Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Ikatan Tak Dirindu

🇮🇩BiruTosca
--
chs / week
--
NOT RATINGS
8.7k
Views
Synopsis
Safira dirundung malang. Mahasiswi itu terpaksa menikah dengan Sagara karena lelaki itu menodainya. Ia tak punya pilihan lain karena hamil. Rumah tangga Sagara dan Safira yang tak berlandaskan cinta juga makin rumit dengan kehadiran Benua, mantan tunangan Safira yang sekaligus jadi adik iparnya. Benua terpaksa menikah dengan Adik Safira, Berliana mengikuti keingingan orang tuanya. Karena masih memendam rasa, Safira nyaris tergoda oleh bujuk rayu Benua untuk kembali ke pelukannya. Siapakah yang akan dipertahankan, rumah tangganya bersama Sagara atau cinta pertamanya?
VIEW MORE

Chapter 1 - Bab 1 | Malam Ternoda

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

Dear Sahabat, sebelum lanjut baca, simpan cerita ini di rak bacaanmu, jangan lupa vote dan komen ya usai baca tiap partnya. Share juga ke teman-temanmu biar makin banyak lagi yang baca. Makasih banyak

Bab 1

Malam Ternoda

Malam itu Safira tiba di sebuah vila di kawasan Puncak Bogor. Sesuai dengan petunjuk dari teman-temannya, dia tiba di vila itu. Namun anehnya vila itu kosong.

"Jangan-jangan mereka mengerjaiku lagi," gerutu Safira di depan vila. "Duuh, gimana nih. Kalau balik lagi udah malam begini lagi."

Safira mengedarkan pandangannya ke sekeliling vila. Lebih banyak gelap daripada terangnya.

Dia mulai was-was. Batinnya berkecamuk, antara memilih diam di situ atau pulang. Hati kecilnya ingin sekali dia pulang, namun sudah malam seperti ini, dia pikir jalanan jauh lebih berbahaya.

Gadis berambut Panjang itu mondar-mandir di depan vila. Setelah merasa pegal, akhirnya dia memilih duduk dan berusaha tenang.

Dia mengetik pesan, ke WA grup teman-temannya.

Hei, aku sudah di depan villa nih, kalian ada di dalem nggak? Kalian pada ke mana?

Nihil. Lama menunggu tak ada seorang pun yang meresponnya.

Dia pun mengetik pesan untuk menjapri satu per satu temannya yang ia kenal.

Rana, kamu di mana? Aku sudah tiba nih. Dia mengirim pesan itu kepada salah satu panitia acara Raker BEM Fakultas Psikologi di kampusnya.

Hasil tetap sama. Tak ada respon juga.

Safira makin gusar. Kalau tahu bakal kayak gini, mendingan aku nggak usah datang.

Dia sangat menyesal kenapa tidak mengikuti kata hatinya, sejak berangkat tadi hatinya memang menolak. Namun demi kepentingan belajar dan dunia akademik, dia bela-belain datang.

Lagian kenapa sih acara mesti ke Puncak segala?

Sialnya, dalam kondisi seperti ini, apa yang bisa dia lakukan. Kalau saja tadi di bawa mobil pribadi, mungkin tidak akan bernasib seperti ini.

Entah mengapa, hari ini dia merasa menjadi seperti orang yang paling malang di dunia. Sudah datang di titik kumpul mengikuti arahan, ditinggalkan rombongan. Terpaksa naik Go-Car dari Tangerang.

Tak mungkin dia bawa mobil sendiri. Dia termasuk kudet, tak terlalu paham jalanan untuk menempuh rute yang cukup jauh.

Sekalipun dia menggunakan Waze atau Google Maps, tetap saja dia tak bisa. Dulu pernah dia melakukannya, dan terbukti gagal. Tersesat.

Merasa terlalu lama berpikir, Safira harus segera memutuskan.

Aku tak bisa terus-terusan di sini. Aku harus pulang. Tekad gadis itu sudah bulat. Daripada tidak jelas begini, lebih baik aku mengerjakan tugas-tugas kuliahku di rumah, pikirnya.

Safira membuka aplikasi ojol untuk order kendaraan. Sayangnya, dia tak kunjung mendapatkan driver. Apa jangan-jangan karena faktor sinyal, memesan di aplikasi Grab pun sama.

Dia tak patah arang. Dia terus mencoba di sisa-sisa baterai hapenya yang sudah darurat angka merah.

Begitu baterai sudah habis dan hapenya tak menyala sama sekali, dia sudah pasrah, tak lagi yang bisa dia lakukan.

Safira berdiri dan menyeret tas covernya yang berukuran mini. Sampai di gerbang vila, dia berharap ada angkot atau kendaraan lewat sekalipun kemungkinannya kecil karena sudah terlalu larut malam.

Ada satu kendaraan yang parkir dekat vila itu. Safira berpikir, apa mungkin minta bantuan ke si pemilik mobil itu?

Safira galau, tapi gimana kalau dia orang jahat. Tiba-tiba dia merinding membayangkan hal yang tidak dia inginkan. Takut berbagai berita kriminal yang menodai harkat perempuan menimpa dirinya.

Safira urung. Kakinya lebih memilih mundur. Mungkin lebih baik bertahan di beranda vila saja.

Mobil itu menghampiri Safira. Safira mulai cemas.

Si pemilik mobil itu, membuka kaca ... Begitu dibuka, Safira tidak terlalu gusar. Rasanya di kampus dia pernah melihat wajah itu. Dia sering kali berpapasan, namun tak mengenal namanya.

"Safira, kamu mau ke mana?"

Gadis itu kaget, kok dia bisa tahu namaku?

"Sepertinya kamu butuh bantuan, ayo naik?"

Safira masih diam dan enggan memberikan jawaban.

"Kamu siapa, kok bisa tahu namaku?"

Lelaki itu keluar. Lalu mendekat ke arah Safira.

"Oh iya, kenalin, aku Sagara," lelaki itu mengulurkan tangannya.

Safira tak membalas uluran tangannya. Dia malah cuek. Sagara makin gemas. Karena sebenarnya sejak dari kampus dia selalu menguntit Safira dan mencari-cari kesempatan untuk bisa dekat dengannya.

Beberapa saat Safira berpikir, dari wajahnya lelaki ini tidak ada tanda-tanda membahayakan. Mungkin dia bisa meminta bantuan.

"Aku sebenarnya ini mau ikut acara teman-teman mahasiswa sejurusan, sayangnya aku ketinggalan rombongan. Menyusul ke sini eh tetep nggak ketemu."

Sagara menyimak penuturan Safira sambil tak berhenti memandangi kecantikan yang terpancar dari gadis itu. Cintanya yang terpendam selama ini, meluap. Hasratnya tak terbendung. Inilah kesempatan untuk mendapatkannya.

"Feeling aku, sepertinya aku salah vila, acara mereka tetap di sini, cuma aku nggak tahu vilanya yang mana?"

"Kalau gitu, ayo naik, aja, kayaknya lebih enak ngobrol di dalam," rayu Sagara.

Safira menurut. Dia tak bisa menepis, wajah Sagara memang ganteng, badannya atletis. Mungkin kalau dia bertelanjang dada, perutnya akan berbentuk roti sobek.

Ah, Safira buang jauh-jauh pikiran yang seharusnya tak perlu. Dia tak mudah menjatuhkan hatinya sekadar menyaksikan lelaki berparas tampan dan bertubuh gagah.

Masalahnya saat ini dia sudah bertunangan dengan Benua. Benua tak kalah tampannya dari Sagara. Calon suaminya itu kini tengah menempuh S2 di Prancis. Beberapa bulan lagi, selesai menuntaskan studi, keduanya akan segera melangsungkan pernikahan.

Di dalam mobil, Safira dan Sagara duduk berdampingan. Awalnya Safira memilih untuk duduk di belakang saja. Dia tidak ingin terlalu dekat dengan Sagara. Namun melihat kelembutan dan kebaikan Sagara, Safira tak kuasa menolak.

"Alamat vila atau gedungnya apa?" tanya Sagara.

"Nah itu, dia aku lupa. Hapeku dari tadi mati."

"Coba di-charge dulu," pinta Sagara.

Safira menurut. Sambil menunggu hapenya bisa menyala, Sagara melirik Safira sesekali.

"Kamu kayaknya, stress dan Lelah banget ya," ucap Sagara sembari menatap Saifra. "Gih, minum dulu, biar tenang."

Baik juga nih, cowok, kata Safira. Perhatian juga, kata hati Safira, tak ada rasa curiga sama sekali.

Safira menerima botol minuman yang isinya teh manis itu. Gadis itu memegang botol minuman itu agak lama. Tak langsung meminumnya. Ada sedikit keraguan yang menerpa dirinya.

"Enggak, ini aku masih kepikiran, alamat vila," Safira meraih hapenya, berharap sudah bisa dinyalakan.

Ketika hapenya menyala, dia tersenyum lebar. Hatinya benar-benar lega.

"Makasih ya, Sagara. Kamu sudah baik banget nolongin aku," Safira tampak ceria dan sedikit manja, mirip anak kecil yang baru saja menemukan kembali mainannya yang hilang.

"Ini alamat vilanya," ucap Safira sambal mendekatkan layer hapenya ke arah Sagara.

"Okey," kita coba meluncur ke sana. Sagara menyalakan Google Maps di hapenya untuk mencari alamat tersebut.

"Kamu nggak haus ya," tanya Sagara lagi, "Ayo minum dulu."

Safira menurut, dia menyeruput minuman di tangannya. "Oke, makasih banyak ya, maaf aku jadi ngerepotin kamu nih," ucap Safira.

"No problem! Sangat beruntung bisa bantu gadis secantik kamu."

Safira berusaha menyembunyikan rasa berbunga-bunganya saat mendapatkan pujian itu. Dia mencoba tetap tenang meski jantungnya berdetak tak normal. Dia bertekad, untuk tetap menjaga hatinya untuk Benua.

Setelah minuman di botol itu tinggal tersisa sedikit lagi, tiba-tiba kepalanya pusing. Lama kelamaan pandangan di sekitarnya menjadi buram.

Tubuhnya memanas. Ada yang tiba-tiba meledak untuk dipenuhi.

Safira tak bisa apa-apa lagi. "Sagara apa yang kamu lakukan padaku, kenapa setelah minum, reaksi tubuhku jadi begini?" Safira memandang Sagara geram.

Sagara menghentikan laju mobilnya. Dia mematung, tak membalas pertanyaan Safira yang berulang kali dilontarkan.

Sagara menatap Safira dengan wajah penuh nafsu. Senyum iblisnya keluar. Tubuh Safira lemas tak berdaya.

Di tempat sepi itu, di dalam mobil Sagara mulai melancarkan aksi brutalnya. Akal sehatnya sudah sirna. Dia melucuti satu per satu pakaian Safira dan mulai mencumbuinya.

Sementara gadis malang itu, karena efek obat yang dicampur dengan minumannya, tak punya daya yang lebih untuk membela dan melindungi kesucian dirinya.

Bersambung...