan langsung melompat ke balkon kamarnya yang tak terlalu jauh dari balkon Bea.

***

Bersambung.