Chereads / Luna: Rasa Yang Tak Berubah / Chapter 4 - Belum Jatuh Cinta Pada Siapapun

Chapter 4 - Belum Jatuh Cinta Pada Siapapun

Luna malu. Sangat malu pada pria di hadapannya. Pria yang baru saja ia hancurkan demi kebahagiaan pria yang ia cintai. Luna merasa sangat bersalah pada pria yang tengah berjongkok di depannya. Melihat tangis menyedihkan Luna.

"Aku marah."

Chris membuat pandangan tidak suka pada Luna yang duduk di sebelahnya sembari menunduk tidak berani menatap Chris.

Lalu Chris tersenyum dan menepuk-nepuk puncak kepala mungil Luna. "Tapi berkat itu aku jadi tahu kau ini sebenarnya gadis seperti apa, aku pikir kau ini gadis kecil yang dingin dan angkuh, tapi aku melihat sisi sebenarnya darimu, aku senang."

Luna mengangkat kepalanya dan melihat ke Chris yang tersenyum padanya, "Kau mau memaafkanku?."

"Lap dulu ingus dan air matamu." Chris tertawa renyah sembari mengelap wajah Luna, membuat Luna malu dan kembali menundukan wajahnya, dia mengambil tisu lagi dan mengelap bekas-bekas air mata.

"Itu sangat berani, baru kali ini kulihat ada anak perempuan yang sangat berani sepertimu, kau tidak perlu merasa terhina atau sedih Luna, kau itu hebat, demi laki-laki yang kau cintai kau sampai berbuat seperti itu, bahkan itu tidak masalah bagimu untuk di benci olehnya."

"Tapi bagaimanapun sebenarnya kau menyukai Rena. Dan aku merusak semuanya." Luna menunduk semakin dalam.

"Aku menyukai Rena, tapi aku juga menyukai banyak wanita, hahaha ...."

Dia tertawa gelak dan sekali lagi reaksi Chris itu membuat Luna bingung. Seharusnya Chris marah padanya kan?

Chris tampak mengerti apa yang Luna pikirkan, "Luna, aku menyukai Rena, dia cantik dan memiliki kepribadian yang menarik, aku suka Selena Gomez karena suaranya yang bagus, aku suka Emma Watson karena aktingnya bagus, aku bahkan suka sepupu Laskar, Queen Ino itu karena dia seksi dan cantik, aku penyuka semua wanita, aku sama sekali tidak marah kok. Aku belum jatuh jatuh cinta pada siapapun."

"Sungguh?" tanya Luna antusias.

"Tidak," jawab Chris bercanda, tapi seketika itu juga wajah Luna jadi murung kembali, ya tuhan dia polos sekali! "Tidak-tidak aku hanya bercanda."

Dan seketika itu juga Luna kembali tersenyum tipis lagi.

Sekilas kalau memperhatikan Luna dia tidak memiliki ekspresi apapun tapi kalau kau semakin memperhatikannya ekspresinya akan terbaca juga, ekspresi yang seperti itu lucu menurut Chris, dia senang dia jadi tahu bagaimana Luna ini sebenarnya.

"Kau tidak perlu khawatir, aku tidak akan memberitahu Laskar dan aku akan berpura-pura tidak tahu, lagipula Rena juga terlihat menyukai Laskar, tidak mungkin sekali dia suka aku, aku tahu karena aku punya banyak pengalaman dengan banyak wanita ." Chris mengedipkan matanya meminta Luna mempercayainya. "Aku akan membiarkan Rena dengan Laskar, aku janji."

"Sungguh? Chris benar-benar akan mengalah pada Laskar?"

"Ya, aku akan mengalah padanya." Chris tersenyum mantap. "Mau kembali pesta?"

"Kurasa tidak, aku tidak akan berani melihat Laskar untuk beberapa waktu." Luna berjalan keluar dari taman menuju halaman dan mencari mobilnya, "Aku mau pulang saja."

"Laskar tadi hanya emosi sesaat saja, Laskar itu bukan orang yang akan menyimpan dendam, diakan si tuan ramah, dia tidak akan membencimu."

Chris mengikuti Luna sampai ke parkiran. Luna sudah menemukan mobilnya, dia tidak berkendara sendiri, Luna membawa sopir, Luna masih agak kaku menyetir, SIM Luna saja baru keluar seminggu yang lalu.

"Chris." Luna kembali bicara dengan Chris sebelum dia masuk ke mobilnya, Chris dengan senyumnya yang menawan membuat gerakan tangan seperti mempersilakan Luna untuk bertanya, dia sengaja bersikap lucu agar Luna merasa terhibur, "Chris dan Rena kan bertunangan, apa Luna merusak segalanya?"

"Kurang dari sebulan lagi nama keluargaku akan resmi jadi milikku, jadi aku bebas untuk menentukan pilihan. Jangan khawatirkan itu, pulang sana."

Nama keluarga? Maksudnya apa? Chris sempat membuat Luna kebingungan sesaat.

"Terimakasih ya Chris, semoga kau bahagia, aku rasa aku akan melarikan diri sebentar setelah ini."

"Melarikan diri?"

"Liburan semesterku sudah berakhir, aku harus melanjutkan study-ku dan kembali ke London, aku titip Laskar ya." Luna berkata seperti itu dengan serius tanpa menyadari jika ucapannya itu lucu, titip Laskar?

Baru kali ini Chris tahu ada wanita yang menitipkan seorang pria pada pria lain, Luna memang unik. Atau mungkin aneh?

Luna pergi dan dengan ramah Chris melambaikan tangannya, dia kembali masuk ke pesta, lalu tiba-tiba dia teringat kembali tentang Luna. Luna, gadis polos yang begitu mencintai Laskar sehingga rela di benci olehnya, untung saja yang di sukainya laki-laki baik seperti Laskar, kalau dia menyukai laki-laki yang buruk dia pasti akan berakhir dengan menyedihkan, lalu dia memikirkan satu hal tentang Laskar.

"Gadis yang aneh."

***

[Laskar bilang Luna jahat, iblis mungil yang bersembunyi di balik wajah yang sok polos, Luna si iblis yang berkamuflase.

Akhirnya Luna bisa bicara dan bertemu dengan Laskar, tapi ini akan jadi yang petama dan terakhir, Luna sudah di cap jahat oleh Laskar.

Laskar, Luna hanya mau Laskar bahagia. Luna tidak mau terus-terusan melihat Laskar menderita karena tidak bisa bersama Rena, jangan benci Luna, Luna cinta Laskar. Luna tidak berniat jahat.

Luna hanya mau lihat Laskar tersenyum. Luna lebih baik di benci saja daripada harus melihat mata sedih Laskar. Laskar selalu tersenyum dengan mata yang sedih itu, Luna tidak mau lihat mata itu lagi, Luna mau Laskar bahagia.

Chris maaf, karena Luna, Chris jadi di benci juga oleh Laskar, terimakasih sudah mau ikut dalam sandiwara bodoh Luna.

Dan Luna senang, Laskar tahu nama Luna.]

***

Luna menutup buka jurnal hitam yang kertasnya sudah mulai kekuningan dan sampulnya pun sudah mulai terkelupas. Luna sudah mengisi seluruh tempat di jurnal itu. Tidak ada lagi yang tersisa, dan hal terakhir yang di tulisnya adalah suatu yang menyatakan kalau semuanya sudah hancur.

Semua yang di tulis disitu tulisan Luna sejak dia sudah jatuh cinta dengan Laskar, tulisan selama 14 tahun. Dia menulis semuanya disitu, dan semuanya tentang Laskar, bahkan Luna menulis mimpinya bersama Laskar disana. Saat Luna merasa sedih akan sesuatu dia menulis disitu seolah dia sedang bercerita pada Laskar. dan semuanya berakhir disini.

"Bisa dicintai Laskar dan hidup bahagia bersamanya adalah mimpi." Luna bergumam lirih, apa yang terjadi semalam membuat Luna tidak bisa tidur dan hanya terus melamun saja.

***

Luna bangun dari tempat duduknya, dia membawa jurnalnya untuk di masukan ke dalam kopernya yang sudah terkemas rapi di tempat tidurnya, dia akan segera kembali ke Inggris untuk melanjutkan kuliahnya, atau mungkin untuk melarikan diri, Luna pengecut, dia tidak pantas untuk Laskar.

Luna memandang dirinya di cermin, dia memakai baju victoria berwarna biru tua dengan rambut di kuncir dua, dia agak canggung memakai baju seperti ini di Indonesia, orang-orang menatap Luna seolah Luna ini seorang cosplayer. Kalau di Inggris orang dari kalangan menengah atas rata-rata memang memakai baju seperti ini, jadi Luna senang karena ada banyak yang sama dengannya di sana.

Luna Muren adalah anak angkat dari keluarga pebisnis pertambangan terbesar di Indonesia, yaitu Arsyan Muren dan ibunya Rina Muren. Luna di ambil dari seorang sahabat lama Arsyan dan Rina yang dahulu membantu Arsyan saat keluarganya hanya keluarga sederhana, sahabatnya tersebut memberikan Arsyan dan Rina bantuan untuk berbisnis dan mereka berhasil dengan bisnis mereka, tapi sebelum sempat membalas budi sahabat Arsyan tersebut meninggal karena sakit kolera yang dulu menyerang Jepang, akibatnya Michu Iyoshi dan Shita Iyoshi kedua orang tua Luna meninggal dunia, dan mereka mengambil Luna sebagai anak mereka lalu mengasuhnya dengan setulus hati, Luna bahkan tidak tahu bagaimana wajah kedua orang tuanya, saat itu dia diambil ketika umurnya 5-6 tahun, dia bisa di katakan balita saat itu dan setelah beberapa saat dia melupakan wajah kedua orang tuanya karena ingatan anak kecil yang pendek.

Salah satu yang menyebabkan Luna pendiam adalah karena dia masih merasa canggung dengan kedua orang tuanya setelah dia tahu kalau dia bukanlah anak mereka, makanya sekalipun Luna tidak pernah memaksa untuk minta sesuatu ataupun marah pada mereka, dia harus tahu diri karena dia hanya menumpang dirumah ini.

"Luna sayang."

Di balik daun pintu sudah muncul Rina dan Rena, ibu dan kakak angkat Luna itu selalu sayang dan perhatian pada Luna. "Papamu sudah menunggumu untuk sarapan, kami akan mengantar kepergianmu ke bandara."

Luna cepat-cepat menutup kopernya dan berjalan menuju kakak dan mamanya itu.

"Sini, Kak Rena saja yang bawakan." Rena dengan lembut menghela koper Luna dan membawakannya.

Rina merangkul Luna membimbingnya ke meja makan, di sana sudah ada Arsyan Muren yang hanya makan tanpa menoleh ke mereka, Rina mempersilakan Luna duduk sementara Rena memberikan koper Luna pada sopir mereka. Rena ikut duduk di sebrang Luna yang sedang makan sedikit-sedikit, Rena dan ibunya saling lirik lalu Rena yang mengerti isyarat ibunya menyenggol papanya yang sedang makan, berpura-pura sok tidak perduli.

"Luna," tiba-tiba Arsyan bersuara, "Kamu akan kembali ke Inggris? Apa kamu tidak mau memikirkan untuk kuliah di Indonesia saja? Universitas di Indonesia tidak kalah bagus dengan luar negri, apalagi luar negri itu pergaulannya terlalu bebas." Arsyan masih tidak mau melihat Luna, dia pura-pura masih cuek dengan makanannya, padahal bicaranya tadi sudah dipenuhi dengan berbagai macam kekhawatiran.

"Papa, jangan begitu, cukup aku saja yang kuliah di Indonesia karena kekhawatiran Papa, biarkan Luna menuntut ilmu yang lebih tinggi dan berkualitas lagi." Rena sepenuhnya mendukung Luna, tapi kerutan di dahinya malah membuat Rina tertawa.

"Rena-Rena, kamu bilang kamu mendukung adikmu untuk pergi keluar negri? Tapi wajahmu sendiri sudah menunjukan kekhawatiran." Rina juga menatap Arsyan yang juga tidak terima dengan Luna yang mau pergi keluar negri.

"Baiklah." Arsyan menyudahi makannya, dia mengambil kunci mobil, "Tapi kalau terjadi sesuatu Papa akan memaksamu pulang ke Indonesia seketika itu juga." ucapan datar Arsyan di dominasi kekhawatirannya, dia masih berpura-pura tidak perduli lagi.

Dan Luna yang sedari tadi diam, akhirnya tersenyum kikuk, "Luna akan baik-baik saja, jangan khawatir, Papa."

***

Bersambung.